Tuesday, April 11, 2017

Teori - Debat Duo Neo, Neorealis vs Neoliberalis


Pada kedua tulisan sebelumnya, telah dijelaskan tentang  prespektif realis maupun liberalis, baik dari asumsi maupun apa yang diperdebatkan oleh keduanya. Asumsi dasar dari neorealis ialah struktur dan sistem negara adalah anarki yakni tidak ada kekuasaan tertinggi diatas negara. Akan tetapi menuut Waltz (dalam Jack dan Sorensen, 1999) kekuatan negara yang besar mampu mengubah suatu struktur. Lalu neorealis berorientasi pada tujuan pribadinya, bersikap kooperatif, dan bertahan. Jika kaum realis seperti Morgenthau (dalam Burchill dan Linklater, 1966) menganggap bahwa kekuasaan berakar pada kodrat manusia, neo-realis seperti Waltz (dalam Axelrod, 18986) mempokokkan diri pada kondisi anarkis dunia internasional yang mengesankan akumulasi kekuasaan sebagai sebuah syarat yang sistemis bagi negara.
Sebenarnya, neorealisme berangkat dari realisme namun lebih spesifik (Jackson dan Sorensen, 1999). Neorealisme merupakan semacam koreksi dari sudut pandang realis karena pada masa itu, isu yang berkembang lebih kompleks dan tidak bisa dijelaskan secara keseluruhan oleh para realis. Jadi berangkat dari situlah muncul neorealis yang mencoba menjawab hal tersebut. Neorealisme tidak berdasar pada sifat alami manusia akan tetapi struktur. Dalam neorealisme, hubungan internasional merupakan struktur anarki yang didesentralisasi contohnya seperti cobweb model, negara merupakan pereaksi dari struktur (Waltz, 1999).
Neorealisme memberikan penilaian yang meyakinkan mengenai mengapa kebijakan-kebijakan luar negeri negara-bangsa sangatlah mirip, meski sifat internal mereka sangatlah jauh berbeda. Neorealisme juga memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai keberlangsungan sistem internasional (Burchill dan Linklater, 1966:121). Neorealisme mengimplikasikan bahwa, dalam bentuknya yang sekarang, negara-bangsa adalah perangkat permanen dalam sistem internasional dan bahwa prospek ekspresi alternatif masyarakat politik adalah terbatas.
            Neoliberalisme muncul diawal tahun 1980an. Sudut pandang neoliberalisme hadir untuk mengkritisi prespektif dari realisme maupun neoliberalisme. Asumsi dasar neoliberalis adalah negara merupakan kunci dalam hubungan internasional, namun bukan merupakan aktor utama, bersikap kooperatif, lalu menurut mereka kerjasama tidak akan akan terjadi apabila tidak ada masalah atau konflik. Neoliberalisme berakar dari pengintegrasian pekerjaan yang fungsional dan teoritis pada tahun 1950s dan 1960s dan saling ketergantungan kompleks. Neoliberalisme membuat hubungan yang makin intens antar aktor, yang berwujud sebagai collective action program. Contohnya terhadap isuglobal warming yang akhirnya melahirkan protokol kyoto. Menurut neoliberalis, institusi merupakan mediator untuk memfasilitasi suatu kerjasama. Jadi suatu institusi dapat dijadikan suatu tempat yang terstruktur  untuk mewadahi suatu kerjasama yang dilakukan oleh beberapa negara. Akan tetapi, suatu kerjasama mungkin akan sulit untuk dilaksanakan dan diraih ketika pemimpin merasa mereka tidak memiliki kesamaan tujuan dengan negara lain.
            Ciri-ciri dari neorealisme dan neoliberalisme adalah mereka sama-sama setuju bahwa struktur internasional adalah anarki, dan tidak ada suprastate. Bagi mereka berdua, kerjasama merupakan sesuatu yang penting. Akan tetapi neorealisme berpegang pada relative gain, sedangkan neoliberalisme berpegang pada absolute gain. Inti dari neorealisme dan neoliberalisme adalah tujuan mereka yang sama, hanya cara pandang mereka yang berbeda. Tak satu pun dari mereka, baik neorealis maupun neoliberalis yang berdebat dan menyertakan dua perspektif yang kontras. Keduanya fokus pada pertanyaan serupa dan setuju dengan sejumlah asumsi tentang politik internasional (Dugis, 2013).
            Kunci titik debat keduanya (Baldwin, 1993) terdapat dalam beberapa aspek yaitu pada keadaan anarki, neorealis memegang konsekuensi dari keadaan anarki yaitu bertahan adalah tujuan utamanya. Sedangkan neoliberalis menetapkan bahwa realis-lah yang mengabaikan pentingnya saling ketergantungan internasional. Dalam aspek kerjasama internasional, kerjasama dimungkinkan diantara keduanya, akan tetapi realis berpendapat bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang sulit diraih. Dalam aspek keuntungan, neorealis menganut relative gains yang memusatkan pada distribusi antar peserta pada suatu transaksi sedangkan neoliberalis menganut absolute gains yang memusatkan pada keseluruhan keuntungan transaksi jadi keuntungannya sama rata. Dalam aspek tujuan negara, keduanya setuju bahwa keamanan nasional dan kesejahteraan ekonomi adalah sesuatu yang penting, akan tetapi mereka memiliki penekanan yang relatif berbeda akan tujuan ini. Apabila neorealis bertujuan untuk bertahan dalam sistem internasional, neoliberalis bertujuan pada kesejahteraan ekonomi. Dalam aspek niat dan kemampuan, oleh neorealis ketidak-pastian membuat mereka menaruh perhatian lebih pada kemampuan. Sedangkan pada neoliberalis, sensitif akan keuntungan sama rata dengan yang lain. Dalam aspek institusi dan rezim, neorealis tidak begitu memperdulikan atau menaruh perhatian sedangkan neoliberalis sangat mementingkan institusi dan rezim. Karena neorealis tidak mementingkan seperti mereka tidak mempunyai kekuasaan atau kekuatan untuk menghukum penyeberang sedangkan neoliberalis perduli karena negara memiliki keuntungan lebih dari kerjasama.
            Jadi perdebatan antara neorealis dan neoliberalis adalah kelanjutan dari perdebatan pendahulu mereka, realis dan liberalis. Akan tetapi, dalam perdebatan ini, mereka tidak sepenuhnya bertentangan karena diantara keduanya masih terdapat beberapa kesamaan contohnya dalam tujuan yang dicapai negara. Apabila realis secara tegas menyatakan bahwa untuk mencapai kedamaian dibutuhkan konflik bahkan perang, neorealis melunak dengan menyatakan bahwa sejatinya kerjasama dimungkinkan untuk terjadi akan tetapi hal tersebut akan sulit diraih. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa antara neorealis dan neoliberalis menyetujui secara penuh adanya kerjasama dalam sistem internasional.
REFERENSI
            Jackson, Robert & Georg Sorensen. 1999. Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press
            Burchill, Scoot & Andrew Linklater, 1966, Teori-Teori Hubungan Internasional, New York : ST Martin’s Press, INC
R. Axelrod dan R.O. Keohane, “Achieving Cooperation under Anarchy: Strategis and Institution” dalam K.A.Oye (Ed.), Cooperation under Anarchy (Princetoon: 1986)
Dugis, Visensio. 2013. Neorealism vs Neolibealism, Neo-Neo Debate. Materi kuliah disampaikan pada kuliah Teori Hubungan Internasional. 21 Maret 2013.


No comments:

Post a Comment