Tuesday, April 11, 2017

TEORI LIBERALISME

LIBERALISME
Liberalisme merupakan suatu prespektif yang berfokus pada perdamaian. Perbedaan mengenai asumsi dari liberalisme dan realisme yang terlihat mencolok ialah teori ini melihat persoalan dari sisi perang-damai, kompetisi, dan konfliktual yang selalu mengutamakan perang maupun konflik untuk mencapai perdamaian. Sebaliknya, perspektif liberalisme percaya bahwa untuk mencapai kedamaian, tidak diperlukan adanya konflik yang berujung pada perang hal tersebut dapat dihindari dengan cara melakukan kerjasama untuk sama-sama mencapai kepentingannya, contohnya dengan cara kerjasama dalam hal perdagangan. Selain itu berbeda dengan kaum realis, yang melihat negara yang pertama dan paling utama sebagai pemusatan dan instrumen kekuasaan, kaum liberal melihat negara sebagai entitas konstitusional yang membentuk dan menjalankan aturan hukum yang menghormati hak warga negaranya untuk hidup, bebas, dan sejahtera.
Kaum Liberal pada umunya mengambil pandangan sifat positif dari manusia. Mereka memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran manusia dan mereka yakin prinsip-prinsip rasional dapat dipakai pada masalah-masalah internasional (Jackson dan Sorensen, 1999:140). Kaum liberal mengakui bahwa individu selalu mementingkan diri sendiri dan bersaing terhadap suatu hal. Akan tetapi mereka juga percaya bahwa individu-individu memiliki banyak kepentingan dan dengan demikian dapat terlibat dalam aksi sosial yang kolaboratif dan kooperatif, baik domestik maupun internasional, yang menghasilkan manfaat besar bagi setiap orang baik didalam maupun diluar negeri (Jackson dan Sorensen, 1999:140).
            John Locke berpendapat bahwa negara muncul untuk menjamin kebebasan warga negaranya dan kemudian mengijinkan mereka menghidupi kehidupannya dan menggapai kebahagiaannya tanpa campur tangan tak semestinya dari orang lain (Jackson dan Sorensen, 1999:142). Kemajuan bagi kaum liberal selalu merupakan kemajuan bagi individu. Perhatian dasar liberalisme adalah kebahagiaan dan kesenangan individu. Pemikiran kaum liberal sangat erat hubungannya dengan kemunculan negara konstitusional modern.
            Liberalisme memiliki empat aliran-aliran yang menunjukkan aspek-aspek penting pemikiran kaum liberal tentang hubungan internasional. Yang pertama adalah liberalisme sosiologis. Bagi kaum realis, hubungan internasional adalah studi tentang hubungan antara pemerintah negara-negara berdaulat. Kaum liberal sosiologis menolak pandangan ini karena fokusnya terlalu sempit. Hubungan internasional bukan hanya tentang hubungan antar negara yang berdaulat, melainkan juga hubungan antara masyarakat, kelompok, dan organisasi yang berasal dari negara yang berbeda (Jackson dan Sorensen, 1999:144).
            Lalu yang kedua adalah liberalisme interdepensi. Interdepensi artinya ketergantungan timbal balik. Rakyat dan pemerintah dipengaruhi oleh apa yang terjadi dimana pun, oleh tindakan rekannya di belahan dunia lain. Pada dasarnya, kaum liberal ini berpendapat bahwa pembagian tenaga kerja yang tinggi dalam perekonomian internasional meningkatkan interdepensi antar negara, dan hal itu menekan dan mengurangi konflik kekerasan antar negara (Jackson dan Sorensen, 1999:148). Jadi dalam pandangan liberalis interdepensi, konflik kekerasan dapat dihindari apabila dalam perekonomian internasiona terdapat pembagian tenaga kerja yang sama rata, sehingga tidak terjadi ketimpangan yang dapat memunculkan konflik.
