Sekali
dalam hidup, saya dilumpuhkan oleh rasa takut. Waktu itu saya harus mengikuti
ujian kalkulus, ketika baru menginjak tahun pertama di Perguruan
Tinggi. Entah bagaimana, pokoknya saya tidak belajar. Saya masih ingat ketika
saya memasuki ruang ujian di pagi hari denganperasaan kacau balau
menggalayut di hati. Padahal saya kerap mengikuti kuliah diruang itu. Tetapi,
pagi itu pemandangan di luar jendela seakan-akan kosong dan ujian itu
pun serasa tidak ada. Yang tampak jelas hanyalah petak-petak ubin dihadapan
saya sewaktu saya berjalan menuju bangku di dekat pintu. Sewaktu saya membuka
buku ujian yang bersampul biru itu, telinga saya dipenuhi suara degup jantung,
kecemasan serasa menghantam perut. Saya melihat soal-soal ujian itu sekilas.
Putus asa. Selama satu jam saya hanya mampu memandangi soal-soal itu, sementara
pikiran saya berputar-putar merenungkan akibat yang akan saya tanggung. Gagasan
yang sama terulang terus-menerus, membentuk lingkaran pita ketakutan dan
kekhawatiran. Saya duduk tak bergerak persis seekor hewan yang mati kaku
terkena panah beracun. Yang paling mengejutkan saya akan momen menakutkan itu
adalah betapa otak saya jadi “macet”. Saya menyia-nyiakan waktu ujian dengan
tidak berusaha membuat jawaban sebisa-bisanya. Saya tidak melamun. Saya hanya
mampu duduk terpaku karena ketakutan, menunggu siksaan itu berakhir.(di
kutip dari Emotional Intelligence oleh Daniel Goleman,
2009:109)
Peristiwa
semacam ini mungkin pernah kita alami. Entah mengapa, ketakutan/kecemasan dapat
menghancurkan rencana yang telah kita susun rapi. Motivasi dapat berubah
menjadi tekanan, harapan dapat berubah menjadi sikap pesimis. Daya konsentrasi
berkurang, karena kita terfokus pada kecemasan.
Bila
emosi mengalahkan konsentrasi, yang dilumpuhkan adalah kemampuan mental yang
oleh ilmuan kognitif disebut “working memory”,yaitu kemampuan untuk
menyimpan dalam benak semua informasi yang relevan dengan tugas yang sedang
dihadapi.
Pada
akhir-akhir ini para ahli psikologi kognitif menaruh perhatian besar terhadap
keterkaitan antara aspek emosi dengan proses-proses kognitif karena beberapa
alasan yang dapat dikemukakan. Pertama, bahwa
keadaan emosi dapat mempengaruhi proses-proses kognitif dalam bentuk-bentuk
atau cara-cara yang sangat penting, bahkan berakibat fatal. Oleh sebab itu, ada
sesuatu hal yang esensial bagi psikologi untuk memahami apa dan bagaimana emosi
mempengaruhi aktivitas kognitif seseorang.Kedua, cara-cara yang
lebih berguna untuk dikembangkan, sehingga memungkinkan dilakukan manipulasi
atau rekayasa pengalaman emosi secara eksperimental sebagai variabel bebas.
Misalnya suasana emosinya dengan hipnotis atau verbal, sehingga membuat mereka
mengalami emosi sedih atau gembira pada saat itu. Dengan makin canggih metode
yang dipergunakan maka memungkinkan untuk dilakukan penelitian yang lebih
luas. Ketiga, keterbatasan penelitian yang dilakukan dalam
bidang klinis. Sejak sepuluh tahun yang lalu, kebanyakan penelitian mengenai
pengaruh depresi terhadap ingatan dan proses kognitif yang lain menggunakan
pasien klinis, dan tidak melibatkan rekayasa emosi pada orang-orang normal.
