Sunday, April 2, 2017

Definisi Perasaan dan Emosi

A. Pengantar
Perasaan dan emosi pada umumnya disifatkan sebagai keadaan (state) yang ada pada inividu atau organisme pada sesuatu waktu. Misal seseorang merasa sedih, senang, takut, marah ataupun gejala-gejala yang lain setelah melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu. Dengan kata lain perasaan dan emosi disifatkan sebagai satu keadaan kejiwaan pada organisme atau individu sebagai akibat adanya peristiwa atau persepsi yang dialami oleh organisme.
Lalu apakah yang dimaksud dengan (feeling) atau (emotion) itu. Menurut Chaplin (1972) perasaan adalah keadaan atau state individu sebagai akibat dari persepsi sebagai akibat stimulus baik externel maupun internal. Mengenai emosi, Chaplin berpendapat bahwa definisi mengenai emosi cukup bervariasi yang dikemukakan oleh para ahli psikologi dari berbagai orientasi. Namun demikian dapat dikemukakan atas “general agreement” bahwa emosi merupakan reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dengan derajat yang tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat, karena itu emosi lebih intens daripada perasaan, dan sering terjadi perubahan perilaku, hubungan dengan lingkungan kadang-kadang terganggu.
Emosi pada umumnya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, sehingga emosi berbeda dengan mood atau suasana hati pada umunya berlangsung dalam waktu yang relatif lebih lama daripada emosi, tetapi intensitasnya kurang apabila dibandingkan dengan emosi. Apabila seseorang mengalami marah atau emosi, maka kemarahan tersebut tidak segera hilang begitu saja, tapi masih terus berlangsung dalam jiwa seseorang ( ini yang dimaksud dengan mood) yang akan berperan dalam diri orang yang bersangkutan. Namun demikian ini juga perlu dibedakan dengan temperamen. Temperamen adalah keadaaan psikis seseorang yang lebih permanen daripada mood, karena itu temperamen lebih merupakan predisposisi yang ada pada diri seseorang, dan karena itu temperamen lebih merupakan aspek kepribadian seseorang apabila dibandingkan dengan mood.
B. Perasaan
            Suatu keadaan dalam diri individu sebagai suatu akibat dari yang dialaminya atau yang dipersepsinya. Ada beberapa sifat tertentu yang ada padanya yaitu:
1)    Pada umumnya perasaan berkaitan dengan persepsi, dan merupakan reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
2)    Perasaan bersifat subjektif, lebih subjektif apabila dibandingkan dengan peristiwa psikis yang lain.
3)    Perasaan dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak senang sekalipun tingkatannya dapat berbeda-beda.
C. 3 dimensi perasaan menurut Wandf
v  Exited feeling : perasaan yang dialami individu disertai adanya perilaku atau perbuatan yang menampak.
v  Innert feeling  : perasaan yang dialami individu tanpa disertai adanya perilaku atau perbuatan.
v  Expectancy feeling dan Release feeling : suatu perasaan yang dialami oleh individu sebagai sesuatu yang belum nyata expected feeling, disamping itu perasaan yang dialami oleh individu karena sesuatu itu telah nyata, ini dimaksud dengan Release feeling.
D. Jenis perasaan
            Ada tiga golongan perasaan, yaitu:
1.    Perasaan presens : perasaan yang timbul dalam keadaan yang sekarang nyata dihadapi, yaitu berhubungan dengan situasi yang aktual.
2.    Perasaan yang menjangkau maju, merupakan jangkauan ke depan yaitu perasaan dalam kejadian-kejadian yang akan datang, jadi masih dalam pengharapan.
3.    Perasaan yang berkaitan dengan waktu yang telah lampau yaitu perasaan yang timbul dengan melihat kejadian-kejadian yang telah lalu. Misal orang merasa sedih karena teringat waktu masih dalam keadaan jaya.
Max Scheler mengajukan pendapat ada empat macam tingkatan dalam perasaan, yaitu:
1.    Perasaan tingkat sensoris, yaitu perasaan yang didasarkan atas kesadaran yang berhubungan dengan stimulus pada kejasmanian, misal rasa sakit, panas, dingin.
2.    Perasaan kehidupan vital, yaitu perasaan yang tergantung pada  keadaan jasmani keseluruh, misal rasa segar, lelah.
3.    Perasaan psikis atau kejiwaan yaitu perasaan senang, susah, takut.
4.    Perasaan kepribadian, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keseluruh pribadi, misal harga diri, putus asa.
Bigot dkk. (1950) memberikan klasifikasi perasaan sebagai berikut:
1.    Perasaan keinderaan, yaitu perasaan yang berkaitan dengan alat indera, misal perasaan yang berhubungan dengan pencecapan, misal rasa asin, pahit, manis dan sebagainya.
2.    Perasaan psikis atau kejiwaan, yang masih dibedakan atas:
a.  Perasaan intelektual
Yaitu perasaan yang timbul apabila orang dapat memecahkan sesuatu soal atau mendapatkan hal-hal baru sebagai hasil kerja dari segi intelektualnya. Perasaan ini juga merupakan pendorong atau motivasi individu dalam berbuat dan merupakan motivasi dalam lapangan ilmu pengetahuan.
b. Perasaan kesusilaan
Yaitu perasaan yang timbul apabila orang mengalami hal-hal yang baik atau buruk menurut norma-norma kesusilaan.
c. Perasaan keindahan atau perasaan estetika
Yaitu perasaan yang timbul apabila orang mengalami sesuatu yang indah atau yang tidak indah.
d. Perasaan kemasyarakatan atau perasaan sosial
Yaitu perasaan yang timbul dalam hubungannya dengan interaksi sosial, yaitu hubungan individu satu dengan individu lain.
e. Perasaan harga-diri
Perasaan harga-diri ini dapat positif, yaitu apabila individu dapat menghargai dirinya sendiri dengan secara baik, tetapi sebaliknya perasaan harga-diri ini dapat negatif, yaitu apabila seseorang tidak dapat menghargai dirinya secara baik.
f. Perasaan KeTuhanan
Perasaan ini timbul menyertai kepercayaan kepada Tuhan yang mempunyai sifat-sifat serba sempurna. Perasaan ini merupakan perasaan tertinggi atau terdalam. Perbuatan manusia yang luhur, yang suci bersumber pada perasaan keTuhanan ini. Dengan perasaan keTuhanan segala sesuatu akan tertuju kepadaNya.
E. Emosi
Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya expresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.
Namun demikian kadang –kadang orang masih dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda-tanda kejasmanian tersebut. Hal ini berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ekman dan Friesen (Carlson, 1987) adanya tiga rules, yaitu :
1.      masking
Yaitu keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau dapat menutupi emosi           yang dialaminya.
2.      modulation
Yaitu orang tidak dapat meredam secara tuntas mengenai gejala kejasmaniannya, tetapi hanya dapat mengurangi saja.
3.      simulation
Yaitu orang tidak mengalami sesuatu emosi, tetapi seolah-olah mengalami emosi dengan menampakkan gejala kejasmanian.
F. Teori-teori Emosi
1.      Teori yang berpijak pada hubungan emosi dengan gejala kejasmanian.
2.      Teori yang hanya mencoba mengklasifikasikan dan mendiskripsikan pengalaman emosional (emotional experiences).
3.      Melihat emosi dalam kaitannya dengan perilaku, dalam hal ini adalah bagaimana hubungannya dengan motivasi.
4.      Teori yang mengaitkan dengan aspek kognitif.

