Tuesday, April 11, 2017

TEORI REALISME


Realisme merupakan teori yang paling sederhana, paling tua, dan paling klasik dalam hubungan internasional. Teori ini melihat persoalan dari sisi perang-damai, kompetisi, dan konfliktual. Realisme pada umumnya dianggap sebagai tradisi teoritis paling berpengaruh dalam hubungan internasional. Warisan filsafatnya, yakni kritiknya yang keras terhadap internasionalisme liberal dan pengaruhnya terhadap praktek diplomasi internasional telah menempatkannya dalam posisi penting walaupun tidak dominan (Burchill, 1996:90).
            Dalam dua dekade terakhir setelah perang dunia I, ketika terjadi perdebatan serius mengenai bentuk-bentuk yang tepat dari disiplin hubungan internasional, ada kesadaran yang semakin bertambah bahwa tujuan penelitian haruslah untuk mengembangkan generasi pola-pola perilaku dalam hubungan internasional, dan untuk menegaskan fenomena yang muncul kembali daripada peristiwa-peristiwa unik. Kaum realis terdahulu membawa kedalam sebuah disiplin ilmu yang masih baru ini bermacam pengalaman dan para perintis intelektual yang sangat berjasa bagi kelangsungan hidup wacana teoritis (Burchill, 1996:107)
            Perspektif adalah cara untuk mendekati persoalan, maka berbagai macam masalah dan fakta dapat dilihat melalui berbagai sudut pandang (Wardhani, 2013). Tidak ada yang salah tentang perspektif, yang ada hanya perbedaan.
            Kaum realis menarik perhatian ke realitas konflik dalam hubungan internasional, dan pelajaran-pelajaran yang diserap dari pola siklis dan intensitasnya. Tidak seperti kaum idealis, kaum realis menekankan fungsi positif dari ciri-ciri diplomasi intrnasional yang secara normal terhubung dengan “politik kekuasaan” – kedaulatan negara, keseimbangan kekuasaan, dan perang terbatas (Burchill, 1996:107)
            Morghentau (dalam Burchill, 1996) mencatat enam prinsip realisme politik yang, keseluruhan, merumuskan pendekatan teoritisnya terhadap hubungan internasional.
  1. Politik ditentukan oleh hukum-hukum obyektif yang berakar pada kodrat manusia. Hal ini berarti bahwa plotik internasional merupakan cerminat dari sifat dsar manusia. Hukum ini tidak berubah dari waktu ke waktu dan kedap terhadap pilihan manusia.
  2. Kunci untuk memhamai politik internasional adalah mendefinisikan konsep kepentingn dan kaitannya dengan kekuasaan. Dengan merujuk pada konsep ini, kita memiliki peluang untuk melihat politik sebagai tindakan yang otonom.
  3. Bentuk dan sifat kekuasaan negara akan bermacam-macam dalam waktu, tempat dan konteks, tetapi konsep kepentingan masih tetap sama. Dapat dikatakan bahwa kekuasaan bersifat konseptual yaitu tergantung situasi dan kondisi akan tetapi konsep kepentingan tidak sama dengan konsep kekuasaan, mereka masih stabil dan sama.
  4. Prinsip-prinsip moral universal tidak menuntun sikap negara, meski sikap negara jelas aka memiliki implikasi moral dan etika. Individu jelas terpengaruh oleh kode moral, tetapi negara perantara moral.
  5. Tidak ada serangkaian prinsip-prinsip moral yang disetujui universal. Meski negara dari waktu ke waku akan memperbaiki tampilan dengan pengertian etis, penggunaan bahasa moral untuk membenarkan sikap mereka ke dunia luar akan dirancang untuk mendatangkan keuntungan.
  6. Secara intelektual, bidang politik itu otonom dari setiap bidang perhatian manusia lainnya, entah bidang-bidang lain tersebut bersifat legal, moral, atau ekonomi. Posisi ini memungkinkan kita untuk melihat suatu wilayah internasional sebagai sesuatu yang berbedasecara anilitis dari bidang penelitian intelektual lainnya.
            Negara menurut realis adalah primary actor. Konsep realisme sama halnya dengan segitiga yang tiap titik sudutnya dihubungkan dengan sisi agar dapat membentuk satu segitiga yang utuh. Tiap titik sudut dalam “segitiga realisme” adalah statism (state), self help (anarki), dan survival (gaining power). Dalam interaksi antara stategaining power, dan anarki akan ditemukan banyak proporsisi. Namun daam keadaan anarki akan memunculkan security dilemma (Hobbes), yaitu adanya kecurigaan antara negara satu dengan yang lain.
            Asumsi-asumsi dasar dalam perspektif realisme adalah; sistem internasional merupakan hal yang anarki, lalu bagaimana dengan PBB ? Sejatinya, PBB bukan merupakan kekuasaan yang lebih tinggi dari negara karena PBB merupakan organisasi internasional dan tidak memiliki kedaulatan. Negara dipandang sebagai unit yang satu dan rasional. Lalu,state are the principal actors. Fokus utamanya adalah bertahan, siapa yang harus bertahan ? tentu saja negara yang merupakan aktor utama dalam sistem internasional ini. Dalam sudut pandang realis, moral memiliki tempat dan porsi yang sangat sedikit dan terbatas. Yang terpenting ialah relative gains, bukan absolute gains karena dalam sudut pandangnya, kemenangan mutlak adalah sesuatu yang tidak perlu karena kemenangan mutlak adalah hal  yang mudah digoyahkan. Dalam perspektif realis, negara tidak terlalu penting dibandingkan dengan politik internasional karena negara hanya merupakan obyek dalam sistem internasional, negara menjadi sesuatu yang penting jika mengganggu sistem internasional.
            Negara sebagai pricipal actor cenderung untuk lebih memikirkan bagaimana keadaan negaranya sendiri, struggle of power untuk mencapai tujuan, serta skeptis terhadap etika dan moral. Apabila realis klasik memiliki konsep national interest yang masih mempertimbangkan moral, berbeda dengan radikal realis yang sama sekali tidak mempertimbangkan moral. Radikal realis membebaskan negara untuk melakukan apapun karena bagi mereka kemenangan adalah segalanya, entah kemenangan dalam bentuk tercapainya tujuan negara mereka maupun kemenangan yang lain, dan radikal realis sama sekali tidak memperhitungkan norma. Jadi sejauh kepentingan negara mereka dapat tercapai, apapun akan dilakukan sekalipun hal tersebut bertentangan dengan norma.
            Sebuah negara akan bertindak apapun untuk mencapai keamanan negaranya. Supaya aman, negara tersebut meningkatkan kekuatan atau powernya. Namun ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa jika ingin berdamai, maka berperanglah terlebih dahulu. Karena selama masih ada agresor, negara tidak akan damai sebab agresi merupakan pertahanan terbaik untuk mengamankan negara.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagai perspektif terlama dalam hubungan internasional, walaupun tidak dominan akan tetapi realisme masih digunakan dalam sistem internasional. Perspektif realis memberikan gambaran tentang apa yang benar-benar dibutuhkan dan diinginkan oleh sebuah negara, dan untuk mencapainya, norma dan moral pun diacuhkan.

REFERENSI
Wardhani, Baiq. 2013. Realisme in International Relations. Materi kuliah disampaikan pada kuliah Teori Hubungan Internasional. 7 Maret 2013
Burchill, Scoot & Linklater, Andrew, 1966, Teori-Teori Hubungan Internasional, New York : ST Martin’s Press, INC


No comments:

Post a Comment