Dengan begitu, tanpa dilakukan manipulasi secara langsung terhadap emosi subjek
yang normal maka sulit diketahui dengan jelas apakah suatu proses kognitif
memang dipengaruhi oleh suasana emosi yang sedang berlangsung, atau karena
faktor sindrom depresif secara umum. Terakhir, tumbuhnya
suatu keyakinan bahwa pertimbangan teoritis tentang ingatan dan kognisi pada
umumnya harus dapat menjelaskan juga mengenai pengaruh aspek-aspek afektif atau
emosi seperti stres, kecemasan, depresi, nilai, arousal,
terhadap proses-proses kognitif. Dengan demikian, teori kognitif yang lengkap
pada akhirnya harus mencakup penjelasan tentang bagaimana peran-peran penting
aspek-aspek emosi di dalam keseluruhan proses kognitif manusia.
Apa
saja yang mempengaruhi emosi, bagaimana working memorytersebut
bekerja? Kita akan membahas satu persatu mulai dari emosi, motivasi, proses
kognitif dan hubungan antara emosi, motivasi, dan proses kognitif.
Emosi
Emosi
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi
masalah yang telah tertanam melalui mekanisme evolusi. Akar kata emosi adalah movere (bahasa
latin) yang berarti“menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-” untuk
memberi arti“bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Menurut
kamus “Oxford English Dictionary” mendefenisikan emosi sebagai
“setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan
mental yang hebat atau meluap-luap”. Secara umum, para psikolog memfokuskan
pendefenisian emosi pada tiga komponen utama: perubahan fisiologis (perubahan
pada wajah, otak dan tubuh), proses kognitif (interpretasi
suatu peristiwa), dan pengaruh budaya (membentuk pengalaman
dan ekspresi emosi). Emosi adalah
situasi stimulasi yang melibatkan perubahan pada tubuh dan
wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif,
dan kecenderungan melakukan suatu tindakan yang dibentuk seluruhnya oleh
peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.
Sebagian
ahli, menggolongkan antara emosi primer dan emosi
sekunder. Golongan emosi-emosi primer yang merupakan penggerak dasar
tingkah laku. Tingkah laku terwujud dari emosi primer ataupun sekunder
(gabungan antara beberapa emosi primer).
· Amarah: beringas,
mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit
(sinestesia), berang, tersinggung, bermusuhan, dan brang kali yang paling
hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
· Kesedihan: pedih,
sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, putus asa,
ditolak, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
· Rasa
takut: Cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut, dan sebagai
patologi adalah fobia dan panic.
· Kenikmatan: bahagia,
gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi,
takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa,
senang, senang sekali, dan batas ujungnya mania
· Cinta:
penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rsa dekat, bakti, hormat,
kasmaran, kasih.
· Terkejut: terkejut,
tersigap, takjub, terpana.
· Jengkel: hina,
jijik, muak, benci, tidak suka, mau muntah (sinestesia).
· Malu: rasa
salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Aktivitas
emosi dipengaruhi oleh aktivitas fisiologis (otak dan transformasi
hormon). Amigdala merupakan suatu bagian kecil dari otak kita yang memiliki
peran penting dalam emosi, terutama rasa takut. Amigdala bertugas mengevaluasi
informasi sensorik yang kita terima, dan kemudian dengan cepat menentukan kepentingan
emosionalnya, dan membuat keputusan untuk mendekati atau menjauhi suatu objek
atau suatu situasi. Amigdala bekerja mengevalusi bahaya atau ancaman. PeranPrefrontal
Cortex, adalah merespon dan memotivasi respon-respon tertentu, mengatur dan
menjaga agar emosi tetap seimbang (perasan suka dan benci, menjauh dan mendekat
dan lain-lain).
Kelenjar
yang berhubungan dengan emosi adalah kelenjar adrenalin yang akan
memproduksi hormone epinephrine dan norepinephrine. Hormon
ini bekerja sebagai respon terhadap beragam tantangan dalam lingkungan. Hormone
ini akan diproduksi pada saat tertawa, geli, marah, takut dan lain-lain.
