Sunday, May 21, 2017

4 Teori Komunikasi Sosial Pembangunan


Pembangunan adalah suatu jenis perubahan sosial dimana ide-ide baru diperkenalkan kepada suatu sistem untuk menghasilkan pendapatan perkapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih modern dan organisasi sosial yang lebih baik. Pembangunan adalah modernisasi pada tingkat sistem sosial. (Rogers and Shoemakers).

Komunikasi pembangunan sendiri merupakan usaha pemilihan strategi dan model komunikasi yang memungkinkan terjadinya perubahan dalam rangka pembangunan. Dengan tujuan untuk menyampaikan, mengkaji dan menjelaskan tentang suatu isu, ide atau gagasan aktual yang berkaitan dengan perubahan, menuju pembangunan masyarakat.

Berikut beberapa teori komunikasi yang dapat digunakan dalam komunikasi sosial pembangunan:

1. Teori Disonansi Kognitif
 (dalam teori komunikasi interpersonal)
 Disonansi Kognitif adalah perasaan yang tidak seimbang atau merupakan perasaan tidak nyaman yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran dan perilaku tidak konsisten dimana memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu.

Contoh: Seorang remaja memiliki banyak hal yang dituntut untuk perubahan, tetapi dia tidak memiliki hal-hal ataupun berusaha melakukan tindakan untuk mewujudkan perubahan tersebut. Karena hanya berangan saja, akhirnya remaja tersebut menjadi tidak peduli dengan perubahan yang ia impikan.


Dalam teori komunikasi sosial:
2. Teori Keseimbangan

Teori Keseimbangan  berkenaan dengan cara seseorang menata sikap terhadap orang atau benda dalam hubungannya satu sama lain di dalam struktur kognitifnya sendiri. Heider mengemukakan tentang keadaan yang tidak seimbang menimbulkan ketegangan dan membangkitkan tekanan-tekanan untuk memulihkan keseimbangan. Dia mengatakan bahwa “Konsep keadaan seimbang menunjukkan sebuah situasi yang di dalamnya unit-unit yang ada dan sentimen-sentimen yang dialami “hidup” berdampingan tanpa tekanan.

Contoh: Dua orang sahabat sedang berdebat akan pergi kemana mereka untuk malam minggu. Dalam perdebatan tersebut, untuk menghindar konflik salah seorang akan menuruti kemauan sahabatnya atau membujuk sahabatnya agar satu tujuan dengannya untuk mencapai keseimbangan atau satu kemauan bersama yang disetujui kedua belah pihak tanpa berkeberatan.

3. Teori Perbandingan Sosial
Teori ini merupakan teori yang mengemukakan bahwa tindakan komunikasi dalam komunikasi kelompok berlangsung karena adanya kebutuhan-kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap,pendapat serta kemampuannya dengan individu-individu lainnya. Tekanan seseorang untuk berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami peningkatan. Jika muncul ketidaksetujuan yang berkaitan dengan suatu kejadian atau peristiwa kalau tingkat pentingnya peristiwa tersebut meningkat dan apabila hubungan dalam kelompok juga menunjukan peningkatan. Selain itu,setelah suatu keputusan kelompok dibuat, para anggota kelompok akan saling berkomunikasi untuk mendapatkan informasi yang mendukung atau membuat individu-individu dalam kelompok lebih merasa senang dengan keputusan yang dibuat tersebut.

Teori perbandingan sosial ini diupayakan untuk dapat menjelaskan bagaimana tindakan komunikasi dari para anggota kelompok mengalami peningkatan atau penurunan.

Contoh:
 Dalam suatu kelompok pasti pernah terjadi ketidak sesuaian pendapat,sikap antar anggota. Untuk menghindari ketegangan dalam kelompok,maka para anggota kelompok akan berkomunikasi satu sama lain untuk menentukan keputusan yang tepat bagi kelompoknya. Tapi, bagi yang menolak dia akan berpikir untuk tidak egois dan menyepakati keputusan yang telah di buat.

4. Teori Kategori Sosial (dalam teori komunikasi massa)

Teori kategori sosial beranggapan bahwa terdapat kategori sosial yang luas dalam masyarakat kota industri yang kurang lebih memiliki prilaku sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Kategori sosial tersebut di dasarkan pada usia, jenis kelamin, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, tempat tinggal (desa atau kota) ataupun agama.
Asumsi dasar dari teori kategori sosial adalah teori sosiologis yang berhubungan dengan kemajemukan masyarakat modern, dimana dinyatakan bahwa masyarakat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang sama akan membentuk sikap yang sama dalam menghadapi rangsangan tertentu. Persamaan dalam orientasi serta sikap akan berpengaruh pula terhadap tanggapan mereka dalam menerima pesan komunikasi. Masyarakat yang memiliki orientasi sama, lebih kurang akan memilih isi komunikasi yang sama dan akan menanggapi isi komunikasi tersebut dengan cara yang sama.


Contoh:
 Orang Padang, Medan, Jawa Tengah, dll berdomisili di Jakarta. Mereka berkumpul membentuk suatu penduduk sehingga banyak perpaduan budaya. Akan tetapi lama kelamaan mereka akan membentuk suatu budaya, norma sehingga mereka menjadi suatu kesatuan.

Dedinisi Sosialisasi Menurut Ahli dan Bukunya



Macionis (1997: 123) menyebut sosialisasi sebagai pengalaman sosial sepanjang hidup yang memungkinkan seseorang mengembangkan potensi kemanusiaannya dan mempelajari pola-pola kebudayaan.
Horton & Hunt (1987: 89) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses di mana seseorang menginternalisasikan norma-norma kelompok tempat ia hidup, sehingga berkembang menjadi satu pribadi yang unik.
Giddens (1994: 60) menjelaskan sosialisasi sebagai sebuah proses yang terjadi ketika seorang bayi yang lemah berkembang secara aktif melalui tahap demi tahap sampai akhirnya menjadi pribadi yang sadar akan dirinya sendiri, pribadi yang berpengetahuan, dan terampil akan cara hidup dalam kebudayaan tempat ia tinggal.
Ritcher Jr (1987: 139) berpendapat bahwa sosialisasi adalah proses seseorang memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukannya agar dapat berfungsi sebagai orang dewasa dan sekaligus sebagai pemeran aktif dalam satu kedudukan atau peranan tertentu di masyarakatnya.
Stewart (1985: 93) menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses orang memperoleh kepercayaan, sikap, nilai, dan kebiasaan dalam kebudayaannya.
Broom & Selznic (1961: 79) menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses membangun atau menanamkan nilai-nilai kelompok pada diri seseorang.

Dari pengertian-pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwaSosialisasi adalah proses yang memungkinkan seseorang belajar tentang sikap-sikap, nilai-nilai, dan tindakan-tindakan yang dianggap tepat oleh satu masyarakat atau oleh satu kebudayaan tertentu.

