BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang
selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu dengan sesama, adat istiadat,
norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Pada kenyataanya seringkali
kita tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri
dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, seperti
masalah perkembangan teknologi, kebiasan yang berbeda dari seorang teman yang
berbeda asal daerah atau cara-cara yang menjadi kebiasaan (bahasa, tradisi atau
norma) dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain. Dari sebuah
hubungan interaksi sosial itu menimbulkan suatu budaya baru yang berawal dari
sebuah proses akulturasi budaya.
Beraneka
ragam dan corak pada setiap kebudayaan daerah menjadikan sebuah ciri khas
tersendiri bagi setiap manusia dimuka bumi ini, berbagai macam perbedaan budaya
tersebut antara lain dapat dilihat dari bentuk pakaian, bahasa, postur tubuh,
aneka macam makanan, adat istiadat yang mengatur pada suatu daerah tertentu dan
masih banyak lagi. Terkadang kita dihadapkan pada sebuah realitas yang sedikit
berbeda dengan budaya kita, sehingga kita merasa asing ketika berada pada suatu
wilayah tertentu. Pada mulanya ketika seseorang dihadapkan pada posisi
demikian, ia akan beranggapan bahwa ia merasa dikucilkan oleh orang-orang yang
tinggal dilingkungannya. Namun seiring berjalannya waktu, dan seringnya
intensitas seseorang berinteraksi dengan orang-orang baru dilingkungannya, maka
ia akan menemukan sebuah kenyamanan dan bahkan bisa mengadopsi budaya baru yang
ada dilingkungan baru tersebut.
Manusia adalah makhluk sosio-budaya
yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari semua aspek belajar
manusia, komunikasi merupakan aspek yang terpenting dan paling mendasar. Kita
banyak belajar dari respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari
lingkungan sekitar. Kita harus menyandi dan menyandi balik pesan-pesan dengan
cara itu sehingga pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima,dan direspon
oleh individu-individu yang berinteraksi dengan kita. Bila dilakukan,
kegiatan-kegiatan komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan
lingkungan fisik dan sosial kita. Komunikasi merupakan alat utama untuk
memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan dalam pelayanan kemanusiaan. Lewat
komunikasi kita menyesuaikan diri dan berhubungan dengan lingkungan kita, serta
mendapat keanggotaan dan rasa memiliki dalam berbagai kelompok sosial yang
mempengaruhi kita.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimana proses gegar budaya dan
masalah penyesuaian diri dalam lingkungan baru?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gegar budaya (culture shock) adalah
suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diderita
orang-orang yang secara tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke suatu daerah
tertentu. Sebagaimana kebanyakan penyakit lainnya, gegar budaya juga mempunyai
gejala-gejala dan pengobatan secara tersendiri.
Gegar budaya ditimbulkan oleh
kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam
pergaulan sosial. Tanda-tanda tersebut meliputi seribu satu cara yang kita
lakukan dalam dalam mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi situasi
sehari-hari: kapan berjabat tangan dan apa yang harus kita katakan bila bertemu
dengan orang, kapan bagaimana memberikan tip, bagaimana berbelanja, kapan
menerima dan menolak undangan, kapan membuat pernyataan-pernyataan dengan
sengguh-sungguh dan kapan sebaliknya. Petunjuk-petunjuk ini yang mungkin dalam
bentuk kata-kata, isyarat-isyarat, ekspresi wajah, kebiasan-kebiasaan, atau
norma-norma, kita peroleh sepanjang perjalanan hidup kita sejak kecil. Begitu
pula aspek-aspek budaya kita lainnya, seperti bahasa dan kepercayaan yang kita
anut. Demi ketentraman hidup kita semua bergantung pada beratus-ratus petunjuk
ini, petunjuk-petunjuk yang kebanyakannya tidak kita bawa dengan sadar.
