Tuesday, April 11, 2017

Makalah Tentang GEGER BUDAYA (Shock Culture)

BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Pada kenyataanya seringkali kita tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, seperti masalah perkembangan teknologi, kebiasan yang berbeda dari seorang teman yang berbeda asal daerah atau cara-cara yang menjadi kebiasaan (bahasa, tradisi atau norma) dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain. Dari sebuah hubungan interaksi sosial itu menimbulkan suatu budaya baru yang berawal dari sebuah proses akulturasi budaya.
Beraneka ragam dan corak pada setiap kebudayaan daerah menjadikan sebuah ciri khas tersendiri bagi setiap manusia dimuka bumi ini, berbagai macam perbedaan budaya tersebut antara lain dapat dilihat dari bentuk pakaian, bahasa, postur tubuh, aneka macam makanan, adat istiadat yang mengatur pada suatu daerah tertentu dan masih banyak lagi. Terkadang kita dihadapkan pada sebuah realitas yang sedikit berbeda dengan budaya kita, sehingga kita merasa asing ketika berada pada suatu wilayah tertentu. Pada mulanya ketika seseorang dihadapkan pada posisi demikian, ia akan beranggapan bahwa ia merasa dikucilkan oleh orang-orang yang tinggal dilingkungannya. Namun seiring berjalannya waktu, dan seringnya intensitas seseorang berinteraksi dengan orang-orang baru dilingkungannya, maka ia akan menemukan sebuah kenyamanan dan bahkan bisa mengadopsi budaya baru yang ada dilingkungan baru tersebut.
Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang terpenting dan paling mendasar. Kita banyak belajar dari respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan sekitar. Kita harus menyandi dan menyandi balik pesan-pesan dengan cara itu sehingga pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima,dan direspon oleh individu-individu yang berinteraksi dengan kita. Bila dilakukan, kegiatan-kegiatan komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita. Komunikasi merupakan alat utama untuk memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan dalam pelayanan kemanusiaan. Lewat komunikasi kita menyesuaikan diri dan berhubungan dengan lingkungan kita, serta mendapat keanggotaan dan rasa memiliki dalam berbagai kelompok sosial yang mempengaruhi kita.
B.   Rumusan Masalah
Bagaimana proses gegar budaya dan masalah penyesuaian diri dalam lingkungan baru?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Gegar budaya (culture shock) adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diderita orang-orang yang secara tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke suatu daerah tertentu. Sebagaimana kebanyakan penyakit lainnya, gegar budaya juga mempunyai gejala-gejala dan pengobatan secara tersendiri.
Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial. Tanda-tanda tersebut meliputi seribu satu cara yang kita lakukan dalam dalam mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi situasi sehari-hari: kapan berjabat tangan dan apa yang harus kita katakan bila bertemu dengan orang, kapan bagaimana memberikan tip, bagaimana berbelanja, kapan menerima dan menolak undangan, kapan membuat pernyataan-pernyataan dengan sengguh-sungguh dan kapan sebaliknya. Petunjuk-petunjuk ini yang mungkin dalam bentuk kata-kata, isyarat-isyarat, ekspresi wajah, kebiasan-kebiasaan, atau norma-norma, kita peroleh sepanjang perjalanan hidup kita sejak kecil. Begitu pula aspek-aspek budaya kita lainnya, seperti bahasa dan kepercayaan yang kita anut. Demi ketentraman hidup kita semua bergantung pada beratus-ratus petunjuk ini, petunjuk-petunjuk yang kebanyakannya tidak kita bawa dengan sadar.
Bila seseorang memasuki suatu budaya asing, semua atau hampir semua petunjuk itu lenyap. Ia bagaikan ikan yang keluar dari air. Meskipun anda berpikiran luas dan beritikad baik, anda akan kehilangan pegangan. Lalu anda akan mengalami frustasi dan kecemasan. Biasanya orang-orang menghadapi frustasi dengan cara yang hampir sama. Pertama-tama mereka menolak lingkungan yang menyebabkan ketidak nyamanan. (Mulyana & Rahmat,2001;174)
Menurut Stewart (1974) Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi dibawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-norma, adat istiadat dan kebiasaan. Dalam menjalani proses komunikasi antar budaya pasti akan mengalami suatu keterkejutan budaya yang berbeda dengan budaya kita. Menurut Dedi Mulyana dalam buku komunikasi antar budaya mengatakan bahwa Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial.
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekonomi dan politik, dan tekhnologi. Semua itu berlandaskan pola-pola budaya . ada orang-orang yang berbicara bahasa tagalog, memakan ular, menghindari minuman keras yang terbuat dari anggur, menguburkan orang-orang yang mati, berbicara melalui telepon, atau meluncurkan roket ke bulan, ini semua karena mereka telah dilahirkan atau sekurang-kurangnya dibesarkan dalam suatu budaya yang mengandung unsur-unsur tersebut. Apa yang orang-orang lakukan, bagaimana mereka bertindak, bagaimana mereka hidup dan berkomunikasi, merupakan respons-respons terhadap dan fungsi-fungsi dari budaya mereka.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan diri, nilai, sikap, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, makna, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi kegenerasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat disuatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu.
Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Objek-objek seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan dalam industri dan pertanian, jenis-jenis transportasi, dan alat-alat perang, menyediakan suatu landasan utama bagi kehidupan sosial. Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya meliputi semua peneguhan perilaku yang diterima selama periode kehidupan. Budaya juga berkenaan dengan bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Sebagian besar pengaruh budaya terhadap kehidupan kita tidak kita sadari. Mungkin suatu cara untuk memahami pengaruh budaya adalah dengan membandingkan dengan komputer elektronik: kita memprogram komputer agar melakukan sesuatu, budaya kita pun memprogram kita agar melakukan sesuatu yang menjadikan kita apa adanya. Budaya kita secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati-dan bahkan setelah matipun kita dikuburkan dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita.
Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang yang menyandi pesan, maka yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisi untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi, bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.
B.    Faktor penyebab culture shock
Fenomena culture shock bersifat kontekstual dan dialami dengan berbeda-beda dari generasi ke generasi berikutnya. Faktor yang mendorong bagaimana munculnya culture shock juga akan sangat spesifik tergantung pada di daerah mana individu tersebut berasal, di daerah mana individu berada, serta pada tahun atau masa seperti apa, akan sangat bervariasi.
Ketakutan merupakan faktor terbesar yang mendorong timbulnya kecemasan ketika individu mengetahui akan menempati tempat yang berbeda dalam jangka waktu yang tidak singkat. Ketakutan ini akan menimbulkan sebuah kecemasan dan akan menjalar kepada rasa percaya diri yang kurang. Dengan rasa percaya diri yang kurang tersebut individu akan cenderung memperoleh hasil yang kurang maksimal dalam berinteraksi atau berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Inilah yang kemudian harus segera diatasi agar tidak menjadi berkelanjutan.
Menurut pendapat Parrillo (2008) yang diperoleh dari situs menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi culture shock yaitu:
1)      Faktor pergaulan
Pada faktor ini, individu cenderung mengalami ketakutan akan perbedaan pergaulan disetiap tempat yang baru. Ketakutan ini menjadikan individu merasa canggung dalam menghadapi situasi yang baru, tempat tinggal yang baru dan suasana yang baru. Akibat ketidak pahaman mengenai pergaulan ini, individu juga akan merasa terasing dengan orang-orang disekelilingnya yang dirasa baru baginya.
2)      Faktor teknologi
Dewasa ini perkembangan teknologi semakin melaju pesat. Perkembangan teknologi yang semakin mutakhir ini menyebabkan masyarakat harus selalu ingin berusaha untuk mengikuti perkembangan teknologi agar mampu bersaing di dunia global. Teknologi juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi timbulnya masalah culture shock. Individu merasa takut tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi di tempat tinggal barunya sehingga individu cenderung akan merasakan ketakutan. Individu disini dituntut untuk berpikir keras bagaimana caranya untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi serta mampu mengaplikasikannya dikehidupannya.
3)      Faktor geografis
Faktor geografis identik dengan keadaan geografis di daerah tersebut. Faktor geografis ini merupakan faktor lingkungan secara fisik, misalnya perbedaan cuaca, perbedaan letak wilayah seperti daerah pantai dengan daerah pegunungan. Hal ini akan menyebabkan individu tersebut mengalami gangguan kesehatan.
4)      Faktor bahasa keseharian
Bahasa merupakan cerminan dari sebuah kebudayaan yang beradab. Bahasa tidak bisa dianggap dengan sebelah mata dewasa ini. Individu yang mengalami kekagetan terhadap budaya baru sering kali dihubungkan dengan faktor bahasa sebagai salah satu ketakutan yang cukup besar ketika akan menetap ditempat yang baru. Tidak menguasai atau bahkan tidak mengerti sama sekali bahasa merupakan suatu hal yang wajar yang menyebabkan timbulnya culture shock.
5)      Faktor ekonomi
Ketakutan terhadap biaya hidup yang berbeda yang memiliki kemungkinan lebih tinggi merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya culture shock. Ini merupakan hal umum yang terjadi bahwa setiap daerah di negara Indonesia memiliki kemampuan konsumsi yang berbeda-beda. Perbedaan inilah yang menyebabkan individu guncang ketika dihadapkan pada permasalahan tempat tinggal yang baru. Individu harus mulai berusaha, bersiap serta berwaspada mengantisipasi agar mampu bertahan hidup ditempat tinggal yang baru.
6)      Faktor adat istiadat
Faktor ini merujuk pada tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat di setiap daerah yang notebene memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Untuk itu individu harus mampu beradaptasi dengan adat istiadat di daerahnya yang baru. Namun beradaptasi dengan adat istiadat yang baru bukanlah hal yang mudah bagi seorang pendatang, maka individu cenderung mengalami kekagetan budaya terutama dalam hal adat istiadat tersebut.
7)      Faktor agama
Agama dianggap sebagai salah satu penghambat individu dalam usahanya menyesuaikan di tempat tinggal yang baru. Individu mengalami ketakutan tersendiri terhadap agama yang menjadi perbedaan yang sangat rentan dan tidak bisa disatukan dengan mudahnya.
 C.     Solusi Pemecahan Masalah Culture shock
Dari bebrapa faktor penyebab terjadinya culture shock,  kelompok merumuskan solusi untuk mengatasinya. Antara lain yaitu :
1.      Faktor pergaulan
Individu harus belajar membiasakan diri beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan barunya, dengan pembiasaan ini akan menumbuhkan rasa percaya diri dari individu tersebut dalam bersosialisasi dengan orang-orang dan lingkungan barunya tersebut. Pergaulan yang baik akan membuat seseorang lebih mudah menjalani kehidupan sosialnya.
1.      Faktor teknologi
Dewasa ini teknologi semakin berkembang pesat dikalangan orang banyak, semakin pesat teknologi berkembang maka orang-orang dituntut untuk semakin keras mempelajari dan mengaplikasikan teknologi yang ada dalam kehidupannya. Seorang individu yang berada di lingkungan baru baginya pasti akan merasakan perbedaan teknologi yang berkembang di lingkungan tersebut, terlebih lagi apabila individu yang berasal dari daerah pelosok kemudian datang ke daerah yang cukup pesat perkembangan teknologinya.