HUBUNGAN BAHASA DAN BUDAYA


Chaer (2003:30) menyebutkan bahwa bahasa adalah alat verbal untuk komunikasi. Sebelumnya (1994), ia menegaskan bahwa bahasa sebagai “suatu lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasi diri”. Chaer mengemukakan definisi bahasa itu berdasarkan pandangan Barber (1964:21), Wardhaugh (1997:3), Trager (1949:18), de Saussure (1996:16), dan Bolinger (1975:15), yang kemudian, Badudu (1989:3) dan Keraf (1984:16) juga sepakat bahwa bahasa adalah alat komunikasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III (2005:88) disebutkan bahwa:
  1. bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota satu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri;
  2. bahasa merupakan percapakan (perkataan) yang baik.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Brown dan Yule (1983: 1) yang menyatakan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi. Lebih dari itu, kedua pakar linguistik ini menyebutkan dalam penggunaannya bahasa (language in use) merupakan bagian dari pesan dalam komunikasi. Dalam bahasa Brown dan Yule, hal ini disebut dengan istilah ‘transaksional’ dan ‘interpersonal’. Artinya, ada kebiasaan dan kebudayaan dalam menggunakan bahasa sebagai media/alat berkomunikasi.
Budaya adalah pikiran, akal budi, yang di dalamnya juga termasuk adat istiadat (KBBI, 2005:169). Dengan demikian, budaya dapat diartikan sebagai sesuatu yang dihasilkan dari pikiran atau pemikiran. Maka tatkala ada ahli menyebutkan bahwa bahasa dan pikiran memiliki hubungan timbal-balik dapat dipahami bahwa pikiran di sini dimaksudkan sebagai sebuah perwujudan kebudayaan.
Setelah para ahli sepakat menyataka bahwa bahasa adalah “alat” dalam berkomunikasi, sebagai alat tentunya ada yang menggunakan alat tersebut sehingga ia dapat dimanfaatkan (sebagai komunikasi). Dalam hal ini pengguna atau pemanfaat bahasa adalah manusia (terlepas kajian ada tidaknya bahasa juga digunakan oleh hewan) yang selanjutnya disebut sebagai penutur. Orang atau manusia yang mendengar atau yang menjadi lawan pentur disebut dengan “lawan tutur” atau “pendengar” atau “lawan bicara”. Dalam interaksi antara penutur dan lawan tutur inilah timbul beberapa perilaku berdasarkan pemikiran masing-masing sehingga lahirlah kebiasaan atau budaya. Budaya dan kebiasaan ini akan berbeda tergantung siapa dan di mana bahasa atau pengguna bahasa itu berada.
Dalam interaksi sosial, kita tidak jarang menemukan bahwa apa yang kita ucapkan atau kita sampaikan kepada lawan bicara tidak bisa dipahami dengan baik. Kegagalan memahami pesan ini disebabkan beberapa faktor, antara lain: beda usia, beda pendidikan, beda pengetahuan, dan lain-lain. Selain itu, faktor budaya juga berhubungan dengan bahasa. Kata “Kamu” dan “Kau” misalnya, diucapkan berbeda dalam konteks budaya berbeda. Sebutan “Bapak” di negara yang menggunakan bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris tidak cenderung digunakan. Masyarakat penutur bahasa Inggris akan langsung menggunakan sebutan nama diri/nama orang kepada lawan bicara yang lebih tua sekalipun. Hal yang wajar bagi masyarakat penutur bahasa Inggris ini tentu saja tabu jika dipakai oleh penutur bahasa Melayu atau Indonesia. Bahkan, akan lebih tabu lagi jika dipakai dalam masyarakat Aceh yang terkenal kental adat istiadatnya dalam menghormati orang lebih tua. Contoh lainnya dalam bahasa Inggris adalah kata “mati”. Bahasa Indonesia memiliki beberapa kata yang memiliki makna yang sama dengan maksud kata “mati” misalmampus, meninggal dunia, punah, mangkat, wafat, tewas, lenyap, dsb., sedangkan dalam bahasa Inggris hanya ada dua kata saja, yaitu die danpass away.
Pemilihan kata-kata yang sesuai untuk kepentingan interaksi sosial sangat tergantuk pada budaya tempat bahasa itu digunakan. Ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Sumarjan & Partana (2002: 20) bahwa bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk budaya, bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan itu. Sebagai produk sosial atau budaya tertentu, bahasa merupakan wadah aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat, wadah penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu. Bahasa bisa dianggap sebagai cermin zamannya. Artinya, bahasa itu dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat, tergantung kultur daerah yang bersangkutan.
Bahasa sebagai hasil budaya atau kultur mengandung nilai-nilai masyarakat penuturnya. Dalam bahasa Bali misalnya, terdapat ungkapan berbunyi Da ngaden awak bisa ‘jangan menganggap diri ini mampu’ mengandung nilai ajaran agar orang jangan merasa mampu; yang kira-kira senada dengan ungkapan dalam bahasa Jawa, rumongso biso, nanginging ora biso rumongso ‘merasa mampu, tetapi tidak mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain’. Dalam bahasa Aceh pun ada ungkapan ubiet takalon geuhön tatijik ‘kecil kita lihat, (tapi) berat dijinjing. Bahasa-bahasa (ungkapan) tersebut memiliki ciri khas budaya masing-masing penuturnya yang tak pula terlepas dari konteks.
Penelitian Dede Oetomo pada tahun 1987 (Sumarsono dan Partana, 2002:336) menyebutkan bahwa bahasa juga dapat mempengaruhi kelompok. Anggapan ini berdasarkan pengamatannya terhadap etnik Cina di Pasuruan dengan melihat tutur masyarakat Cina di sana sehari-hari. Ia berkesimpulan bahwa masyarakat Cina dapat dikelompokkan menjadiCina Totok dan Cina Pernakan. Ini menunjukkan bahwa bahasa itu dapat mencerminkan identitas kelompok.

Bahasa yang tidak dapat terlepas dari budaya juga dibuktikan oleh Blom dan Gumperz (Sumarsono dan Partana, 2002:338). Berdasarkan penelitiannya pada tahun 1972 terhadap sebuah guyup di Norwegia yang menggunakan dialek lokal dan ragam regional bokmal (satu dari dua ragam baku bahasa Norwegia) terbukti bahwa masyarakat pengguna dialek masing-masing itu mengalami perbedaan penyampaian bahasa sebagai media komunikasi, terutama saat sampai pada di mana dan tujuan komunikatif apa mereka menggunakan bahasa tersebut. Ada bentuk-bentuk tertentu yang digunakan para penutur dari kedua dialek berbeda itu dalam menandai inferensi (simpulan) tak langsung terhadap komunikasinya, yang hanya dapat dipahami oleh penutur dari dialek tersebut.

Definisi Asimilasi Menurut Ahli dan Bukunya


Koentjaraningrat (1996:160)
Asimilasi adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif, sehingga sifat khas dari unsur – unsur kebudayaan golongan – golongan itu masing – masing berubah menjadi unsur – unsur kebudayaan campuran.

Milton M. Gordon, dalam bukunya, Human Nature, Class, and Ethnicity (1978), menyatakan sebagai berikut."Sociologist and cultural anthropologist have described the process and results of ethnic 'meeting' under such terms as 'assimilation' and 'accculturation'. Sometimes these terms have been used to mean the same thing; in order usages their meanings, rather than being identical, have overlapped. Sociologist are more likely to use 'assimilation'; anthropologist have favored 'acculturation'....."(Gordon, 1978:166).

Milton Gordon sendiri ketika mebicarakan persoalan asimilasi meletakkan akulturasi itu sebagai salah satu tipe atau tahapan dari asimilasi. Baginya, akulturasi adalah bagian dari proses asimilasi yang berkaitan dengan langkah perubahan pola-pola kebudayaan suatu kelompok untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat tuan rumah (change of cultural patterns to those of host society).
Sebaliknya menurut Seymour-Smith, “Assimilation (is) one of the outcomes of the acculturation process.." “ asimilasi adalah salah satu hasil dari proses akulturasi.

"(Assimilation) is a process of interpenetration and fusion in which persons and groups acquires the memories, sentiment, and attitudes of other persons or groups, and by sharing their experience and history, are incorporated with them in a cultural life" (Ogburn and Nimkoff, 1964). Yang artinya Asimilasi) adalah suatu proses masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya dan peleburan di mana individu atau kelompok - kelompok memperoleh memori, perasaan, dan sikap dari yang lain dari kelompok masyarakat lain, dan dengan berbagi sejarah dan pengalaman mereka, disatukan dalam kehidupan budaya mereka.


