Sunday, April 9, 2017

Cerpen - Jenak Sahabat di Puncak Carstensz Pyramide


Satu januari di Carstensz Pyramide. Kedua remaja yang berteman semasa kecil ini, mereka memiliki impian yang cukup luar biasa, di suatu hari nanti akan memijakan kaki di puncak Carstensz Pyramide saat pergantian tahun.

Saat ini dengan usia mereka berdua yang terbilang muda, mereka hanya mampu mengilustrasikan impian mereka kepada teman-temanya sebatas khayalan, rasa sanjung dan pujian dari teman-teman mereka memberikan semangat akan impian mereka seolah-olah telah terjadi.

Kedua remaja ini, sempat tertarik akan Carstensz Pyramide saat melihat sebuat video yang menayangkan pengalaman pendaki Carstensz Pyramide, pendaki yang bercerita tentang salju abadi yang mereka lihat di atas Carstensz Pyramide.

Carstensz Pyramide merupakan satu-satunya pegunungan di Indonesia yang memiliki salju. Dengan semangat akan impian mereka, mereka mencoba untuk mengumpulkan beberapa artikel, video dan foto yang menceritakan tentang pengalaman sewaktu berada di Carstensz Pyramide sebagai motivasi.

Harapan untuk mendaki begitu menggebu yang mereka rasakan, impian tentang Carstensz Pyramide terus mereka pertahankan. Sekolah dengan begitu banyak kegiatan ekstrakurikuler, mereka hanya mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan pendakian, dengan alasan sebelum berlari kita harus belajar bagaimana cara berdiri dan berjalan terlebih dahulu ”tahu tentang hutan sebelum ke hutan, tahu tentang gunung sebelum ke gunung dan kuasai cara mendaki sebelum ke Carstensz Pyramide” .

Carstensz Pyramide merupakan pegunungan yang terletak di Indonesia bagian timur (Provinsi Papua), puncak Carstensz Pyramide dengan ketinggian 4.884 meter dari permukaan laut tidak menggoyahkan niat untuk batalkan impian mereka, niat untuk memijakan kaki di Carstensz Pyramide pada saat awal januari pun mereka tetap perjuangkan.

Suatu ketika, saat mereka coba untuk pertama kali melakukan pendakian di salah satu gunung yang cukup menarik pemandanganya, di pulau jawa “Gunung Pangrango (Provinsi Jawa Barat), Gunung dengan ketinggian 3.019 meter dari permukaan laut.

Pangrango adalah gunung pertama mereka saat memulai aktivitas pendakian. Gunung pangrango dengan puncak yang dinamakan mandalawangi merupakan Gunung dengan urutan kedua tertinggi di Jawa Barat setelah Ceremai, memiliki tantangan yang cukup luar biasa untuk bisa sampai di puncaknya.

Terasa berat bagi mereka sebagai pemula untuk mencapai puncak sebuah gunung, bebatuan yang terjal dan jalan yang licin yang harus mereka lalui, apalagi beban bawaan berupa perlengkapan makan dan minuman yang harus mereka bawah, membuat waktu perjalanan saat menuju puncak gunung terasa sulit, namun tidak mustahil bagi mereka untuk meningalkan jejak kaki di puncak Gunung Pangrango.

Beberapa jam lamanya mereka terus berjalan menuju puncak gunung, hingga akhirnya mereka pun berhasil berada pada titik paling tinggi di Gunung Pangrango itu, dengan rasa senang dan bangga akan perjalanan mereka yang dipenuhi berbagai rintangan, terbalas lah sudah ketika mata mereka melihat luasnya lautan awan yang berada di depan mata mereka, saat pandangan mata yang tak lagi terhalang, mengisyaratkan rasa kedamaian, bisikan angin seolah-olah menghapus rasa lelah yang mereka alami saat menuju puncak, disitulah kesenangan yang tak semua orang sanggup miliki.

