LIBERALISME
Liberalisme merupakan suatu prespektif yang berfokus
pada perdamaian. Perbedaan mengenai asumsi dari liberalisme dan realisme yang
terlihat mencolok ialah teori ini melihat persoalan dari sisi perang-damai,
kompetisi, dan konfliktual yang selalu mengutamakan perang maupun konflik untuk
mencapai perdamaian. Sebaliknya, perspektif liberalisme percaya bahwa untuk
mencapai kedamaian, tidak diperlukan adanya konflik yang berujung pada perang
hal tersebut dapat dihindari dengan cara melakukan kerjasama untuk sama-sama
mencapai kepentingannya, contohnya dengan cara kerjasama dalam hal perdagangan.
Selain itu berbeda dengan kaum realis, yang melihat negara yang pertama dan
paling utama sebagai pemusatan dan instrumen kekuasaan, kaum liberal melihat
negara sebagai entitas konstitusional yang membentuk dan menjalankan aturan
hukum yang menghormati hak warga negaranya untuk hidup, bebas, dan sejahtera.
Kaum Liberal pada umunya mengambil pandangan sifat
positif dari manusia. Mereka memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran
manusia dan mereka yakin prinsip-prinsip rasional dapat dipakai pada
masalah-masalah internasional (Jackson dan Sorensen, 1999:140). Kaum liberal
mengakui bahwa individu selalu mementingkan diri sendiri dan bersaing terhadap
suatu hal. Akan tetapi mereka juga percaya bahwa individu-individu memiliki
banyak kepentingan dan dengan demikian dapat terlibat dalam aksi sosial yang
kolaboratif dan kooperatif, baik domestik maupun internasional, yang
menghasilkan manfaat besar bagi setiap orang baik didalam maupun diluar negeri
(Jackson dan Sorensen, 1999:140).
John Locke berpendapat bahwa negara muncul untuk menjamin kebebasan warga
negaranya dan kemudian mengijinkan mereka menghidupi kehidupannya dan menggapai
kebahagiaannya tanpa campur tangan tak semestinya dari orang lain (Jackson dan
Sorensen, 1999:142). Kemajuan bagi kaum liberal selalu merupakan kemajuan bagi
individu. Perhatian dasar liberalisme adalah kebahagiaan dan kesenangan
individu. Pemikiran kaum liberal sangat erat hubungannya dengan kemunculan
negara konstitusional modern.
Liberalisme memiliki empat aliran-aliran yang menunjukkan aspek-aspek penting
pemikiran kaum liberal tentang hubungan internasional. Yang pertama adalah
liberalisme sosiologis. Bagi kaum realis, hubungan internasional adalah studi
tentang hubungan antara pemerintah negara-negara berdaulat. Kaum liberal
sosiologis menolak pandangan ini karena fokusnya terlalu sempit. Hubungan
internasional bukan hanya tentang hubungan antar negara yang berdaulat,
melainkan juga hubungan antara masyarakat, kelompok, dan organisasi yang
berasal dari negara yang berbeda (Jackson dan Sorensen, 1999:144).
Lalu yang kedua adalah liberalisme interdepensi. Interdepensi artinya
ketergantungan timbal balik. Rakyat dan pemerintah dipengaruhi oleh apa yang
terjadi dimana pun, oleh tindakan rekannya di belahan dunia lain. Pada
dasarnya, kaum liberal ini berpendapat bahwa pembagian tenaga kerja yang tinggi
dalam perekonomian internasional meningkatkan interdepensi antar negara, dan
hal itu menekan dan mengurangi konflik kekerasan antar negara (Jackson dan
Sorensen, 1999:148). Jadi dalam pandangan liberalis interdepensi, konflik
kekerasan dapat dihindari apabila dalam perekonomian internasiona terdapat
pembagian tenaga kerja yang sama rata, sehingga tidak terjadi ketimpangan yang
dapat memunculkan konflik.
