Proses Pengangkatan Abu Bakar Ra Sebagai Khalifah
Proses pengangkatan Abu
Bakar ra, sebagai khalifah berlangsung dramatis. Setelah Rasulullah wafat, kaum
muslim di Madinah, berusaha utuk mencari penggantinya. Ketika kaum muhajirin
dan ansar berkumpul di Saqifah bani Sa’idah terjadi perdebatan tentang calon
khalifah. Masing-masing mengajukan argumentasinya tentang siapa yang berhak
sebagai khalifah. Kaum anshar mencalonkan Said bin Ubaidillah, seorang pemuka dari
suku al-Khajraj sebagai pengganti nabi. Dalam kondisi tersebut Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah bergegas menyampaikan
pendirian kaum muhajirin, yaitu agar menetapkan pemimpin dari kalangan Quraisy.
Akan tetapi hal tersebut mendapat perlawanan keras dari al-Hubab bin munzir
(kaum Anshar). Di tengah perdebatan tersebut Abu Bakar mengajukan dua calon
khalifah yaitu Abu Ubaidah bin Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh
ini menolak usulan tersebut.
Akan tetapi Umar bin Khattab tidak
membiarkan proses tersebut semakin rumit, maka dengan suara yang lantang beliau
membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang diikuti oleh Abu Ubaidah. Kemudian
proses pembaiatanpun terus berlanjut seperti yang dilakukan oleh Basyir bin
Saad beserta pengikutnya yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai
khalifah ternyata tidak sepenuhnya mulus karena ada beberapa orang yang belum
memberikan ikrar, seperti Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muthalib, Fadl
bin al-Abbas, Zubair bin al-Awwam
bin al-Ash, Khalid bin Sa’id, Miqdad bin Amir,
Salman al-Farisi, Abu Zar al-Gifari, Amma bin Yasir, Bara bin Azib dan Ubai bin
Ka’ab. Telah terjadi pertemuan sebagian kaum muhajirin dan Anshar dengan Ali bin Abi Thalib di rumah Fatimah, mereka bermaksud membai’at Ali dengan anggapan bahwa
Ali bin Abi Thalib, lebih patut menjadi khalifah karena Ali berasal dari bani
Hasyim yang berarti ahlul bait.
Proses pengangkatan Abu
Bakar ra, sebagai khalifah pertama, menunjukkan betapa seriusnya masalah
suksesi kepemimpinan dalam masyarakat Islam pada saat itu, dikarenakan
suku-suku Arab kepemimpinan mereka didasarkan pada sistem senioritas dan
prestasi, tidak diwariskan secara turun temurun.
Setelah didapatkan
kesepakatan dalam proses pengangkatan Abu Bakar
ra, sebagai khalifah, kemudian ia berpidato yang isinya berupa
prinsip-prinsip kekuasaan demokratis yang selayaknya dimiliki oleh seorang
pemimpin negara.
Kepustakaan:
Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,Prenada
Media: Jakarta Timur, 2003, Badri Yatim, MA., Sejarah Peradan Islam Dirasah
Islamiyah, RajaGrafindo Persada,1993, Imam as-Suyuthi, Tarikh Khulafa
diterjemahkan oleh Samson Rahman dengan judul Tarikh khulafa,Pustaka
al-Kautsar,2006, Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisi
Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1986, Abu A’la al- Maududi, Khilafah Dan
Kerajaan Evaluasi Kritis atas sejarah Pemerintahan Islam, Bandung: 1993.
No comments:
Post a Comment