"Assimilation (is) absorption of a group into the ways of the dominant society and the group general loss of cultural distinctiveness as a result" (Garbarino, 1983). Yang artinya Asimilasi adalah penyerapan suatu kelompok ke dalam cara hidup masyarakat yang dominan dan hasilnya kelompok tersebut menghilangkan/meninggalkan budayanya sendiri.

Definisi Multikulturalisme Menurut Para Ahli dan Bukunya


Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Pengertian multikulturalisme menurut beberapa ahli:

  • “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
  • Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
  • Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174).
  • Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).
  • Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).

Definisi Adaptasi Sosial Menurut Ahli dan Bukunya


Adaptasi sosial merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri dalam lingkungan sosial. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan. Penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, jadi dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan pribadi (Gerungan,1991). Menurut Suparlan, adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan.
Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Menurut Enung (dalam Nofiana, 2010:19) aspek-aspek penyesuaian diri antara lain:
  1. Penyesuaian Pribadi. Kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya.
  2. Penyesuaian Sosial. Mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman, atau masyarakat luas secara umum.
Adaptasi sosial merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri dalam lingkungan sosial. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan. Penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, jadi dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan pribadi (Gerungan,1991). Menurut Suparlan, adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan.
Dalam proses kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, individu tidak dapat begitu saja untuk melakukan tindakan yang dianggap sesuai dengan dirinya, karena individu tersebut mempunyai lingkungan diluar dirinya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Dan lingkungan ini mempunyai aturan dan norma-norma yang membatasi tingkah laku individu tersebut.
Penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik sering disebut dengan istilah adaptasi, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial disebut dengan adjustment. Adaptasi lebih bersifat fisik, dimana orang berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, karena hal ini lebih banyak berhubungan dengan diri orang tersebut. tingkah lakunya tidak saja harus menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan lingkungan sosialnya (adjustment).
Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yaitu:
  1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 
  2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. 
  3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 
  4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan. 
  5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan. 
  6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.
Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut, Aminuddin menjelaskan bahwa penyesuaian dilakukan dngan tujuan-tujuan tertentu (Aminuddin,2000:38), antara lain:

  1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 
  2. Menyalurkan ketegangan sosial. 
  3. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial. 
  4. Bertahan hidup.

Thursday, May 4, 2017

Fungsi Bisnis dan Macam-Macam Bisnis




Fungsi Bisnis
Tujuan bisnis yang utama memang mencari profit/laba semaksimal mungkin dengan segala sumber  daya yang ada. Sedangkan fungsi bisnis itu sendiri bisa dikatakan ada 4, yaitu :
  1. Form Utility, adalah fungsi produksi.
  2. Place Utility, adalah fungsi distribusi
  3. Possesive Utility, adalah fungsi penjualan
  4. Time Utility, adalah fungsi pemasaran atau marketing.
Dari ke empat fungsi tersebut memang tidak bisa saling untuk dilepaskan, karena semuanya saling mendukung satu sama lain. Misal, kamu bisa membuat sebuah produk yang luar biasa hebatnya tetapi dalam hal marketing kamu mlempem, maka kamu tidak akan bisa mendapatkan profit dari produk yang kamu buat.
Karena itulah, bisnis diperlukan lebih dari satu orang. Kenapa? Karena satu orang tidak bisa fokus pada 2 hal sekaligus, dan juga fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian.
Karena itulah, jika kamu jago marketing maka alangkah baiknya jika kamu merekrut orang yang mampu membuat produk yang bagus di pasar. Jika keduanya sanggup tersingkron dengan baik maka bisnis kamu akan mampu berjalan dengan maksimal.

Macam-macam Bisnis Menurut Kepemilikannya
Bisnispun juga ada macam-macamnya jika ditinjau dari kepemilikannya. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bisnis adalah usaha untuk mencapai profit baik sendiri ataupun dengan orang lain. Nah, ada 4 jenis bisnis menurut kepemilikannya, yaitu :
  1. Perusahaan yang dimiliki hanya seorang saja, artinya semua hal termasuk modal, pelakasanaanya ditanggung hanya satu orang semata. Bisnis ini biasa disebut dengan perusahaan perseorangan.
  2. Setingkat diatasnya adalah perusahaan persekutuan, artinya perusahaan dimiliki, didirikan, dan dilaksanakan secara bersama-sama minimal 2 orang.
  3. Ketiga adalah perusahaan perseroan atau biasa disebut dengan corporation artinya perusahaan tersebut memiliki dewan direksi, yang diawasi oleh direktur. Jika masih bingung perusahaan perseroan ini biasa kita ketemukan dengan embel-embel PT. nama perusahaan.
  4. Terakhir adalah koperasi, koperasi ialah badan usaha yang beranggotakan badan hukum koperasi/orang yang kegiatannya dilandaskan dengan prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Ide koperasi ini pertama kali dicetuskan oleh bapak Muhammad Hatta, sehingga beliau disebut sebagai bapak koperasi Indonesia.

Macam-macam bisnis menurut aktivitasnya
Seperti pengertiannya, bisnis itu berasal dari kata busy artinya sibuk, kalau sibuk pasti ada aktivitas yang dikerjakannya.Menurut aktivitasnya binis sendiri juga masih dibagi lagi menjadi 5 bagian, yaitu :
  1. Bisnis yang aktivitasnya berupa pengolahan barang real/non jasa/barang fisik. Bisnis model ini biasa disebut dengan bisnis manufaktur. Contoh bisnis manufaktur adalah bisnis properti, pembuatan tempe, tahu, dll. Intinya yang memproduksi barang yang nyata.
  2. Yang kedua adalah bisnis yang menawarkan benda non-real yang biasa disebtu bisnis jasa. Bisnis jasa ini juga tak kalah profitnya dengan barang real, contoh jasa yang biasa dilakukan adalah jasa konsultan bisnis, jasa les privat, tukang cukur rambut, dll.
  3. Ketiga adalah distributor dan pengecer, kalau manufaktur bisa dikatakan produsennya, dan produk yang dihasilkan tersebut harus sampai ditangan konsumen. Nah, disinilah fungsi distributor serta pengecer yang bertugas untuk mendistribusikan barang kepada konsumen secara langsung. Contohnya adalah warung waralaba (indomaret, alfamart), warung kelontong, dll.
  4. Bisnis produksi bahan mentah atau bisnis pertambangan serta pertanian, artinya memproduksi barang-barang mentah yang ada di alam untuk diolah menjadi barang produk yang layak jual. Seperti minyak bumi, batu bara, dll.
  5. Bisnis utilitas, bisnis ini mirip dengan jasa tetapi secara luas untuk publik. Misalkan PLN yang menjual listrik, PDAM yang menjual air. Biasanya ini didanai oleh pemerintah.
  6. Terakhir adalah bisnis transportasi, kita bisa mendapatkan keuntungan dengan mengantarkan individu/barang ke lokasi lain. Misalnya jasa travel, agen pengiriman seperti JNE, TIKI, POS Indonesia, dll.


Pengertian Bisnis Menurut Pakar. Terbaru


Pengertian Bisnis 
bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa inggris (business), dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Namun definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.

Pengertian Bisnis menurut Plowman 
merupakan serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan pembelian ataupun penjualan barang dan jasa yang dilakukan secara berulang-ulang. Menurut paterson dan plowman, penjualan jasa ataupun barang yang hanya terjadi satu kali saja bukanlah merupakan pengertian bisnis.