Motivasi
Motivasi
adalah dorongan dari dalam diri individu (drive) yang membuat
seseorang melakukan sesuatu. Motivasi seperti bahan bakar pada mesin,
menentukan mesin bergerak atau akan terdiam selamanya. Istilah motivasi,
seperti halnya kata emosi, berasal dari kata latin, yang berarti “bergerak”. Ilmu
psikologi tentu saja mempelajari motivasi, sasarannya adalah mempelajari
penyebab atau alasan yang membuat kita melakukan apa yang kita lakukan.
Motivasi merujuk pada pada proses yang menyebabkan organisme tersebut bergerak
menuju suatu tujuan, atau bergerak menjauh dari situasi yang tidak
menyenangkan.
Motivasi memiliki penekanan pada tujuan (goals). Tujuan
yang telah kita tetapkan dan alasan yang kita miliki untuk mengejar tujuan
tersebut akan menetapkan pencapaian (prestasi) yang kita dapatkan, meskipun
tidak semua tujuan akan menuntun kita pada prestasi yang nyata. Tujuan dapat
meningkatkan motivasi apabila kondisi berikut ini:
ü Tujuan
bersifat spesifik. Tujuan yang tidak jelas, seperti “melakukan yang
terbaik”, bukalah tujuan yang efektif, tujuan ini bahkan tidak berbeda
dengan tidak memiliki tujuan sama sekali. Kita perlu lebih spesifik menentukan
tujuan, termasuk menentukan waktu pengerjaan.
ü Tujuan
harus menantang, namun dapat dicapai. Kita cenderung bekerja keras
untuk mencapai tujuan yang sulit namun realistis. Semakin tinggi dan semakin
sulit suatu tujuan maka semakin tinggi juga tingkat motivasi dan kinerja kita,
kecuali kita memilih suatu tujuan yang mustahil dicapai.
ü Tujuan
kita dibatasi pada mendapatkan apa yang kita inginkan, bukannya apa yang tidak
kita inginkan. Tujuan mendekat (approach goal) merupakan penglaman
positif yang kita harapkan secara langsung, seperti mendapatkan nilai yang
lebih baik atau mempelajari cara menyelam dilaut. Tujuan menghindar (avoidance
goal) melibatkan usaha menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan,
seperti berusaha tidak mempermalukan diri sendiri.
Mendefiniskan
tujuan yang kita miliki akan semakin mendekatkan kita dengan keberhasilan.
Namun apa yang terjadi bila kita menemukan rintangan? Beberapa orang akan
menyerah saat menghadapi kesulitan atau mundur, sedangkan beberapa orang
lainnya justru termotivasi saat menghadapi tantangan. Sebuah pertanyaan
penelitian: Factor apakah yang dapat memprediksi bahwa bakat, ambisi, dan IQ
dapat memprediksi orang akan terus berusaha atau akan menyerah? Pendapat
umumnya menyatakan bahwa eksistensi motivasi bersifat dikotomi (seseorang
memiliki motivasi atau sebaliknya tidak memiliki motivasi, tidak ada motivasi
antar keduanya). Hal lain yang mempengaruhi kekuatan motivasi seorang adalah
jenis sasaran yang akan diusahakan (apakah untuk menunjukkan kemampuan atau
untuk mendapatkan kepuasan dari proses tersebut).
Proses
Kognitif
Proses
kognitif areanya sangat luas (proses berpikir, intelegensi, pengetahuan umum
dan lain-lain). Disini kita hanya akan membahas antara intelegensi dan emosi.
Intelegensi emosional adalah suatu kemampuan mengidentifikasi emosi yang
dialami oleh diri sendiri dan orang lain dengan akurat, kemampuan
mengekspresikan emosi dengan tepat, dan kemampuan mengatur emosi pada diri
sendiri dan orang lain. Orang yang memiliki intelegensi emosional (EQ) yang
tinggi mampu menggunakan emosi mereka untuk meningkatkan motivasi mereka,
menstimulasi pemikiran yang kreatif, dan mengembangkan empati terhadap orang
lain. Orang-orang yang memiliki intelegensi emosi yang kurang baik akan
mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi emosi pada diri mereka sendiri.
