BAB I
PENDAHULUAN
Upaya menciptakan proses
pembelajaran yang bermutu dan berhasil, dapat dilakukan dengan mewujudkan
perilaku psikologis proses pengajaran dan pembelajaran antara (pendidik dan
peserta didik) dapat berjalan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Pernyataan ini, menunjukkan bahwa pengetahuan psikologi
pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi guru (pendidik) dalam
melaksanakan pengajaran dan bagi peserta didik dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
Di dalam proses pengajaran dan
pembelajaran terjadi proses (interaksi) antara pendidik dengan peserta didik,
dalam interaksi ini terdapat peristiwa psikologis yang dijadikan rambu-rambu
oleh para pendidik dalam memperlakukan peserta didik secara efektif dan
efesien. Para tenaga pendidik dituntut untuk memahami dan menguasai teori dan
aplikasi psikologi pendidikan agar mereka melaksanakan pengajaran dalam proses
pendidikan secara berdayaguna dan berhasilguna. Pengetahuan tentang psikologi
yang berhubungan dengan pendidikan merupakan suatu keharusan yang mutlak yang
perlu dikuasai oleh pendidik, peserta didik, akademisi pendidikan, peneliti
pendidikan maupun (Stakeholders) pendidikan dalam melaksanakan tujuan
pendidikan.
Proses pengajaran dan pembelajaran
menghadapi banyaknya perilaku-perilaku psikologis, baik prilaku individu,
kelompok, dan sosial yang harus dipahami guru atau dosen (pendidik) dan peserta
didik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Psikologi Kognitif
Psikologi
Kognitif menaruh perhatian atas pertanyaan-pertanyaan yang menunjuk pada cakupan psikologi kognitif,
diantaranya :
a. Bagaimana kita memperoleh,
mentransformasikan, merepresentasikan,
menyimpan, dan mendapatkan kembali suatu pengetahuan/ informasi
b. Bagaimana pengetahuan/ informasi tersebut
merebut perhatian kita
c. Bagaimana kita merespon pengetahuan/
informasi yang kita terima.
Kognisi
merupakan proses internal yang tidak tampak. Pengetahuan (teori-teori/
model-model) yang dikembangkan untuk menjawab pertanyaan tersebut dibangun atas
dasar asumsi-asumsi tertentu.
B.
Model-model dalam Psikology Kognitif
Konsep-konsep
ilmiah merupakan metafora yang dihasilkan oleh manusia untuk membantu
komprehensi terhadap realitas. Para ahli psikologi menghasilkan model-model
konseptual di dalam psikologi kognitif dengan tujuan untuk mengembangkan suatu
sistem yang mencerminkan sifat-sifat persepsi manusia, berpikir, dan pemahaman
terhadap dunia sekeliling.
Seperti
telah disebutkan di atas, model-model kognitif dibangun atas dasar
asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi tersebut merupakan hasil observasi terhadap
prosesproses kognisi manusia. Asumsi-asumsi yang tertulis dalam tabel di atas
diintegrasikan ke dalam suatu sistem besar, yang disebut model
kognitif.Pembuatan model-model tersebut dapat rnembuat observasi selanjutnya
menjadi lebih komprehensif.
Model
yang paling umum digunakan untuk menjelaskan psikologi kognitif adalah model
pemrosesan informasi (information-processing model). Model pemrosesan informasi
telah mendominasi psikologi kognitif, tetapi model-model yang lain, yang berkembang
di dalam ilmu komputer dan neuroscience (ilmu tentang syarafl, telah
dikombinasikan dengan psikologi kognitif, membentuk ilmu kognitif.
a).
Informasi diproses melalui tahapan yang berurutan.
Tahapan-tahapan
tersebut misalnya: persepsi, pengkodean informasi, pemanggilan kembali informasi dari memori
(mengingat), pembentukan konsep, keputusan, dan produksi bahasa). Seluruh
komponen model pemrosesan informasi berhubungan dengan komponen-komponen yang
lain, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi tahap yang pertama. Namun
demikian kita dapat berpikir bahwa proses tersebut diawali dengan datangnya
stimulus.