Pengertian Bisnis menurut Owen 
adalah suatu perusahaan yang berhubungan dengan distribusi dan produksi barang-barang yang nantinya dijual ke pasaran ataupun memberikan harga yang sesuai pada setiap jasanya.

Pengertian Bisnis menurut Hunt & Urwick
 ialah segala perusahaan apapun yang membuat, mendistribusikan ataupun menyediakan berbagai barang ataupun jasa yang dibutuhkan oleh anggota masyarakat lainnya serta bersedia dan mampu dalam membeli atau membayarnya.
Perusahaan perseorangan
Persekutuan
Perseroan
Koperasi
Pengertian Bisnis menurut L.R Dicksee yaitu suatu bentuk dari aktivitas yang utamanya bertujuan dalam memperoleh keuntungan bagi yang mengusahakan atau yang berkepentingan di dalam terjadinya aktivitas tersebut.
Bentuk kepemilikan bisnis
Meskipun bentuk kepemilikan bisnis berbeda-beda pada setiap negara, ada beberapa bentuk yang dianggap umum:
Perusahaan Perseorangan adalah bisnis yang kepemilikannya dipegang oleh satu orang. Pemilik perusahaan perseorangan memiliki tanggung jawab tak terbatas atas harta perusahaan.
Persekutuan adalah bentuk bisnis dimana dua orang atau lebih bekerja sama mengoperasikan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Sama seperti perusahaan perseorangan, setiap sekutu (anggota persekutuan) memiliki tanggung jawab tak terbatas atas harta perusahaan. Persekutuan dapat dikelompokkan menjadi persekutuan komanditer dan firma.
perseroan adalah bisnis yang kepemilikannya dipegang oleh beberapa orang dan diawasi oleh dewan direktur. Setiap pemilik memiliki tanggung jawab yang terbatas atas harta perusahaan.
koperasi adalah bisnis yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya. Karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain adalah anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.


Monday, May 1, 2017

MAKALAH PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DALAM SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Penyelenggaraan pelayanan public merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan public. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan public dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kondisi obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan public masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian, biaya yang terus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang kurang rsponsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan public secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan public yang prima.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia?
2.      Bagaimana Hubungan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia dengan Pelaksanaan pelayanan Publik di Indonesia?
3.      Bagaimana Pelaksanaan Sistem Administrasi Negara Indonesia dalam Pelayanan Publik di Indonesia (Permasalahan)?
4.      Apa saja solusi dalam mengatasi masalah-masalah pelaksanaan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia?

1.3  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat disimpulkan tujuan penulisannya adalah sebagai berikut:
1.      Untuk Mengetahui yang dimaksud dengan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia?
2.      Untuk Mengetahui Hubungan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia dengan Pelaksanaan pelayanan Publik di Indonesia?
3.      Untuk Mengetahui Pelaksanaan Sistem Administrasi Negara Indonesia dalam Pelayanan Publik di Indonesia (Permasalahan)?
4.      Untuk Mengetahui solusi dalam mengatasi masalah-masalah pelaksanaan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia?




BAB II
PEMBAHASAN


2.1     Pengertian Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
Sistem Administrasi Negara adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan dalam UUD 1945.
SANRI secara luas memiliki arti sistem penyelenggaraan Negara Indonesia menurut UUD 1945, yang merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan Negara dan bangsa dalam segala aspeknya, sedangkan dalam arti sempit SANRI adalah idiil pancasila, konstitusional UUD 1945, operasional RPMJ nasional serta kebijakan-kebijakan lainnya.

2.2 Hubungan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia dengan  Pelayanan Publik
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Maka dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, pelayanan public merupakan salah satu.
Pelayanan public menurut Sinambela (2005:5) adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terlihat pada suatu produk secara fisik.
The social administrator is confronted by innumerable blocks, by countless limits, and by negative attitudes. The ability to perform well and wisely, to steer the social agency constructively for humane purposes, is best acquired by professional social work education and experience, combined with powerful identification with social work values and ethics. The ability to pull it all together is to be sought in the professional social worker rather than in the professional administrator.
Definitions and Functions
A basic definition of administration is, “the universal process of efficiently getting activities completed with and through other people.” The process of administration includes such activities as leading, planning, organizing, staffing, financing, coordinating, and evaluating. In any week’s schedule an executive director may engage in some or all of these activities :
1.      Meeting with administrative staff to review organizational goals, quality of services, activities of staff, and/or policies relating to services.
2.      Reviewing financial reports and checking out with financial officer the state of the budget.
3.      Meeting with board president and executive committee (private agency with this structure) to inform them re progress of agency toward goals, need to establish long-range planning committee to reassess agency goals and services and community needs.
4.      Meet with agency personnel committee (consisting of agency board members and representatives of staff) to discuss need for changes in the compesantion plan.
5.      Meet with community council (consists of agency representatives, representatives of business, civic, labor, and religious organizations) for sharing of information about the community, its problems and services.
6.      Meet with agency public relations staff person and representatives of a television station to explore public information program on needs for foster family homes.
7.      Meet with national association of social workers program committee to plan a spring conference which would provide good staff development opportunities, as well as to stimulate improved social services in the region.
8.      Meet with supervisory staff within the agency to consider problems of internal communitication, also how to better coordinate services with other human service agencies in the community.

Definisi pelayanan public menurut Kepmen PAN nomor 25 tahun 2004 adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hubungan antara pelayanan public dan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia sangat berhubungan, dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia. Dan pelayanan public merupakan salah satu sistem administrasi Negara Indonesia , dan merupakan hal sangat berkaitan dan dimana administrasi disini mempunyai arti melayani , dan sistem administrasi Negara berarti pelayanan mengenai terselenggaranya suatu kenegaraan, maka dalam hal ini banyak sekali masalah-masalah mengenai sistem administrasi Negara , terutama dalam hal pelayanan publik.

2.3     Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia
Penyelenggaraan pelayanan public merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Kondisi obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan public masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian, biaya yang terus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, sikap petugas yang kurang responsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan public secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan public yang prima.
Dalam pelayanan public tentunya kita belajar mempelajari sistem administrasi public yang dimana, sebagai sistem, administrasi public terbentuk karena jalinan hubungan saling mempengaruhi antara administrasi public disatu pihak serta factor-faktor internal dan eksternal dilain pihak. Sistem administrasi public dibentuk dengan maksud untuk menanggulangi masalah-masalah administrasi public terutama dalam pelayanan public. Masalah yang dihadapi administrasi public adalah masalah-masalah yang dihadapi atau timbul terkait dengan usaha-usaha untuk merealisasikan kebutuhan masyarakat dan tujuan Negara.
Untuk memahami beberapa masalah yang sering menjadi keluhan public terkait pelayanan birokrasi pemerintahan oleh aparat, diantaranya:
1.      Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin
2.      Mencari berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan dokumen pendukung, keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis
3.      Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain
4.      Senantiasa memperlambat dengan menggunakan kata-kata “sedang diproses.”
Pembenahan sistem pelayanan aparatur sekarang ini harus menjadi prioritas, bagaimana pelayanan aparatur akan menentukan mati-hidupnya aktivitas public, karena mereka harus melalui perizinan dan peraturan-peraturan pemerintahan. Utamanya terkait kegiatan investasi.
Identifikasi ini adalah sedikit dari banyak masalah dalam birokrasi pemerintahan dewasa ini. Sebab selain masalah tersebut, juga persoalan birokrasi sangat terkait dengan persoalan kelembagaan karena juga turut menyumbang pada terciptanya kompleksitas dan kerumitan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat.
a)      Masalah dan Faktor Penyebab Buruknya Pelayanan Publik
Secara umum, kualitas pelayanan public di Indonesia belum memberikan kepuasan bagi masyarakat sebagai pengguna layanan. Andrinof Chaniago (2006) mengamati berbagai persoalan seputar pelayanan public di Indonesia. Hasil pengamatannya memperlihatkan berbagai persoalan tersebut diantaranya:
1.         Hanya sebagian kecil dari keseluruhan instansi yang wajib menyediakan pelayanan yang memiliki prosedur yang jelas.
2.         Banyak instansi penanggungjawab dan pemberi pelayanan yang tidak memiliki prosedur yang jelas dalam menyediakan pelayanan.
3.         Tidak banyaknya perubahan dalam waktu sekian tahun juga mengindikasikan tidak ada sistem monitoring, evaluasi, dan perencanaan yang baik yang dilakukan oleh instansi-instansi penanggungjawab dan penyedia pelayanan public.
Apabila dicermati antara tugas Negara yang tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan jelas tergambar bahwa Negara ini lahir untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya. Persoalan pelayanan public di Indonesia secara singkat dapat dikelompokkan kedalam 3 hal, yaitu :
1.    Paradigma pelayanan public dan mentalitas aparat
Aturan dan regulasi yang ada sebenarnya sudah meneguhkan tanggungjawab Negara dalam memberi pelayanan, namun ironisnya banyak ditemukan kasus yang menggambarkan buruknya pelayanan public di Indonesia. Selain itu, belum berubahnya sikap dan paradigma dari aparat pemerintah dalam pemberian pelayanan yang masih rules-driven atau berdasar perintah dan petunjuk atasan, namun bukan kepuasan masyarakat. Setiap aparat harusnya memahami esensi dari pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat.