Setelah mereka berdua telah meninggalkan jejak manis saat pendakian pertama mereka, mereka pun mendaki beberapa gunung lainya di pulau jawa.
Suatu ketika salah seorang dari mereka menawarkan pendakian di salah satu gunung di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Lombok), Lombok yang terkenal dengan tempat wisata yang cukup terkenal itu, memiliki salah satu Gunung yang tak kala terkenal dengan Gunung-gunung lainya di Indonesia (Gunung Rinjani).

Gunung Rinjani merupakan Gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia, dengan ketinggian mencapai 3.729 meter diatas permukaan laut itu memiliki pemandangan yang luar biasa menarik.

Bukan hanya pendaki lokal yang ingin menikmati pemandangan dari puncak rinjani, namu pendaki  Mancanegara pun berbondong - bondong ingin mengabadikan momen di Puncak Rinjani.

Tak lama setelah mendapat usulan dari temanya, mereka berdua pun bergabung bersama beberapa rombongan pendaki yang ingin berteduh di atas garis pelangi, puncak Gunung Rinjani yang penuh dengan cerita manis para pendaki, banyak mimpi yang terjawab saat mata para pendaki yang tak sengaja melihat lukisan-lukisan murni dari pancaran cahaya matahari saat menyentuh bumi.

Perjalanan menuju rinjani pun mereka lakukan, dengan tantangan yang cukup banyak harus mereka hadapi, di tengah perjalanan menuju puncak, semakin banyak bahasa alam yang mengisyaratkan mereka harus kembali, badai yang kerap mereka temui, derasnya curah hujan seakan tak mau berhenti.

Awal hingga pertengahan perjalanan selalu dihantui dengan garangnya badai, impian untuk menyapa puncak pun terhenti saat sahabatnya  yang sempat terjatuh disisih jalan yang dalam dan penuh dengan bebatuan yang tajam, hingga akhrinya impian ke puncak dibatalkan karna  temanya yang terluka, hal pertama yang mereka pikirkan adalah bagaimana temanya mendapat pertolongan sebelum dibawa ke Rumah sakit yang jaraknya cukup jauh.

Di saat rasa panik yang mereka alami dan tidak tahu harus berbuat apa terhadap temanya yang terluka, tak lama kemudian terlihat beberapa pendaki yang baru saja kembali dari puncak, dengan rasa belas kasih, para pendaki itu lansung membantu memberi pertolongan pertama dan mau membantu untuk sama-sama menggotong temanya secara bergantian menuju perkampungan dan selanjutnya di bawa ke Rumah sakit.

Setelah mendapat perawat di rumah sakit, sahabatnya sungguh meresa bersalah, bersalah karna telah mengajak temanya untuk mendaki di puncak rinjani. Orang tua dari temanya yang sakit, mulai merasa khawatir akan kondisi anaknya, perwatan medis terus di perjuangkan dokter untuk kesembuhan sahabatnya, hingga beberapa hari, kondisi sahabatnya mulai membaik dan diperbolehkan untuk pulang ke rumah.

Hal yang paling menyedihkan adalah impian mereka untuk memijakan kaki di Carstensz Pyramide saat tahun baru itu berakhir, berakhirnya impian ke Carstensz Pyramide dikarenakan orang tua dari sahabatnya melarang anaknya untuk pergi mendaki gunung. Rasa menyesal mereka berdua pun muncul saat impian yang harus mereka akhiri.

Bukan hanya impian untuk ke Carstensz Pyramide di akhiri, namun perpisahan antar mereka berdua juga terjadi, perpisahan yang harus mereka terima saat sahabatnya harus pergi bersama orang tuanya yang pindah ke jerman. Kesedihan yang menghampiri mereka juga tak kunjung henti, secepat itu mereka mengahiri mimpi yang telah lama mereka bangun.