Stimulus
tersebut tidak secara langsung direpresentasikan di dalam otak, tetapi
ditransformasikan dalam struktur neurologis dan symbol-simbol yang bermakna,
yang oleh beberapa psikolog kogtiitif disebut Internal Representations
(representasi internal).
b).
Tiap-tiap tahap menunjukkan fungsi-fungsi yang unik.
Tiap-tiap
tahap menerima informasi dari tahap sebelumnya dan kemudian menampilkan fungsi
uniknya.
Dua
pertanyaan yang muncul dari model pemrosesan informasi adalah :
1. Tahapan-tahapan
apa yang dilalui oleh informasi yang diproses ?
2. Dalam
bentuk apakah suatu pengetahuan direpresentasikan ?
C.
Asal Mula Psikology Modern
Porsi
terbesar psikologi kognitif adalah berkaitan dengan persoalan bagaimana
pengetahuan direpresentasikan di dalam pikiran. Isu mengenai representasi
pengetahuan (sering juga disebut representasi internal), dalam beberapa abad
telah memicu sejumlah pertanyaan mendasar: bagaimana pengetahuan diperoleh,
disimpan, ditransformasikan, dan digunakan? Apakah sifat-sifat persepsi dan
memori itu? Apakah berpikir itu, dan bagaiman kemampuan tersebut berkembang?
Berikut
ini adalah penelusuran kesan-kesan dari berberpa aliran psikologi dalam
menjawab pertanyaan mengenai bagaimana peristiwa-peristiwa di luar diri
seseorang menimbulkan reaksi internal.
a).
Periode Awal
Ketertarikan
terhadap pengetahuan dapat dilacak dari Hiroglip Mesir Kuno. Tulisan tersebut
menunjukkan bahwa penulisnya meyakini pengetahuan berpusat di dalam hati,
merupakan pandangan yang juga disebarkan oleh filsuf Yunani, Aristoteles
(384322 SM). Lain halnya Plato (427-347), ia berpandangan bahwa pikiran
berpusat di otak.
Isu
mengenai representasi pengetahuan ini juga didiskusikan oleh para filsuf Yunani
dengan konteks yang sekarang ini dikenal sebagai struktur dan proses. Namun
kemudian terbengkalai hingga abad 17-an. Meskipun semula para para psikolog
modern masih cenderung berdebat, masing-masing menekankan salah satu, struktur
atau proses, namun akhirnya terdapat peningkatan kesadaran bahwa kedua hal
tersebut saling berpelukan (merupakan sesuatu yang tak terpisahkan).
· Struktur, yaitu organisasi system
kognitif, sebagian besar bersifat metafora (pengumpamaan). Struktur yang
dipostulatkan (dirumuskan sebagai dalil) ini merupakan "representatifl'
organisasi keberadaan mental, bukan merupakan suatu yang harafiah seperti yang
digambarkan. Misalnya, struktur mengenai memori oleh para teoris dikonsepkan
terdiri dari memori jangka pendek dan memori jangka panjang, direpresentasikan
(digambarkan) dengan metafora "kotak penyimpanan".
· Istilah proses, menunjuk pada system
operasi atau fungsi-fungsi kognisi seperti analisa, transformasi atau perubahan
peristiwa-peristiwa mental. Misalnya, hal lupa, memory coding, perpikir, dll.
Proses, bersifat aktif, sedangkan struktur bersifat pasif.
Struktur
dan proses bekerja bersama-sama dalam pemrosesan informasi.
b).
Periode Pertengahan
Para
filsuf dan teolog renaissance nampaknya cukup puas dengan pengetahuan yang
berpusat di otak. Dan bahwa pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui panca
indera, namun juga melalui penyelaman.