2.        Kualitas pelayanan tidak memadai dan masih diskriminatif
Jaminan terhadap pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang tanpa diskriminasi belum diberikan dengan kualitas yang memadai. Selain itu, pelayanan public yang disediakan umumnya terbatas, misalnya jumlah, kualitas tenaga, fasilitas dan sarana tidak memadai dan tidak merata. Umumnya ini disebabkan oleh keterbatasan SDM serta alokasi anggaran yang kurang memadai dalam APBD. Disejumlah daerah, APBD lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan rutin dibandingkan kegiatan pembangunan.


3.        Belum ada regulasi yang memadai
Regulasi yang ada belum mampu meyakinkan bahwa kewajiban Negara semestinya diiringi dengan kemampuan member pelayanan yang terbaik kepada warganya. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam proses pemberian layanan belum optimal, meski terdapat perangkat yang dapat mendukung upaya itu.
Pengaturan tentang pentingnya pelayanan public mempunyai beberapa elemen penting yang harus terpenuhi dan wajib diciptakan atau disediakan oleh setiap factor dalam pelayanan public yang menunjukan perlunya pelayanan public yang menunjukan perlunya pelayanan public adil dan berkualitas, yaitu :
a.    Relasi tanggung jawab dan paradigma pelayanan publik bagi penerima layanan.
Pelayanan public yang adil dan berkualitas merupakan dambaan masyarakat dimana harus memenuhi standar minimum sesuai yang dirumuskan penyelenggara dan tidak bertentangan dengan kontrak layanan yang merupakan hukum bagi pemberi dan penerima layanan. Selain itu, pelayanan public juga harus adil, tidak hanya melayani orang yang “mampu membayar” saja tetapi juga orang lain yang tidak mampu membayar dan “kurang beruntung”. Karena pada prinsipnya, pelayanan public terutama pelayanan hak-hak dasar merupakan hak public di satu sisi dan kewajiban Negara di sisi lain.
b.    Kualitas Layanan bagi Pemberi layanan
            Memberikan pelayanan public yang adil dan berkualitas juga menjadi dambaan para pemberi layanan Karena akan menaikkan citra dan kapabilitasnya sebagai pemberi layanan. Buat mereka, aspek penting penilaina kinerja adalah kepuasan pelanggan atau warga penerima layanan. Kepuasan merupakan bentuk keberhasilan dari pemberian layanan.

c.    Buah Pelayanan Publik yang baik bagi Masyarakat
            Karena prinsip dari pelayanan hak-hak dasar adalah hak masyarakat dan kewajiban Negara, maka semua orang tanpa kecuali akan mendapatkan layanan tersebut. Ini tentu saja akan mengurangi kesenjangan social dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pelayanan yang adil member kesempatan setiap orang atau warga Negara untuk menikmati jenis pelayanan yang terbaik untuk perbaikan kehidupannya. Bila masyarakat telah mampu mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya, maka secara tidak langsung akan member kesempatan dalam peningkatan taraf hidupnya dimasa depan.

d.   Fator penyebab Pelayanan public yang buruk
            Pelayanan public yang tidak parsitisipatif dan akuntabel, tentu mengakibatkan buruknya pelayanan public. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil survei yang dilakukan oleh Yappika (2005). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Yappika tentang keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan pelayanan, mayoritas masyarakat menyatakan tidak dilibatkan. Bahkan di Makasar dan Bulukumba hampir 90% responden menyatakan tidak terlibat dalam proses penyusunan perbaikan pelayanan public. Kondisi fisik yang sering dikeluhkan oleh masyarakat adalah dinding yang rusak, atap yang bocor, keberhasilan tidak terjaga, fasilitas tidak terpenuhi. Sedangkan untuk besaran biaya pelayanan pelayanan kesehatan dan kependudukan standar biaya pelayanan seringkali tidak tercantum secara resmi dan berbeda-beda dari satu warga ke warga lain.
b)     Buramnya pelayanan publik selama ini dipengaruhi oleh berbagai macam factor :
1.         Kebijakan atau keputusan politik yang diambil oleh pemerintah.
Kebijakan yang diambil seringkali tidak memihak kepada kepentingan masyarakat,dan cenderung merugikan rakyat, para pengambil kebijakan lebih memikirkan kepentingan orang-orang terdekat serta golongan mereka. Seringkali kebijakan yang diambil tidak memberikan jaminan maupun perlindungan kepada rakyat. Tidak adanya undang-undang yang memberikan jaminan kepada rakyat yang dirugikan oleh Negara serta jaminan perlindungan rakyat melakukan pengaduan. Peraturan yang ada hanya mengatur kewajiban rakyat saja tanpa mencantumkan kewajiban Negara serta sanksinya bagi mereka yang lalai melaksanakan tugasnya. Pada saat pemberi pelayanan lalai atau gagal pada saat menjalankan tugas rakyat tidak berdaya untuk melakukan protes.
2.         Manajemen dari pelaksanaan pelayanan public.
Selama ini pelaksanaan pelayanan public lebih bersifat state oriented tidak public oriented. Dimana kepentingan Negara lebih menjadi prioritas, segala yang  menyangkut Negara akan mendapatkan porsi yang lebih dibandingkan dengan kepentingan masyarakat.
Manajemen pelayanan seringkali dirasakan lambat dan sangat birokratis. Hal tersebut dikarenakan aparatur pelaksana tidak bisa mengambil keputusan sendiri tanpa adanya persetujuan dari atasan mereka. Dalam birokrasi sendiri tingkat persaingan perbaikan pelayanan (kinerja) hampir tidak ada, hal tersebut disebabkan kenaikan pangkat tidak disesuaikan dengan prestasi kinerja birokrasi, kenaikan pangkat menjadi pilihan. Manajemen yang kurang baik bisa dilihat dari seringnya masyarakat kebingungan dalam mengurus pelayanan, seringkali mereka di pimpong (dipermainkan) kesana-kemari tanpa mereka ketahui prosedur yang berlaku. Hal tersebut dikarenakan pemerintah yang tidak melakukan sosialisasi prosedur pelayanan secara signifikan kepada pengguna layanan. Sehingga seringkali masyarakatyang akan mengurus sesuatu (pelayanan perijinan, kependudukan, kesehatan) harus bolak-balik ke kantor pelayanan, hal tersebut snagat tidak efisien. Padahal seharusnya model manajemen pelayanan public harus bertumpu pada pengguna jasa layanan, baik dari sisi perangkat organisasi, perangkat sistem layanan maupun kualitas SDM.