Beberapa
orang memiliki argumen bahwa intelegensi emosional bukanlah kemampuan kognitif
yang spesial, melainkan kumpulan karakteristik-karakteristik kepribadian,
seperti empati dan ekstroversi. Terlepas dari kontroversi yang ada,
pengembangan konsep intelegensi merupakan sesuatu yang sangat berguna bagi kita
semua. Pengembangan tersebut memaksa kita berpikir kritis mengenai makna
intelegensi dan memaksa kita mempertimbangkan beragam jenis “intelegensi” yang membantu kita dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Pendekatan kognitif juga membantu penyusuran berbagai strategi
pembelajaran anak-anak yang mampu secara efektif meningkatkan kemampuan anak
dalam membaca, menulis, mengerjakan pekerjaan rumah dan menjalani ujian.
Sebagai contoh, anak-anak diajari menggunakan waktu dengan bijak sehingga tidak
menunda-nunda dan mampu membedakan persiapan untuk ujian pilihan ganda dengan
ujian essai. Yang paling penting, berbagai pendekatan baru dalam menjelaskan
intelegensi telah menghapus set mental yang keliru, yang menganggap intelegensi
yang diukur oleh tes IQ satu-satunya variabel yang menentukan berhasil atau tidaknya
seseorang dalam kehidupannya.
Hubungan
Emosi, Motivasi dan Proses Kognitif
Berbagai
temuan yang mengindikasikan adanya pengaruh-pengaruh keadaan emosi seseorang
terhadap aktivitas kognisi dapat dilihat dalam beberapa pendekatan teoritis.
Khusus pendekatan arousal, disini membahas tentang emosi, motivasi dan
pengaruhnya terhadap proses kognitif yang sedang berlangsung.
A.
Network Theory (teori jaringan kerja)
Teori
ini dikembangkan oleh Gordon Bower dkk (1980). Teori ini didasarkan atas asumsi
bahwa emosi-emosi disimpan sebagai node-node atau komponen-komponen di dalam
ingatan semantik. Setiap emosi yang menonjol seperti gembira, murung (depresi),
atau ketakutan, memiliki komponen atau unit khusus di dalam ingatan yang
terkumpul bersama-sama dengan banyak emosi yang lain seperti jaringan.
Masing-masing unit emosi tersebut juga dihubungkan oleh proposisi yang
menggambarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika seseorang sedang
mengalami emosi itu. Node-node emosi ini dapat diaktifkan kembali oleh berbagai
stimulus, misalnya simbol-simbol bahasa atau objek-objek fisik.
Contoh:
kenangan indah yang pernah dialami pada waktu masih muda, dapat dimunculkan
kembali dari ingatan seseorang ketika mendengarkan lagu-lagu atau kenangan masa
lalu.
B.
Schema Theory (Tori Skema)
Teori
ini berpandangan bahwa orang-orang yang memiliki emosi atau suasana hati
tertentu memiliki suatu bungkai kerja yang digeneralisasikan yang disebut skema
yang serupa dengan suasana hati tersebut. Jadi, orang yang sedang mengalami
kesedihan akan memiliki skema sedih dan menggunakannya untuk mengorganisasikan
informasi.
Teori
skema secara konseptual hampir serupa dengan teori network, karena keduanya mendasarkan
pandangan pada struktur pengetahuan(knowledge structures) yang
berupa suatu jaringan atau skema di dalam system kognitif manusia. Perbedaan
yang menonjol antara kedua teori ini adalah:
ü
Teori network berpijak pada asumsi bahwa suatu unit emosi
dapat diaktifkan kembali dari jaringan seseorang, sementara teori skema
menggunakan asumsi berupa pemberlakuan kerangka kerja yang disebut skema
terhadap informasi yang baru atau di kemudian.
ü
Teori network lebih terkenal daripada teori skema. Namun, dewasa
ini teori skema mengalami perkembangan dan kemajuan, sehingga sekarang para
ahli psikologi juga mulai banyak menggunakan teori skema untuk menjelaskan
berbagai fenomena kognitif manusia.