Selanjutnya, aliran keempat ialah liberalisme konstitusional. Aliran
liberalisme ini mengambil pemikiran terdahulu tentang manfaat dari institusi
internasional. Wodrow Wilson (dalam Jackson dan Sorensen 1999) mengubah
hubungan internasional dari “hutan” politik kekuasaan yang kacau ke “kebun
binatang” pergaulan erat yang diatur dan damai. Hal ini diwujudkan Wodrow
Wilson dengan gagasannya tentang “kebun binatang” untuk membentuk sebuat
institusi internasional yaitu Liga Bangsa-Bangsa atau LBB. Namun, terdapat
pesimisme dalam pembentukan institusi internasional. Sebagian besar yakin bahwa
sebah intitusi internasional seperti LBB mampu membuat kerjasama lebih mudah
dan jauh lebih mungkin. Akan tetapi mudahnya kerjasama internasional tidak
menjamin adanya kualitatif hubungan internasional, karena transformasi dari “hutan”
dengan hukum rimbanya ke “kebun binatang” yang serba teratur dan diatur bukan
perkara yang mudah. Hewan liar tidak dengan mudah mau tunduk dan menurut untuk
masuk ke kandang, begitu pula dengan negara-negara kuat, sulit pula untuk
memaksan mereka. Bagaimanapun juga, kaum liberalis institusional tidak sepakat
dengan pandangan kaum realis yang menyatakan bahwa institusi internasional
hanyalah “secarik kertas”, bahwa mereka berada dalam “ketiak” dari negara kuat.
Aliran liberalisme yang terakhir adalah liberalisme republikan. Liberalisme
republikan dibangun pada pernyataan bahwa negara-negara demkrasi liberal
bersifat lebih damai dan patuh hukum diandingkan sistem politik lain (Jackson
dan Sorensen, 1999:159). Seperti yang telah disebutkan pada paragraf awal,
bahwa kaum liberalisme mengangga bahwa untuk mencapai kedamaian tidak perlu
dengan agresi dan konflik. Hal ini mungkin saja disebabkan karena adanya sifat
patuh pada aturan yang dimiliki oleh kaum liberalis sehingga meminimalisir
adanya gesekan yang dapat menimbulkan perkara atau konflik. Namun, argumen
tersebut tidak berarti bahwa negara-negara demokrasi tidak pernah berperang.
Negara demokrasi berperang se-sering negara non-demokrasi, akan tetapi negara
demokrasi tidak memerangi negara demokrasi lainnya. Mengapa negara-negara
demokrasi berdamai satu sama lain ? Jawaban peryataan diatas secara sistematis
telah dinyatakan oleh Michael Doyle (1983;1986) yang berdasarkan pendapatnya
bahwa keberadaan dari negara-negara demokrasi liberal semata yang budaya
politik domestiknya berdasarkan pada penyelesaian konflik secara damai karena
negara demokrasi mendukung hubungan internasional yang damai. Lalu yang membuat
antar negara demokrasi berdamai ialah bahwa negara-negara demokrasi memegang
nilai-nilai moral bersama yang mengarah pada pembentukan persatuan yang damai.
Karena tidak seperti kaum realis, kaum liberalisme masih memperhatikan dan
menjadikan norma dan moral sebagai tolak ukur.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa liberalisme memiliki asumsi
positif terhadap perdamaian antar negara dalam sistem internasional. Keempat
aliran yang terdapat pada perspektif liberalisme pun, walaupun dengan perbedaan
pendapat, juga menyatakan bahwa perdamaian dapat diraih tanpa konflik. Kaum liberalis
memiliki pemikiran yang terbuka dan masih mengandalkan kerjasama untuk
meminimalisir adanya gencatan senjata. Disini juga terdapat peran yang sama
penting antara negara dan non-negara sehingga tidak ada dominasi siapa yang
lebih kuat diantara keduanya.
REFERENSI
Jackson, Robert & Georg Sorensen. 1999. Introduction to
International Relations. New York: Oxford University Press.
Doyle, M.W. (1986). “Liberalisme and World Politics”, American
Political Science Review, 80/4:1151-69
No comments:
Post a Comment