3.         Latar belakang kultur layanan
Kultur pelayanan yang berkembang masih feudal, pemberi layanan masih menggunakan kultur peninggalan nenek moyang yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi apabila diterapkan saat ini. Pada masa kerajaan rakyatlah yang mengabdi kepada kerajaan dengan memberikan upeti, melayani dan melakukan apa saja yang menjadi kehendak raja serta para pejabatnya. Pada jaman kerajaan birokrasi dibentuk untuk mempertahankan kekuasaan (meneruskan jaman kerajaan bahkan menguatkan). 

2.4 Penyelesaian Masalah Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia
Konsep pelayanan public yang diperkenalkan oleh David Obsorne dan Ted Gaebler dalam bukunya “Reiventing Geovernment” (1995). Intinya adalah pentingnya peningkatan pelayanan public oleh birokrasi pemerintah dengan cara memberi wewenang kepada pihak swasta lebih banyak berpastisipasi sebagai pengelola pelayanan public.
Dalam rangka perbaikan penerapan dan perbaikan sistem dalam kaitannya dengan pelaksanaan pelayanan public, obsorne menyimpulkan 10 prinsip yang disebut sebagai keputusan gaya baru. Salah satu prinsip penting dalam keputusannya adalah sudah saatnya pemerintah berorientasi pasar untuk itu diperlukan pendobrakan aturan agar lebih efektif dan efisien melalui pengendalian pasar itu sendiri.
Kesepuluh prinsip yang dimaksud Obsorne (1997), adalah sebagai berikut :
a)      Pemerintah kapitalis, mengarahkan ketimbang mengayuh
b)      Pemerintahan milik masyarakat, memberi  wewenang  ketimbang melayani
c)      Pemerintah yang kompetitif , menyuntikkan persaingan kedalam pemberian pelayanan
d)     Pemerintahan yang digalakkan oleh misi, mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
e)      Pemerintah yang berorientasi pada hasil, membiayai hasil, bukan masukan
f)       Pemerintahan berorientasi pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi
g)      Pemerintahan wirausaha, menghasilkan ketimbang mebelanjakan
h)      Pemerintah antisidatif, mencegah daripada mengobati
i)        Pemerintahan desentralisasi
j)        Pemerintahan birokrasi pasar, mendongkrak perubahan melalui pasar.

Untuk mengatasi permasalahan pelayanan public dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa permasalahan yang harus diperbaiki agar pelaksanaan pelayanan public berjalan dengan baik diantaranya adalah sebagai berikut :



1.      Pengembangan Kelembagaan Birokrasi Pemerintah
Penyelenggaraan pelayanan public merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan public. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan public dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kondisi obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan public masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, seperti diantaranya : Prosedur yang berbelit-belit, Tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian , Biaya yang terus dikeluarkan , Persyaratan yang tidak transparan, Sikap petugas yang kurang rsponsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah.
Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan public secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan public yang prima. Upaya perbaikan kualitas pelayanan public dilakukan melalui pembenahan sistem pelayanan public secara menyeluruh dan terintegrasi yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang.
Dalam penyelenggaraan pelayanan public dilakukan berdasarkan pada asas-asas umum kepemerintahan yang baik, meliputi kepastian hukum, transparan, daya tanggap, berkeadilan, efektif dan efisien, tanggung jawab, akuntabilitas, tidak menyalahgunakan kewenangan.
Untuk menyelenggarakan asas-asas umum kepemerintahan yang baik serta prinsip-prinsip pelayanan public diperlukan upaya pengembangan kelembagaan birokrasi pemerintah, SDM aparatur maupun kualitas proses penyelenggaraan pelayanan public.
Pembaharuan kelembagaan birokrasi pemerintah termasuk salah satu agenda reformasi birokrasi. Sebagaimana dinyatakan oleh prof. Dr. M. Ryaas Rasyid bahwa reformasi bermakna suatu langkah perubahan tanpa merusak atau perubahan seraya memelihara yang diprakarsai oleh mereka yang memimpin suatu sistem, karena sadar bahwa tanpa reformasi, sistem itu bisa ambruk (M. Ryaas Rasyid, 1998:10).

2.      Identitas Aparatur Pemerintah
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan public strategi yang selanjutnya adalah pembaharuan sikap dan karakter aparatur birokrasi pemerintah, yaitu melaksanakan pelayanan umum yang memuaskan pelanggan tanpa ada pembedaan (equality). Perlakuan yang tidak membedakan pelanggan tidak cukup, diperlukan adanya keadilan (equity) serta kejujuran atau keterbukaan (fairness) dalam pelayanan. Pelayanan yang memuaskan dipengaruhi oleh kompetensi aparatur birokrasi pemerintah. Untuk itu perlu adanya perubahan internal dilingkungan birokrasi pemerintah.
Setidaknya perubahan tingkah laku para pelaku birokrasi secara menyeluruh mulai dari yang tertinggi hingga yang paling rendah dalam struktur birokrasi menuju birokrasi pemerintah yang dicita-citakan sebagai langkah reformasi birokrasi pemerintah.
Produk layanan yang dibutuhkan oleh public tentu didasarkan pada public interst maupun public affairs dengan kualitas yang memuaskan atau tidak seadanya. Aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat berarti memiliki kewajiban memberikan pelayanan umum pada public yang pada dasarnya sangat kompleks dan multidimensional disamping sebagai abdi Negara.
Dalam pelaksanaan kewajiban memberikan pelayanan public ini, aparatur pemerintah dituntut adanya kepekaan terhadap kepentingan public dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas serta produk layanannya sesuai dengan tuntutan punblic.
Responsibilitas dalam pelayanan public dimaksudkan pada aparatur pemerintah senantiasa dalam pelaksanaan tugasnya bersumber pada adanya pengendalian dari luar, yaitu senantiasa melandaskan diri pada pertimbangan-pertimbangan ekonomis, efisiensi, dan efektivitas sebagai perwujudan responsibilitas obyektif. Disamping itu produk pelayanannya dapat memenuhi nilai-nilai etis dan kemanusiaan sebagai pengendalian subyektif yang bersumber dari subyektif individu aparatur , yaitu perlakuan yang adil terhadap pelanggan , perlakuan yang sama atas setiap pelanggan , dan jujur atau keterbukaan dalam pelayanan public sebagai perwujudan responsibilitas subyektif.
Dalam hubungan ini diperlukan perubahan sikap dan karakter aparatur birokrasi pemerintah secara mendasar sebagaimana telah menjadi agenda reformasi yang menuntut segera terselenggaranya kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintah yang bersih ( Clean Governement). Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih diperlukan pelaku birokrasi pemerintah yang professional, melaksanakan tugas dilandaskan pada landasan normative dan kepatuhan sebagai etika yang mengendalikan setiap langkah pelaksanaan tugas, wewenang maupun kekuasaan yang dipercayakan kepadanya. Terlebih lagi menghadapi fenomena globalisasi menuntut perubahan mendasar aparatur pemerintah dalam berbagai hal utama sikap dan prilaku dalam pelaksanaan tugas pekerjaan mewujudkan visi dan misi pemerintah.
Berkaitan dengan tuntutan terwujudnya aparatur terwujudnya pemerintah daerah yang memiliki kemampuan (kompetensi) dalam pelaksanaan tugas pekerjaan dan professional diperlukan pola pendidikan dan pelatihan pegawai yang mampu mendorong terciptanya kualitas pengetahuan, sikap mental dan moral serta prilaku aparatur pemerintah daerah dalam pelaksanaan misi pemerintah daerah. Sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dinyatakan dalam konsiderannya :
“ Bahwa untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan Negara, semangat kesatuan dan persatuan dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil melalui pendidikan dan pelatihan jabatan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh. “