            Selanjutnya, aliran keempat ialah liberalisme konstitusional. Aliran liberalisme ini mengambil pemikiran terdahulu tentang manfaat dari institusi internasional. Wodrow Wilson (dalam Jackson dan Sorensen 1999) mengubah hubungan internasional dari “hutan” politik kekuasaan yang kacau ke “kebun binatang” pergaulan erat yang diatur dan damai. Hal ini diwujudkan Wodrow Wilson dengan gagasannya tentang “kebun binatang” untuk membentuk sebuat institusi internasional yaitu Liga Bangsa-Bangsa atau LBB. Namun, terdapat pesimisme dalam pembentukan institusi internasional. Sebagian besar yakin bahwa sebah intitusi internasional seperti LBB mampu membuat kerjasama lebih mudah dan jauh lebih mungkin. Akan tetapi mudahnya kerjasama internasional tidak menjamin adanya kualitatif hubungan internasional, karena transformasi dari “hutan” dengan hukum rimbanya ke “kebun binatang” yang serba teratur dan diatur bukan perkara yang mudah. Hewan liar tidak dengan mudah mau tunduk dan menurut untuk masuk ke kandang, begitu pula dengan negara-negara kuat, sulit pula untuk memaksan mereka. Bagaimanapun juga, kaum liberalis institusional tidak sepakat dengan pandangan kaum realis yang menyatakan bahwa institusi internasional hanyalah “secarik kertas”, bahwa mereka berada dalam “ketiak” dari negara kuat.
            Aliran liberalisme yang terakhir adalah liberalisme republikan. Liberalisme republikan dibangun pada pernyataan bahwa negara-negara demkrasi liberal bersifat lebih damai dan patuh hukum diandingkan sistem politik lain (Jackson dan Sorensen, 1999:159). Seperti yang telah disebutkan pada paragraf awal, bahwa kaum liberalisme mengangga bahwa untuk mencapai kedamaian tidak perlu dengan agresi dan konflik. Hal ini mungkin saja disebabkan karena adanya sifat patuh pada aturan yang dimiliki oleh kaum liberalis sehingga meminimalisir adanya gesekan yang dapat menimbulkan perkara atau konflik. Namun, argumen tersebut tidak berarti bahwa negara-negara demokrasi tidak pernah berperang. Negara demokrasi berperang se-sering negara non-demokrasi, akan tetapi negara demokrasi tidak memerangi negara demokrasi lainnya. Mengapa negara-negara demokrasi berdamai satu sama lain ? Jawaban peryataan diatas secara sistematis telah dinyatakan oleh Michael Doyle (1983;1986) yang berdasarkan pendapatnya bahwa keberadaan dari negara-negara demokrasi liberal semata yang budaya politik domestiknya berdasarkan pada penyelesaian konflik secara damai karena negara demokrasi mendukung hubungan internasional yang damai. Lalu yang membuat antar negara demokrasi berdamai ialah bahwa negara-negara demokrasi memegang nilai-nilai moral bersama yang mengarah pada pembentukan persatuan yang damai. Karena tidak seperti kaum realis, kaum liberalisme masih memperhatikan dan menjadikan norma dan moral sebagai tolak ukur.
            Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa liberalisme memiliki asumsi positif terhadap perdamaian antar negara dalam sistem internasional. Keempat aliran yang terdapat pada perspektif liberalisme pun, walaupun dengan perbedaan pendapat, juga menyatakan bahwa perdamaian dapat diraih tanpa konflik. Kaum liberalis memiliki pemikiran yang terbuka dan masih mengandalkan kerjasama untuk meminimalisir adanya gencatan senjata. Disini juga terdapat peran yang sama penting antara negara dan non-negara sehingga tidak ada dominasi siapa yang lebih kuat diantara keduanya.

REFERENSI
            Jackson, Robert & Georg Sorensen. 1999. Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press.
            Doyle, M.W. (1986). “Liberalisme and World Politics”, American Political Science Review, 80/4:1151-69


No comments:

Post a Comment