Rasa saling rindu antar kedua sahabat ini pun terus bergulir, jauhnya jarak antara mereka memberi kesedihan yang mendalam, namun mereka telah berjanji untuk tak saling melupakan. Lamanya waktu mereka dipisahkan, untuk bercerita hanya melalui kenangan yang terlintas dalam ingatan.

Tiga belas tahun mereka telah di pisahkan, tanpa kabar antara mereka berdua, hingga akhirnya salah satu dari temanya yang berada di Jerman pun kembali ke Indonesia, kembalinya dengan tujuan untuk melaksanakan impian mereka yang sempat terhenti dulu, impian untuk memijakan kaki di Carstensz Pyramide 13 tahun yang lalu.

Sampainya di Indonesia, bukan hal menyenangkan yang harus ia dengar, saat sampai di rumah sahabatnya, ia mendapat kabar tentang kematian sahabatnya, orang tua sahabatnya menceritakan tentang kematian sahabatnya saat pergi mendaki di Carstensz Pyramide setahun yang lalu, dan terjatuh saat perjalanan turun dari puncak Carstensz Pyramide, orang tua sahabatnya juga tak menyangka, secepat itu anaknya meninggalkan mereka. Rasa sedih dan tangis yang mendalam saat mendengar cerita kematian sahabatnya, sahabat yang selalu bersamanya semasa kecil hingga remaja, sahabat yang memiliki impian yang luar biasa, sahabat yang mengajirinya untuk tetap memperjuangkan mimpi.

Tak lama bercerita bersama orang tua sahabatnya, ia pun kembali pulang ke rumahnya, saat sendiri dirmh ia pun merenung tentang sahabatnya sewaktu masih bersama dulu, saat-saat bercanda, saat bersama di beberapa puncak gunung yang pernah mereka capai dan saat-saat terakhir di pisahkan oleh kepergiannya ke Jerman.

Saat lama merenung, sempat matanya melihat sepotong kertas yang di tempel di pintu lemari, sepotong kertas yang tertulis mengenai impian akan puncak Carstensz Pyramide bersama temanya dulu, saat menatap kertas yang tertulis impian itu, ia pun berjanji untuk capai impian yang pernah mereka buat dulu.

Beberpa hari kemudia ia pun bergabung bersama beberapa komunitas pendaki, dan merencanakan untuk pendakian di Carstensz Pyramide, akhir desember mereka berangkat menuju Papua dan setelah sampai mereka bergabung bersama beberapa pendaki yang juga ingin ke Carstensz Pyramide. Aktivitas pendakian pun mereka lakukan, dengan semangat akan impianya, ia terus memotivasi dirinya agar bisa sampai di puncak.

Lamanya waktu mereka menuju puncak Carstensz Pyramide, rasa lelah membuat mereka sulit untuk mencapai puncak, dengan motivasi yang tinggi, ia pun menyemangati beberapa pendaki untuk bisa sampai ke puncak secara bersamaan. Dengan segala upaya mereka lakukan, hingga akhirnya sampailah di puncak Carstensz Pyramide  di malam pergantian tahun.


Tercapailah impian dia dan sahabatnya. Namun kesedihan yang ia rasakan saat teringat akan sahabatnya, tak lama kemudian, ia di panggil dari salah satu teman pendakinya untuk menulis di sebuah batu sebagai jejak pendaki di Carstensz Pyramide, sebelum menulis, rasa penasaran akan jejak-jejak pendaki sebelumnya, ia pun melihat dan membaca nama-nama pendaki yang sempat berada disini. Dengan terkejut ia melihat jejak sahabatnya, sahabatnya telah menulis nama mereka berdua setahun yang lalu, di malam dan tanggal yang sama. Air matanya terjatuh saat menatap jejak sahabatnya dan ia berkata. Sahabatku, kuyakin kaulah yang menyuruhku untuk melihat jejak yang telah kau buat, hari ini aku tak akan membuat jejak ku lagi karna kau telah membuatkan jejak kita berdua disini setahun yang lalu.

No comments:

Post a Comment