3.      Pengembangan Kualitas Proses Pelayanan
Strategi ketiga untuk meningkatkan kualitas pelayanan public yang memuaskan adalah diperlukannya desain proses atau mekanisme pelaksanaannya secara tepat agar dapat dihasilkan kualitas yang memuaskan.
Sebelumnya telah dikemukakan strategi kualitas pelayanan public yang memuaskan adalah dengan melakukan pengembangan kelembagaan organisasi pemerintah, melalui perubahan sikap dan karakter para pelaku birokrasi sebagai identitas baru aparatur pemerintah, dan mendesain proses pelaksanaan kewajiban pemerintah yaitu dengan strategi pelaksanaan pelayanan, sebagai berikut :


a.       Sederhanakan birokrasi (Cutting Red Tape)
Menilik peran birokrasi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan umum dituntut dapat memuaskan masyarakat sebagai pelanggannya.
Kriteria pelayanan yang memuaskan atau yang disebut dengan pelayanan prima, banyak ragamnya menurut pakar. Namun esendi pelayanan prima pada dasarnya mencakup 4 prinsip, yaitu CETAK (Cepat, Tepat, Akurat, Berkualitas) :
a)      Pelayanan harus cepat
Dalam hal ini pelanggan tidak membutuhkan waktu tunggu yang lama.
b)      Pelayanan harus tepat
Ketepatan dalam berbagai aspek yaitu : aspek waktu, biaya, biaya prosedur, sasaran, kualitas maupun kuantitas serta kompetensi petugas.
c)      Pelayanan harus akurat
Produk pelayanan tidak boleh salah, harus ada kepastian, kekuatan hukum, tidak meragukan keabsahannya.
d)     Pelayanan harus berkualitas
Produk pelayanannya tidak seadanya, sesuai dengan keinginan pelanggan, memuaskan, berpihak, dan untuk kepentingan pelanggan.
Dalam pelaksanaan pelayanan, jangan membuat urusan, mekanisme atau prosedur yang berbelit-belit, berikan kemudahan, prosedur yang jelas, dapat dipahami oleh pelanggan sehingga pelanggan tidak merasakan kesulitan berhubungan dengan pelaku birokrasi yang memberikan pelayanan. Ada kemungkina pelanggan merasakan urusan menjadi berbelit-belit karena semata-mata tidak memahami prosedur, mekanisme yang tidak jelas atau sebaliknya pelaku birokrasi yang membuat urusan menjadi berbelit-belit tidak sesuai dengan yang seharusnya dengan motif tertentu atau kepentingan pribadi.

Karena itu birokrasi  harus senantiasa berorientasi pada tata kerja yang tidak berbelit-belit atau tidak dinilai berbelit-belit oleh pelanggan. Mekanisme, tata kerja atau prosedur pelayanan harus berorientasi pada kepentingan masyarakat, bukan kepentingan birokrasi. Birokrasi yang berbelit-belit dapat diatasi dengan penerapan prinsip kerjasama dengan mewujudkan tim kerja yang professional, misalnya pelayanan melalui satu pintu (one door service) atau sistem administrasi satu atap (samsat) atau dengan debirokratisasi yaitu upaya menyederhanakan prosedur atau mekanisme.
b.      Mengutamakan kepentingan masyarakat (Putiing Customers First)
Dalam pelaksanaan pelayanan umum, birokrasi pemerintah harus senantiasa berorientasi pada kepentingan pelanggannya yaitu masyarakat. Untuk ini birokrasi pemerintah harus banyak mendengar (Listen to customers), apa kebutuhan, keinginan masyarakat sebagai pelanggan dan ada pula yang tidak disukai masyarakat. Hal ini dapat didukung dengan komunikasi yang sehat, kebebasan pers yang bertanggung jawab kepada kepentingan umum.
Namun demikian perlu disadari pula bahwa pemenuhan kebutuhan masyarakat tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, perlu adanya peran serta masyarakat sebagai wujud pastisipasi social. Partisipasi masyarakat harus dibangun, karena itu birokrasi pemerintah harus pula menjadi motivator atau pendorong tumbuhnya partisipasi tersebut. Dalam hubungan ini perlu pemberdayaan masyarakat dalam arti “energizing” sehingga dapat menumbuh kembangkan kemampuan sebagai masyarakat madani, berikan kemudahan, kesempatan maupun kemampuan kepada masyarakat secara obyektif untuk melayani sendiri kebutuhannya.
Perencanaan pembangunan sejauh mungkin menerapkan prinsip bottom up planning, tidak sentralistik begitu pula pelaksanaannya sejauh mungkin memanfaatkan potensi masyarakat.

c.       Pemanfaatan dan pemberdayaan Bawahan (Empowering and Energazing Employes to Get Results)
Pelaku birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya harus produktif, tidak lamban. Untuk itu setiap pimpinan pada level apapun dalam birokrasi pemerintah harus memnanfaatkan potensi personil/bawahan seoptimal mungkin, pembagian tugas yang jelas dan merata dengan meningkatkan kompetensi petugas melalui berbagai upaya yang tersu menerus untuk memberdayakan bawahan dengan orientasi profesionalisme. Dan diharapkan tidak seorang aparatur pemerintah yang melaksanakan tugas diluar tugas pokok dan fungsinya.