· Abad 18
Empiris
Inggris (Berkeley, Hume, James Mill dan anaknya John Steward Mill) mengusulkan
bahwa pengetahuan terdiri dari tiga tahap: (1) penginderaan secara langsung,
(2) mengkopi hasil penginderaan, (3) transformasi dari pengkopian tersebut,
berasosiasi dengan pikiran.
· Abad 19
Para
filsuf bergerak dari filsafat (yang bersifat spekulatif) ke bentuk disiplin
yang berdasar hasil-hasil empirik (Fechner, Brentano, Helmholtz, Wundt, Muller,
Kulpe, Ebbinghause, Gallon, Titchener, dan James).
Pada
akhir pertengahan abad 19 teori-teori representasi pengetahuan terpisah secara
tegas:
1). Wundt (Jerman) dan Edward Titchener (AS)
menekankan
struktur representasi mental.
2).
Franz Brentano (Austria) menekankan proses representasi
mental.
3).
William James (AS): "baik struktur maupun mental sama-
sama
penting! Tidak seperti perdebatan para filsuf pada masa-masa awal, dalam
periode ini para tokoh meguji adanya struktur atau proses tersebut secara
eksperimental.
c).
Awal Abad 20
Psikologi
kognitif yang dikonsepkan pada akhir abad 19 tiba-tiba tenggelam, digantikan
dengan Behaviorisme yang menggunakan kerangka kerja psikologi stimulus-respons
(S-R). Studi-studi mengenai operasi-operasi mental dan struktur internal
seperti perhatian, memori, dan berpikir beristirahat total selama 50 tahun.
Bagi para behavioris, representasi internal merupakan variable pengantara
(intervening variables) yang merupakan konstruk hipotetik yang diasumsikan
mengantarai efek stimulus terhadap respon. Tokoh-tokoh behaviorisme pada masda
itu, Woodworth, Hull, dan Tolman menikmati popularitas yang tinggi.
d).
Kemunculan Kembali Psikologi Kognitif
Pada
tahun 1950-an, minat mulai berfokus kembali pada persoalan perhatian, memori,
rekognisi pola imaginasi, organisasi semantic, proses-proses bahasa, berpikir,
dan topik-topik psikologi kognitif lainnya. Jurnal jurnal penelitian dan
kelompok kelompok professional baru menandai bahwa para psikolog mulai beralih
kembali kepada psikologi kognitif. Kemunculan kembali psikologi kognitif ini
dipicu oleh:
1).
Kegagalan Behaviorisme.
Behaviorisme
gagal memperhitungkan adanya perbedaan individual. Bagaimanapun juga nampak
bahwa proses mental internal berhubungan erat dengan stimulus dan menentukan
perilaku.
2).
Kemunculan teori-teori komunikasi.
Teori
komunikasi menyumbang eksperimen dalam deteksi sinyal, perhatian, cybernetics,
dan teori informasi yang sangat relevan dengan psikologi kognitif.
3).
Linguistik modern.
Cara
pandang yang baru mengenai bahasa dan struktur gramatikal mempengaruhi sikap
terhadap kognisi.
4).
Riset-riset mengenai memori.
5).
Ilmu komputer dan perkembangan teknologi.
Ilmu
komputer, khususnya sub-divisi Artificial Inteligence (AI) menyebabkan diuji
kembali postulat dasar mengenai pemrosesan dan penyimpanan memori seperti
halnya pemrosesan bahasa dan akuisisi (kemahiran). Penelitiaan-penelitian
diperluas dengan menggunakan alat-alat eksperimen yang baru.
D. Revolusi Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Kognitif
Pada
tahun 1962 Thomas Khun (filsuf, ahli fisika, dan sejarawan dari Universitas
Chicago) menulis buku The Structure of Scientific Revolution. Karena buku ini
berisi pandangan baru mengenai perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, dapat
menjadi cermin akan adanya revolusi dalam sejarah ilmu pengetahuan. Revolusi
ilmu pengetahuan menurut Thomas Khun ditandai oleh pergantian paradigma yang
berhubungan dengan penemuan monumental dan/atau peralihan sejumlah besar
ilmuwan dari metode-metode dan konsep-konsep tradisional.
