Satu januari di Carstensz
Pyramide. Kedua remaja yang berteman semasa kecil ini, mereka memiliki impian
yang cukup luar biasa, di suatu hari nanti akan memijakan kaki di puncak
Carstensz Pyramide saat pergantian tahun.
Saat ini dengan usia
mereka berdua yang terbilang muda, mereka hanya mampu mengilustrasikan impian
mereka kepada teman-temanya sebatas khayalan, rasa sanjung dan pujian dari
teman-teman mereka memberikan semangat akan impian mereka seolah-olah telah
terjadi.
Kedua remaja ini, sempat
tertarik akan Carstensz Pyramide saat melihat sebuat video yang menayangkan
pengalaman pendaki Carstensz Pyramide, pendaki yang bercerita tentang salju
abadi yang mereka lihat di atas Carstensz Pyramide.
Carstensz Pyramide
merupakan satu-satunya pegunungan di Indonesia yang memiliki salju. Dengan
semangat akan impian mereka, mereka mencoba untuk mengumpulkan beberapa
artikel, video dan foto yang menceritakan tentang pengalaman sewaktu berada di
Carstensz Pyramide sebagai motivasi.
Harapan untuk mendaki
begitu menggebu yang mereka rasakan, impian tentang Carstensz Pyramide terus
mereka pertahankan. Sekolah dengan begitu banyak kegiatan ekstrakurikuler,
mereka hanya mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan pendakian, dengan
alasan sebelum berlari kita harus belajar bagaimana cara berdiri dan berjalan
terlebih dahulu ”tahu tentang hutan sebelum ke hutan, tahu tentang
gunung sebelum ke gunung dan kuasai cara mendaki sebelum ke Carstensz Pyramide” .
Carstensz Pyramide
merupakan pegunungan yang terletak di Indonesia bagian timur (Provinsi Papua),
puncak Carstensz Pyramide dengan ketinggian 4.884 meter dari permukaan laut
tidak menggoyahkan niat untuk batalkan impian mereka, niat untuk memijakan kaki
di Carstensz Pyramide pada saat awal januari pun mereka tetap perjuangkan.
Suatu ketika, saat mereka
coba untuk pertama kali melakukan pendakian di salah satu gunung yang cukup
menarik pemandanganya, di pulau jawa “Gunung Pangrango (Provinsi Jawa Barat),
Gunung dengan ketinggian 3.019 meter dari permukaan laut.
Pangrango adalah gunung
pertama mereka saat memulai aktivitas pendakian. Gunung pangrango dengan puncak
yang dinamakan mandalawangi merupakan Gunung dengan urutan kedua tertinggi di
Jawa Barat setelah Ceremai, memiliki tantangan yang cukup luar biasa untuk bisa
sampai di puncaknya.
Terasa berat bagi mereka
sebagai pemula untuk mencapai puncak sebuah gunung, bebatuan yang terjal dan
jalan yang licin yang harus mereka lalui, apalagi beban bawaan berupa
perlengkapan makan dan minuman yang harus mereka bawah, membuat waktu
perjalanan saat menuju puncak gunung terasa sulit, namun tidak mustahil bagi
mereka untuk meningalkan jejak kaki di puncak Gunung Pangrango.
Beberapa jam lamanya
mereka terus berjalan menuju puncak gunung, hingga akhirnya mereka pun berhasil
berada pada titik paling tinggi di Gunung Pangrango itu, dengan rasa senang dan
bangga akan perjalanan mereka yang dipenuhi berbagai rintangan, terbalas
lah sudah ketika mata mereka melihat luasnya lautan awan yang berada di depan
mata mereka, saat pandangan mata yang tak lagi terhalang, mengisyaratkan rasa
kedamaian, bisikan angin seolah-olah menghapus rasa lelah yang mereka alami
saat menuju puncak, disitulah kesenangan yang tak semua orang sanggup miliki.
Setelah mereka berdua
telah meninggalkan jejak manis saat pendakian pertama mereka, mereka pun
mendaki beberapa gunung lainya di pulau jawa.