1)    Hubungan emosi dengan gejala kejasmanian
      Bila seseorang mengalami emosi, pada individu itu akan terdapat perubahan-perubahan kejasmaniannya. Misal kalau orang mengalami ketakutan, mukanya menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar. Jadi adanya perubahan dalam kejasmanian seseorang apabila individu sedang mengalami emosi.
Berdasarkan atas keadaan ini, prinsip tersebut digunakan kepentingan praktis, yaitu diciptakannya lie detector atau juga sering disebut sebagai polygraph, yaitu suatu alat yang digunakan dalam psikologi kriminal atau psikologi forensik, dan telah memberikan bantuan yang positif. Alat ini diciptakan atas dasar pendapat adanya hubungan antara emosi yang dialami individu dengan perubahan-perubahan kejasmaniannya. Alat ini diciptakan oleh John A. Larson yang kemudian disempurnakan oeh L. Keeler. Dengan alat ini perubahan-prubahan yang terjadi pada jasmani dapat dicatat oleh alat tersebut.
Adanya hubungan antara emosi dengan gejala kejasmanian di antara para ahli tidaklah terdapat perbedaan pendapat. Yang menjadi silang pendapat adalah mana yang menjadi sebab dan akibatnya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan teori-teori yang berkaitan dengan emosi yang bertitik pijak pada hubungan emosi dengan gejala kejasmanian.
a.  Teori James-Lange
     Menurut teori ini emosi merupakan akibat atau hasil persepsi dari keadaan jasmani (felt emotion is the perception of bodily states), orang sedih karena menangis, orang takut karena gemetar dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa gejala kejasmanian merupakan sebab emosi, dan emosi merupakan akibat dari gejala kejasmanian. Teori disebut juga teori perifir dalam emosi  atau juga disebut paradoks James (Bigot dkk. 1950). Sementara para ahli mengadakan eksperimen-eksperimen untuk mengui sejauh mana kebenaran teori James Lange ini, antaralain Sherrington dan Cannon (Woodworth dan Marquis, 1957), yang pada umumnya hasil menunjukkan bahwa apa yang dikemukakan oleh James tidak tepat.
b.  Teori Cannon-Bard
     Teori ini berpendapat bahwa emosi itu bergantung pada aktivitas dari otak bagian bawah. Teori ini berbeda atau justru berlawanan dengan teori yang dikemukakan oleh James Lange, yaitu bahwa emosi tidak bergantung pada gejala kejasmanian, atau reaksi jasmani bukan merupakan dasar dari emosi, tetapi justru emosi bergantung pada aktivitas otak atau aktivitas sentral. Karena itu teori ini juga sering disebut teori sentral (Woodworth dan Marquis, 1957)
c.  Teori Schachter-Singer
            Teori ini berpendapat bahwa emosi yang dialami seseorang merupakan hasil interpretasi dari aroused atau stirred up dari keadaan jasmani. Mereka berpendapat bahwa keadaan jasmani dari timbulnya emosi pada umumnya sama untuk sebagian terbesar dari emosi yang dialami, dan apabila ada perbedaan fisiologis dalam pola otonomik pada umumnya orang tidak dapat mempersepsi hal ini. Teori ini menyatakan bahwa tiap emosi dapat dirasakan dari stirred up kondisi jasmani dan individu akan memberikan interpretasinya. Sering dikemukakan bahwa teori ini bersifat subyektif, karena memang dalam mengadakan interpretasi terhadap keadaan jasmani berbeda satu orang dengan orang lain


No comments:

Post a Comment