d.      Kembali kefungsi dasar pemerintah (Getting Back to Basic)
Fungsi dasar pemerintah yang terpenting adalah mengayomi dan melayani masyarakat termasuk menjamin tercapainya kesejahteraan umum masyarakat yang berarti kesejahteraan di segala bidang kehidupan masyarakat. Pemerintah bukan tukang memerintah, bukan penindas atau pemeras, pelaku birokrasi pada dasarnya yang melayani masyarakat bukan sebaliknya minta dilayani.
Peran birokrasi pemerintah sebagai pelayan masyarakat sekaligus pendorong bertumbuh kembangnya partisipasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, mengingat tidak mungkin dapat dipenuhi sendiri oleh birokrasi pemerintah.
Birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya tidak semata-mata bergerak karena peraturan, tetapi didorong oleh adanya misi. Dengan terlaksananya fungsi pemerintah sesuai dengan visi dan misi, maka diharapkan berkembangnya kepemerintahan yang baik, pemerintah yang bersih dan tentu akan dapat melestarikan kepercayaan rakyatnya.
Pengembangan proses dengan strategib tersebut diatas dan perlunya perubahan sikap prilaku dan karakter para pelaku birokrasi pemerintah dapat dipastikan banyak kesulitan atau membutuhkan waktu panjang. Hal ini disebabkan berbagai ketidakbenaran, penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, penyelewengan sudah menambah kedalam sudut-sudut terkecil dalam tatanan birokrasi maupun kedalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Ini membutuhkan kesabaran, tetapi bukan berarti tidak dapat diwujudkan. Salah satu caranya adalah antara lain setiap aparatur pemerintah dalam unit organisasinya senantiasa mensosialisasikan prinsip-prinsip dan strategi tersebut diatas, tentunya dengan pemahaman dan pelaksanaan nyata, terutama oleh para pemimpin pada tingkatan apapun dalam birokrasi pemerintah kepada bawahan dilingkungannya masing-masing. Dengan menawarkan suatu idealism, maka idealism itu akan menjadi kendali bagi dirinya sendiri yang mewartakan, sehingga apabila seluruh pelaku birokrasi telah bersikap yang sama, persepsi yang sama, dan komitmen yang sama untuk merubah dirinya menuju terlaksananya idealism tersebut, maka reformasi birokrasi pemerintah dapat terwujud. Namun masih juga dibutuhkan komitmen masyarakat disamping elemen-elemen lain yang ada dalam sistem kenegaraan.
Untuk upaya peningkatan kualitas pelayanan  dilakukan  dengan mengikuti Siklus Deming yang dinamakan Siklus PDCA dari Dr. W. Edwards Deming (bapak TQM) yaitu meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
a.       Tahap perencanaan (Plan)
Dalam tahap ini dilakukan hal-hal pokok sebagai berikut :
-          Identifikasi peluang dilakukannya perbaikan
-          Dokumentasi proses saat ini
-          Menciptakan visi proses yang perlu diperbaiki
-          Menentukan jangkauan usaha perbaikan.
b.      Tahap Pelaksanaan Bertahap (Do)
Setelah perencanaan perbaikan telah disusun, langkah selanjutnya pelaksanaan rencana  perbaikan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan. Pelaksanaan bertahap tersebut hendaknya dirancang sebelum diproduksi/diimplementasikan secara penuh.
c.       Tahap pemeriksaan (Check)
Hasil implementasi rencana diperiksa dan dicatat yang kemudian dijadikan dasar bagi langkah penyesuaian dan perbaikan.
d.      Pelaksanaan (Action)
Tahap ini merupakan pelaksanaan rencana secara penuh setelah dilakukan penyesuaian berdasarkan komponen Check (pemeriksaan). Langkah selanjutnya adalah mengulang siklus untuk rencana perbaikan selanjutnya secara berkesinambungan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan public diperlukan adanya pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat mulai dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/ pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi.
Transfaransi dalam penyelenggaraan pelayanan public sebagaimana telah dimaksudkan dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 tanggal 24 Februari 2004 tentang Petunjuk teknis Transfaransi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Utama meliputi :

1.        Manajemen dan penyelenggaraan Pelayanan public
Transfaransi terhadap manjemen dan penyelenggaraan pelayanan public meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendalian oleh masyarakat. Kegiatan tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.

2.        Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu pelayanan.
Prosedur pelayanan public harus sederhana, tidak berbelit-belit, mudah diahami, dan mudah dilaksanakan, serta diwujudkan dalam bentuk Bagan Alir (Flow Chart) yang dipampang dalam ruangan pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan public karena berfungsi sebagai :
a.    Petunjuk kerja bagi pelayanan
b.    Informasi bagi penerima layanan
c.    Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur pelayanan kepada penerima layanan
d.   Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien.
e.    Pengendali dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan penilaian/pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja

3.        Persayaratan teknis dan Adminitratif Pelayanan
Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenhui persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persayaratan teknis dan atau persyaratan administrastif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menentukan persyaratan, baik teknis maupun administrative harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis pelayanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkaitdengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan didekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.

4.        Rincian Biaya Pelayanan
Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara  pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepastian dan rincian biaya pelayanan public harus di informasikan secara jelas diletakkan didekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
Transfaransi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon/penerima layanan dengan memeberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas mengelola keuangan/bank yang ditunjuk oleh pemerintah/unit pelayanan. Disamping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.

5.        Waktu penyelesaian pelayanan
Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan public mulai dari dilengkapinya/dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administrative sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan.
Unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kali megajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap (melaksanakan azas First in First Out/FIFO).
Kepastian hukum kurun waktu penyelesaian pelayanan public harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan didepan loket palayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.

6.        Pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
Pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab memberikan pelayanan atau menyelesaikan keluhan/persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas.
Pejabat/petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan surat keputusan/surat penugasan dari pejabat yang berwenang. Pejabat dan petugas yang memberikan pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif terhadap penerima pelayanan dengan memperhatikan:
a.    Aspek psikologi dan komunikasi, serta prilaku melayani
b.    Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan, dan dapat merubah keluhan penerima pelayanan menjadi senyuman.
c.    Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap tubuh, mimic dan pandangan mata.
d.   Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima pelayanan.
e.    Berada ditempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.

7.        Lokasi pelayanan
Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekominikasi dan informatika (telematika).
Untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan, dapat membentuk Unit Pelayanan Terpadu atau pos-pos pelayanan di Kantor kelurahan/Desa/Kecamatan serta di tempat-tempat strategis lainnya.

8.        Janji Pelayanan
Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja atau pelayanan instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji pelayanan tertulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk didalamnya mengenai standar kualitas pelayanan.
Dapat pula dibuat Motto Pelayanan, dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan. Akta/janji, motto pelayanan tersebut harus diinformasikan dan ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 meter/ disesuaikan dengan kondisi ruangan.

9.        Standar Pelayanan Publik
Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun standar pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.
Standar pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan public yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.
Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.
10.    Informasi pelayanan
Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib mepublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggungjawab sebagaimana telah diuraikan diatas.
Publikasi dan atau sosialisai tersebut di atas  memulai antara lain, media cetak, media elektronik, media gambar dan atau penyuluhan secara langsung kepada masyarakat. 



BAB III
PENUTUP


3.1    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Sistem Administrasi Negara adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan dalam UUD 1945.
2.      Hubungan antara pelayanan public dan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia sangat berhubungan, dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia. Dan pelayanan public merupakan salah satu sistem administrasi Negara Indonesia , dan merupakan hal sangat berkaitan dan dimana administrasi disini mempunyai arti melayani , dan sistem administrasi Negara berarti pelayanan mengenai terselenggaranya suatu kenegaraan, maka dalam hal ini banyak sekali masalah-masalah mengenai sistem administrasi Negara , terutama dalam hal pelayanan publik.
3.      Secara umum, kualitas pelayanan public di Indonesia belum memberikan kepuasan bagi masyarakat sebagai pengguna layanan. Andrinof Chaniago (2006) mengamati berbagai persoalan seputar pelayanan public di Indonesia. Hasil pengamatannya memperlihatkan berbagai persoalan tersebut diantaranya: Hanya sebagian kecil dari keseluruhan instansi yang wajib menyediakan pelayanan yang memiliki prosedur yang jelas, banyak instansi penanggungjawab dan pemberi pelayanan yang tidak memiliki prosedur yang jelas dalam menyediakan pelayanan, tidak banyaknya perubahan dalam waktu sekian tahun juga mengindikasikan tidak ada sistem monitoring, evaluasi, dan perencanaan yang baik yang dilakukan oleh instansi-instansi penanggungjawab dan penyedia pelayanan public.
4.      Untuk mengatasi permasalahan pelayanan public dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa permasalahan yang harus diperbaiki agar pelaksanaan pelayanan public berjalan dengan baik diantaranya : Pengembangan kelembagaan birokrasi pemerintah, identitas aparatur pemerintah, dan pengembangan kualitas proses pelayanan

3.2    Saran
Semoga dengan selesai dibuatnya makalah ini,  dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca. Dan apabila ada kekurangan dari makalah ini, kami selaku penulis mengharapkan adanya koreksi terhadap kekurangan tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Wayne H. 1986. The Social Services An Introduction.U.S.A: F.E Feacock Publisher U.S.A
Pasolong, Harbani. 2014. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Puspitosari, Hesti dkk. 2012. Filosofi Pelayanan Publik. Malang: Setara Pers.
Surjadi, H. 2009. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Syafri, Wirman H. 2012. Studi Tentang Administrasi Publik. Jakarta: Erlangga
Sinambela, Lijan Poltak. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.