Suatu ketika salah
seorang dari mereka menawarkan pendakian di salah satu gunung di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Lombok), Lombok yang terkenal dengan tempat wisata yang cukup
terkenal itu, memiliki salah satu Gunung yang tak kala terkenal dengan
Gunung-gunung lainya di Indonesia (Gunung Rinjani).
Gunung Rinjani merupakan
Gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia, dengan ketinggian mencapai 3.729
meter diatas permukaan laut itu memiliki pemandangan yang luar biasa menarik.
Bukan hanya pendaki lokal
yang ingin menikmati pemandangan dari puncak rinjani, namu pendaki
Mancanegara pun berbondong - bondong ingin mengabadikan momen di Puncak
Rinjani.
Tak lama setelah mendapat
usulan dari temanya, mereka berdua pun bergabung bersama beberapa
rombongan pendaki yang ingin
berteduh di atas garis pelangi, puncak Gunung Rinjani yang penuh dengan cerita
manis para pendaki, banyak mimpi yang terjawab saat mata para pendaki yang tak
sengaja melihat lukisan-lukisan murni dari pancaran cahaya matahari saat
menyentuh bumi.
Perjalanan menuju rinjani
pun mereka lakukan, dengan tantangan yang cukup banyak harus mereka hadapi, di
tengah perjalanan menuju puncak, semakin banyak bahasa alam yang mengisyaratkan
mereka harus kembali, badai yang kerap mereka temui, derasnya curah hujan
seakan tak mau berhenti.
Awal hingga pertengahan
perjalanan selalu dihantui dengan garangnya badai, impian untuk menyapa puncak
pun terhenti saat sahabatnya yang sempat terjatuh disisih jalan yang
dalam dan penuh dengan bebatuan yang tajam, hingga akhrinya impian ke puncak
dibatalkan karna temanya yang terluka, hal pertama yang mereka pikirkan
adalah bagaimana temanya mendapat pertolongan sebelum dibawa ke Rumah sakit
yang jaraknya cukup jauh.
Di saat rasa panik yang
mereka alami dan tidak tahu harus berbuat apa terhadap temanya yang terluka,
tak lama kemudian terlihat beberapa pendaki yang baru saja kembali dari puncak,
dengan rasa belas kasih, para pendaki itu lansung membantu memberi pertolongan
pertama dan mau membantu untuk sama-sama menggotong temanya secara bergantian
menuju perkampungan dan selanjutnya di bawa ke Rumah sakit.
Setelah mendapat perawat
di rumah sakit, sahabatnya sungguh meresa bersalah, bersalah karna telah
mengajak temanya untuk mendaki di puncak rinjani. Orang tua dari temanya yang
sakit, mulai merasa khawatir akan kondisi anaknya, perwatan medis terus di
perjuangkan dokter untuk kesembuhan sahabatnya, hingga beberapa hari, kondisi
sahabatnya mulai membaik dan diperbolehkan untuk pulang ke rumah.
Hal yang paling
menyedihkan adalah impian mereka untuk memijakan kaki di Carstensz Pyramide
saat tahun baru itu berakhir, berakhirnya impian ke Carstensz Pyramide
dikarenakan orang tua dari sahabatnya melarang anaknya untuk pergi mendaki
gunung. Rasa menyesal mereka berdua pun muncul saat impian yang harus mereka
akhiri.
Bukan hanya impian untuk
ke Carstensz Pyramide di akhiri, namun perpisahan antar mereka berdua juga
terjadi, perpisahan yang harus mereka terima saat sahabatnya harus pergi
bersama orang tuanya yang pindah ke jerman. Kesedihan yang menghampiri mereka
juga tak kunjung henti, secepat itu mereka mengahiri mimpi yang telah lama mereka
bangun.
Rasa saling rindu antar
kedua sahabat ini pun terus bergulir, jauhnya jarak antara mereka memberi
kesedihan yang mendalam, namun mereka telah berjanji untuk tak saling
melupakan. Lamanya waktu mereka dipisahkan, untuk bercerita hanya melalui kenangan
yang terlintas dalam ingatan.