C. Resource
Allocation or Capasity Model (Teori Alokasi Sumber kapasitas)
Teori
ini dikembangkan secara luas oleh Henry Ellis dkk (sejak pertengahan tahun
1980-an). Ide dasar dari teori ini adalah pemberian jatah kapasitas perhatian
terhadap suatu tugas yang cocok. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan:
ü
Peranan keadaan emosional dalam mengatur jumlah kapasitas yang diperuntukkan
bagi beberapa tugas kognitif.
ü
Permintaan atau tuntutan tugas-tugas itu sendiri terhadap pemrosesan kapasitas.
Model
ini diambil dari konsep tentang alokasi terhadap sumber-sumber kapasitas yang
merupakan bagian dari teori kapasitas yang merupakan bagian dari teori
kapasitas umum untuk menerangkan fenomena perhatian(attention). Teori
ini berasumsi bahwa terdapat keterbatasan sumber kapasitas perhatian yang dapat
dialokasikan oleh seseorang kepada setiap tugas yang dikerjakan.
D.
Teori Arousal
Arousal
adalah keadaan emosi seseorang yang berkaitan dengan gairah, nafsu, semangat,
termotivasi, atau kebangkitan. Jadi arousal dapat bergerak dari keadaan yang
penuh semangat, gairah, atau kebangkitan, sampai pada keadaan sebaliknya yakni
tidak bersemangat, tidak bergairah sama sekali, atau malas. Emosi-emosi seperti
ini sangat memepengaruhi kinerja seseorang menyelesaikan tugas-tugas kognitif
misalnya mengingat, belajar, membuat keputusan dan memecahkan masalah.
Yerkes
& Dodson telah menguji hubungan antara arousal dengan kinerja seseorang
dalam suatu tugas. Dia berasumsi bahwa:
a.
Hubungan antara tingkat tekanan, semangat, atau keadaan termotivasi dengan
kinerja dalam tugas adalahberbentuk kurva “U” terbalik. Kinerja optimal dapat
terjadi apabila semangat (arousal) berada pada tingkat yang sedang atau
moderat.
b.
tinggi
Tingkat
optimal dari semangat atau gairah berhubungan secara terbalik dengan tingkat
kesulitan tugas.
Kinerja
Buruk
Tinggi
Rendah
Tingkat
Arousal
Apabila
seseorang berada pada tingkat arousal atau semangat yang sangat tinggi, atau
sebaliknya sangat rendah, ia cendeerung menunjukkan kinerja yang kurang
efektif. Alasannya adalah:
ü
Kinerja buruk pada semangat tingkat rendah disebabkan karena banyak isyarat
yang tidak relevan pada tugas pada saat itu muncul dalam pikiran seseorang.
ü
Kinerja buruk pada semangat tingkat tinggi disebabkan karena beberapa isyarat
yang relevan dengan tugas pada saat itu diabaikan.
Kognisi
manusia tidak selalu bersifat rasional karena melibatkan banyak bias dalam
persepsi dan dalam ingatan manusia. Sebaliknya, emosi juga tidak selalu
bersifat rasional, emosi dapat menyatukan manusia, mengatur jalannya sebuah
hubungan dan memotivasi orang dalam mencapai suatu sasaran. Tanpa kemampuan
merasakan emosi, manusia akan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan
atau dalam merencanakan masa depannya.