Peralihan
di dalam psikologi Amerika antara tahun 1950-1960, menunjukkan adanya
pergantian paradigma yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai revolusi
kognitif. Lebih tepatnya dapat dikatakan terjadi pada tahun 1956, yaitu saat
dilaksanakannya symposium teori informasi di kampus MIT yang melibatkan
pembicara seperti Naom Chomsky, Jerome Bruner, Allen Newell dan Herbert Simon,
serta George Miller. Simposium tersebut telah memberikan efek pendekatan baru
dalam psikologi: menerima proses-proses mental dan representasi pengetahuan
sebagai kom nen yang perlu dan syah (legitimate) untuk memahami psikologi
manusia.
Tema
utama revolusi kognitif (kadang-kadang menunjuk pada " teori kotak
putih"/ white-box theory) adalah bahwa proses-pmses internal merupakan
pokok bahasan dalam psikologi. Hal ini berkebalikan dengan behaviorisme
(kadang-kadang menunjuk pada " teori kotak hitam"/ black-box tlreory)
yang mengusulkan bahwa respon-respon atau perilaku merupakan pokok bahasan
psikologi yang sebenarnya.
E. Teori Perkembangan Kognitif
Dikenbangkan
oleh Jean Peaget, seorang psikolog Swis yang hidup tahun 18961980. Teorinya
memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti
kemampuan untuk secara lebih tepat mempresentasikan dunia dan melakukan operasi
logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini
membahas munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya- dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori
nativisme ( yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan
pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun
kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus
Prize. Piaget meembagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya
melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan semakin canggih seiring
pertambahan usia,
a. Periode sensorimotor ( usia 0-2 tahun)
b. Periode praoperasional (usia 2-7)
c. Periode operasional konkrit (usia 7-11)
d. Periode operasional formal (usia 11 tahun
sampai dewasa)
Sumber:
Solso,
Robert, L. 1991. Cognitive Psychology. Singapore: Allyn and Bacon.
F. Pembentukan Pengetahuan Menurut Model
Konstruktivis
Pembentukan
pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subjek aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan
struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organism yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi (Piaget, 1988:60)
Yang
terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran
siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atao orang lam. Mereka yang
harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara
aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu
mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa(Suparno, 1997: 81).
Belajar
lebih diarahkan pada ezperiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan
berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat,
yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.
Karenanya
aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan
pada pebelajar. Beiajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome)
juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang
ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated),
bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bias objektif maupun subjektif,
berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia
(Semiawan, 2001:6).
Siswa
akan menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berpikir
bukan meniru. Konstruktivisme sebagai aliran psikologi kognitif menyatakan
manusialah yang membangun makna terhadap suatu realita. Implikasinya dalam
belajar dan mengajar, bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuhlam
upaya dari pikiran guru ke pikiran siswa. Siswa sendirilah yang aktif secara mental
dalam membangun pengetahuannya (Howe, 1996: 45; Carl bereiter, 1994: 21-22).
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan
yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan
gagasan, gambaran,gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam
konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti
seharihari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti
melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu
berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno, 1977:80). Dalam
konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
Pemerolehan ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan, menggali dan
menilai sendiri apa yang kita ketahui.(Anonim, 2002:1)
Proses
pembelajaran yang terjadi menurut pandangan konstruktivisme menekankan pada
kualitas dari keaktifan siswa dalam menginterpretasikan dan membangun
pengetahuannya. Setiap organism menyusun Mengutamakan pengalamannya dengan
jalan menciptakan struktur mental dan menerapkannya dalam pembelajaran. Suatu
proses aktif dalam mana organism atau individu berinteraksi dengan
lingkungannya dan mentransformasikannya ke dalam pikirannya dengan bantuan struktur
kognitif yang telah ada dalam pikirannya (Cobb,1994:15). Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan berkaitan dengan pembelajaran konstruktivis, yaitu:
a).
Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam
konteks
yang relevan.
b).
Mengutamakan proses,
c).
Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social,
d).Pembelajaran
dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman
(Honebein, 1996:5)
Dalam
perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget
yaitu struktur, isi dan fungsi.
a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan
fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental perkembangan logis anak-anak.
Tindakan(action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada
perkembangan struktur.
Operasi
memiliki empat cirri yaitu: (1) operasi merupakan tindakan yang
terinternalisasi. Tidak ada garis pemisah antara tindakan fisik dan mental, (2)
operasi bersifat reversible, (3) operasi itu selalu tetap walaupun terjadi
tranformasi atau perubahan, (4)tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu
operasi berhubungan dengan struktur atau sekumpulan operasi.
b. Isi,merupakan pola perilaku anak yang khas
yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau
situasi yang dihadapinya.
c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organism
untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual
didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaftasi (1) Organisasi
memberikan pada arganisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi
proses-proses fisik atau psikologis menjadi system-sistem yang teratur dan
berhubungan.(2) Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu
asimilasi dan akomodasi.
· Asimilasi adalah proses kognitif dimana
seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru kedalam
skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai
suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau
rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan
terus. Asimilasi tidak akan menyebabkanperubahan/pergantian schemata meiainkan
perkembangan schemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam
mengadaptasikan dan rrtengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian
orang itu berkembang.
· .Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan
atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang
baru dengan schemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi
sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.Dalam keadaan demikian
orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untu membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi
seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka
terjadilah ketidakseimabangan(disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu
maka’ terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami
perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini
merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan
setimbang(disequilibriumequilibrium). Tetapi bila terjadi ketidakseimbangan
maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
BAB
III
SIMPULAN
Keberhasilan
untuk mengembangkan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap
perkembangan ranah psikomotor. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah
yang konkret dan mudah diamati, baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena
sifatnya yang terbuka. Namun, disamping kecakapan psikmotor tidak terlepas dari
kecakapan kognitif dan banyak terikat oleh kecakapan afektif.
Banyak
contoh yang membuktikan bahwa kecakapan kognitif berpengaruh besar terhadap
perkembangan kecakapan psikomotor. Para siswa yang berprestasi yang baik ( dalam
arti yang luas dan ideal ) dalam bidang pelajaran agama misalnya sudah tentu
akan lebih rajin beribadah shalat, puasa, mengaji. Sebab ia merasa
member bantuan itu adalah
kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang berkaitan dengan kebajikan
tersebut berasal dari pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran agama
yang ia terima dari gurunya
( kognitif ).
Berdasarkan
uraian diatas, dapat kita tarik kesimpulan
bahwa upaya guru dalam mengembangkan
keterampilan ranah kognitif para siswanya merupakan hal yang sangat penting jika guru
tersebut menginginkan siswanya aktif mengembangkan sendiri keterampilan ranah-ranah psikologis lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs.
Iskandar, M.Pd, Psikologi
PendidikanSetelah Orientasi Baru, Gaung Persada ( GP ) Press – 2009 ( Jambi)
Muhibbin
Syah, M.Ed, Psiklogi Belajar, PT Gajah Grafindo Persada, Jakarta, 2005,
Pengantar dari Prof. Dr. S.C. Utami Munandar ( GuruBesar Psikologi UI )
Anderson,
John R, Cognitive Psychology and Its Implication, 3rd. Edition. New York : W.H.
Freeman and Company, 1990
Best,
John B, Cognitive Psychology. 2nd
Edition. New York : Wet Publishing Company.1985
No comments:
Post a Comment