Tiga belas tahun mereka
telah di pisahkan, tanpa kabar antara mereka berdua, hingga akhirnya salah satu
dari temanya yang berada di Jerman pun kembali ke Indonesia, kembalinya dengan
tujuan untuk melaksanakan impian mereka yang sempat terhenti dulu, impian untuk
memijakan kaki di Carstensz Pyramide 13 tahun yang lalu.
Sampainya di Indonesia,
bukan hal menyenangkan yang harus ia dengar, saat sampai di rumah sahabatnya,
ia mendapat kabar tentang kematian sahabatnya, orang tua sahabatnya
menceritakan tentang kematian sahabatnya saat pergi mendaki di Carstensz
Pyramide setahun yang lalu, dan terjatuh saat perjalanan turun dari puncak
Carstensz Pyramide, orang tua sahabatnya juga tak menyangka, secepat itu
anaknya meninggalkan mereka. Rasa sedih dan tangis yang mendalam saat mendengar
cerita kematian sahabatnya, sahabat yang selalu bersamanya semasa kecil hingga
remaja, sahabat yang memiliki impian yang luar biasa, sahabat yang mengajirinya
untuk tetap memperjuangkan mimpi.
Tak lama bercerita
bersama orang tua sahabatnya, ia pun kembali pulang ke rumahnya, saat sendiri
dirmh ia pun merenung tentang sahabatnya sewaktu masih bersama dulu, saat-saat
bercanda, saat bersama di beberapa puncak gunung yang pernah mereka capai dan
saat-saat terakhir di pisahkan oleh kepergiannya ke Jerman.
Saat lama merenung,
sempat matanya melihat sepotong kertas yang di tempel di pintu lemari, sepotong
kertas yang tertulis mengenai impian akan puncak Carstensz Pyramide bersama
temanya dulu, saat menatap kertas yang tertulis impian itu, ia pun berjanji
untuk capai impian yang pernah mereka buat dulu.
Beberpa hari kemudia ia
pun bergabung bersama beberapa komunitas pendaki, dan merencanakan untuk
pendakian di Carstensz Pyramide, akhir desember mereka berangkat menuju Papua
dan setelah sampai mereka bergabung bersama beberapa pendaki yang juga ingin ke
Carstensz Pyramide. Aktivitas pendakian pun mereka lakukan, dengan semangat
akan impianya, ia terus memotivasi dirinya agar bisa sampai di puncak.
Lamanya waktu mereka
menuju puncak Carstensz Pyramide, rasa lelah membuat mereka sulit untuk
mencapai puncak, dengan motivasi yang tinggi, ia pun menyemangati beberapa
pendaki untuk bisa sampai ke puncak secara bersamaan. Dengan segala upaya
mereka lakukan, hingga akhirnya sampailah di puncak Carstensz Pyramide di
malam pergantian tahun.
Tercapailah impian dia
dan sahabatnya. Namun kesedihan yang ia rasakan saat teringat akan sahabatnya,
tak lama kemudian, ia di panggil dari salah satu teman pendakinya untuk menulis
di sebuah batu sebagai jejak pendaki di Carstensz Pyramide, sebelum menulis,
rasa penasaran akan jejak-jejak pendaki sebelumnya, ia pun melihat dan membaca
nama-nama pendaki yang sempat berada disini. Dengan terkejut ia melihat jejak
sahabatnya, sahabatnya telah menulis nama mereka berdua setahun yang lalu, di
malam dan tanggal yang sama. Air matanya terjatuh saat menatap jejak sahabatnya
dan ia berkata. Sahabatku, kuyakin kaulah yang menyuruhku untuk melihat
jejak yang telah kau buat, hari ini aku tak akan membuat jejak ku lagi karna
kau telah membuatkan jejak kita berdua disini setahun yang lalu.
No comments:
Post a Comment