Beberapa
contoh pengaruh emosi dan proses kognitif adalah:
o Suasana
hati dan pemilihan informasi
Gagasan
mengenai pengaruh suasana hati terhadap pemilihan informasi disebut mood
conqruence effect. Pengaruh yang menunjuk pada penemuan bahwa orang-orang
lebih cenderung mengingat informasi yang sesuai atau sama seperti keadaan
suasana hati yang sedang dialami pada waktu mereka mempelajari suatu materi
atau memproses informasi.
o Suasana
hati dan mengingat kembali
Efek
ketergantungan terhadap suasana hati muncul apabila materi dalam suasana hati
tertentu diingat kembali dengan baik apabila seseorang diuji dalam suasana hati
yang serupa dengan ketika ia mempelajari atau menerima informasi tersebut.
o Suasana
hati dan proses transformasi informasi
Transformasi
informasi dikenal sebagai incoding, ialah informasi disimpan
didalam gudang ingatan setelah informasi itu diterima melalui alat indera (sensory).
o Suasana
hati dan ketepatan menilai hubungan
Jika
pada beberapa proses kognisi yang lain orang melihat pengaruh dari keadaan
emosi sedih seperti depresi dan stres lebih bersifat merusak atau mengganggu
dari pada menguntungkan. Tapi ini dapat terjadi sebaliknya.
o Suasana
hati dan penggalian informasi
Ada
dua kemungkinan, dimana suasana hati akan mempengaruhi proses penggalian
informasi, menguntungkan atau merugikan.
o Suasana
hati dan proses berusaha
Pengaruh
ini sangat bergantung pada jenis tugas yang diberikan kepada seseorang.
o Kecemasan
dan kinerja
Banyak
penelitian menunjukkan bahwa kecemasan memiliki pengaruh negatif yang berkibat
menurunkan pengaruh negatif yang berakibat menurunkan kapasitas kognitif
seseorang dalam mengerjakan tugas-tugas yang lebih sukar atau konplek.
o Emosi
dan kesaksian
Banyak
dijumpai bahwa, keadaan stres atau cemas dapat menyebabkan ingatan seseorang
terganggu. Stres berat dapat mengurangi ketepatan pemberian kesaksian oleh
seorang saksi mata ketika berada di ruang pengadilan.
o Suasana
hati dan atribusi
Susana
hati yang baik atau buruk dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dari
kinerja. Dari hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa suasana hati
mempunyai pengaruh yang bersifat moderat terhadap atribusi yang dilakukan
seseorang.
o Suasana
hati dan pemecahan masalah secara kreatif
Secara
umum dapat dikatakan bahwa suasana hti positif lebih meningkatkan perilaku
kreatif daripada suasana hati yang netral, sedangkan suasana hati yang negatif
cenderung menurunkan perilaku kreatif.
o
Suasana hati dan pembuatan keputusan
Proses
pembuatan keputusan dapat dipeengaruhioleh faktor afeksi. Faktor afeksi yang
sering dijadikan variabel penelitian adalah suasana hati (mood),
misalnya sedih, marah atau cemas atau sebaliknya bahagia atau senang.
Daftar
Pustaka
Suharnan,
MS. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi
Sternberg,
Robrt J. 2008. Psikologi Kognitif. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Peelajar
Chaplin
J.P. 1981. Kamus Lengkap PSIKOLOGI. Terjemah. Jakarta: Rajawali Press.
Goleman,
Daniel. 2009. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Carole
Wide & Carole Tavris. 2007. Psikologi Umum. Edisi Kesembilan. Jilid 1 &
2. Jakarta: Erlangga
Kecemasan (anxiety) adalah
perasaan takut dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus
anxiety tersebut (Lihat kamus lengkap psikologi, oleh J.P. Chaplin).
Aorusal: Pembangkitan/fungsi
pembangkitan; keadaan umum kesiapan cortical (kesiagaan, kewaspadaan penajaman
perhatian). J.P Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi.
Motivasi
berdasarkan sumber pengaktifannya dibagi menjadi motivasi
intrinsic (suatu keinginan untuk melakukan suatu aktivitas atu meraih
pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan yang didapat dari
melakukan aktivitas tersebut) dan motivasi ekstrinsik(keinginan
untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal).
Intelegensi
menurut Garder dibagi menjadi: Keserdasan matematika logika, Kecerdasan
bahasa, Kecerdasan musical, Kecerdsan visual spatial, Keecerdasan kinestetik,
Kecerdasan intrpersonal, Kecerdasan intrapersonal, Kecerdasan natural.
No comments:
Post a Comment