1.      Faktor geografis
Karena faktor geografis ini berkaitan erat dengan kondisi fisik lingkungan maka hal ini dapat diatasi dengan cara individu lebih menjaga kesehatan yang cenderung menurun ketika individu tersebut tinggal di suatu tempat tinggal yang baru, yang tentunya jauh berbeda dengan tempat tinggal semula. Pencegahan yang baik perlu dilakukan secara terus menerus agar individu tetap berada di kondisi yang prima dalam menjalani aktifitas sehari-hari.
1.      Faktor bahasa keseharian
Untuk mengatasinya kelompok memberikan solusi diantaranya yaitu dengan menumbuhkan kemauan belajar bahasa kepada setiap individu ketika tinggal ditempat yang baru. Kemauan belajar bahasa tersebut bisa dilakukan dengan cara meminta bantuan kepada teman yang memang berasal dari daerah tersebut untuk mengajarkan bahasa keseharian di daerah tersebut.
1.      Faktor ekonomi
Faktor ekonomi ini dapat diatasi dengan cara pengelolaan keuangan yang baik sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, agar individu dapat menyesuaikan pemasukan keuangan dengan pengeluarannya. Pada saat proses pendidikan alan lebih baiknya individu juga melakukan program saving money, untuk mengatasi kebutuhan tidak terduga.
1.      Faktor adat istiadat
Pada dasarnya melekatnya kebudayaan terhadap seorang individu membutuhkan proses dan waktu, semua tidak terjadi begitu saja. Solusi menurut kelompok adalah individu harus lebih membuka dirinya terhadap adat istiadat, kebiasaan, tingkah laku yang umumnya terjadi dimasyarakat. Dengan cara tersebut diharapkan individu dapat lebih menghindari terjadinya culture shock/gegar budaya.
1.      Faktor agama
Solusinya yaitu individu harus lebih meningkatkan sikap toleransinya antar umat beragama.
D.    Masalah Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Budaya
          Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut  dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.
E.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri.
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian diri. Penentu penyesuaian diri identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan system otot, kesehatan, penyakit, dsb.
2.      Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, social, moral, dan emosional.
3.      Penentuan psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentuan diri, frustasi, dan konflik.
4.      Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
5.      Penentuan cultural termasuk agama..
1.      F.     Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja.
            Contoh :
Penyesuaian diri remaja dengan kehidupan disekolah. Permasalahan penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, baik sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan guru- guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibat antara lain adalah prestasi belajar menjadi menurun dibanding dengan prestasi disekolah sebelumnya.
Persoalan-persoalan umum yang seringkali dihadapi remaja antara lain memilih sekolah. Jika kita mengharapkan remaja mempunyai penyesuaian diri yang baik, seyogyanya kita tidak mendikte mereka agar memilih jenis sekolah tertentu sesuai keinginan kita. Orangtua / pendidik hendaknya mengarahkan pilihan sekolah sesuai dengan kemampuan, bakat, dan sifat-sifat pribadinya. Tidak jarang terjadi anak tidak mau sekolah, tidak mau belajar, suka membolos, dan sebagainya karena ia dipaksa oleh orangtuanya untuk masuk sekolah yang tidak ia sukai.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
1.      Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “ betah” (at home) bagi anak-anak didik , baik secara social , fisik maupun akademis.
2.      Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
3.      Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, social , maupun seluruh aspek pribadinya.
4.      Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5.      Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6.      Ruang kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7.      Peraturan / tata tertib yamg jelas dan dapat dipahami oleh siswa.
8.      Teladan dari para guru dalam segi pendidikan.
9.      Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah.
10.  Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan yang sebaik-baiknya.
11.  Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid maupun pada guru.
12.  Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat


No comments:

Post a Comment