Bila seseorang memasuki suatu budaya
asing, semua atau hampir semua petunjuk itu lenyap. Ia bagaikan ikan yang
keluar dari air. Meskipun anda berpikiran luas dan beritikad baik, anda akan
kehilangan pegangan. Lalu anda akan mengalami frustasi dan kecemasan. Biasanya
orang-orang menghadapi frustasi dengan cara yang hampir sama. Pertama-tama
mereka menolak lingkungan yang menyebabkan ketidak nyamanan. (Mulyana &
Rahmat,2001;174)
Menurut Stewart (1974) Komunikasi
antar budaya adalah komunikasi yang terjadi dibawah suatu kondisi kebudayaan
yang berbeda bahasa, norma-norma, adat istiadat dan kebiasaan. Dalam menjalani
proses komunikasi antar budaya pasti akan mengalami suatu keterkejutan budaya
yang berbeda dengan budaya kita. Menurut Dedi Mulyana dalam buku komunikasi
antar budaya mengatakan bahwa Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang
disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam pergaulan
sosial.
Budaya berkenaan dengan cara manusia
hidup. Manusia belajar berpikir, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut
menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi,
tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekonomi dan politik, dan tekhnologi. Semua
itu berlandaskan pola-pola budaya . ada orang-orang yang berbicara bahasa
tagalog, memakan ular, menghindari minuman keras yang terbuat dari anggur,
menguburkan orang-orang yang mati, berbicara melalui telepon, atau meluncurkan
roket ke bulan, ini semua karena mereka telah dilahirkan atau
sekurang-kurangnya dibesarkan dalam suatu budaya yang mengandung unsur-unsur
tersebut. Apa yang orang-orang lakukan, bagaimana mereka bertindak, bagaimana
mereka hidup dan berkomunikasi, merupakan respons-respons terhadap dan
fungsi-fungsi dari budaya mereka.
Budaya adalah suatu konsep yang
membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan
pengetahuan, pengalaman, kepercayaan diri, nilai, sikap, hirarki, agama, waktu,
peranan, hubungan ruang, makna, konsep alam semesta, objek-objek materi dan
milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi kegenerasi melalui
usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan
dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model
bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan
orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat disuatu lingkungan geografis
tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat
tertentu.
Budaya juga berkenaan dengan
sifat-sifat dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari. Objek-objek seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan
dalam industri dan pertanian, jenis-jenis transportasi, dan alat-alat perang,
menyediakan suatu landasan utama bagi kehidupan sosial. Budaya berkesinambungan
dan hadir dimana-mana, budaya meliputi semua peneguhan perilaku yang diterima
selama periode kehidupan. Budaya juga berkenaan dengan bentuk dan struktur
fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Sebagian besar
pengaruh budaya terhadap kehidupan kita tidak kita sadari. Mungkin suatu cara
untuk memahami pengaruh budaya adalah dengan membandingkan dengan komputer
elektronik: kita memprogram komputer agar melakukan sesuatu, budaya kita pun
memprogram kita agar melakukan sesuatu yang menjadikan kita apa adanya. Budaya
kita secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati-dan
bahkan setelah matipun kita dikuburkan dengan cara-cara yang sesuai dengan
budaya kita.
Budaya dan komunikasi tidak dapat
dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan
siapa, tentang apa, dan bagaimana orang yang menyandi pesan, maka yang ia
miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisi untuk mengirim, memperhatikan dan
menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung
pada budaya tempat kita dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan
komunikasi, bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula
praktik-praktik komunikasi.
B. Faktor
penyebab culture shock
Fenomena culture
shock bersifat kontekstual dan dialami dengan berbeda-beda dari generasi
ke generasi berikutnya. Faktor yang mendorong bagaimana munculnya culture shock
juga akan sangat spesifik tergantung pada di daerah mana individu tersebut
berasal, di daerah mana individu berada, serta pada tahun atau masa seperti
apa, akan sangat bervariasi.
Ketakutan merupakan faktor terbesar
yang mendorong timbulnya kecemasan ketika individu mengetahui akan menempati
tempat yang berbeda dalam jangka waktu yang tidak singkat. Ketakutan ini akan
menimbulkan sebuah kecemasan dan akan menjalar kepada rasa percaya diri yang
kurang. Dengan rasa percaya diri yang kurang tersebut individu akan cenderung
memperoleh hasil yang kurang maksimal dalam berinteraksi atau berusaha
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Inilah yang kemudian harus segera
diatasi agar tidak menjadi berkelanjutan.
Menurut pendapat Parrillo (2008)
yang diperoleh dari situs menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
culture shock yaitu:
1)
Faktor pergaulan
Pada faktor ini, individu cenderung
mengalami ketakutan akan perbedaan pergaulan disetiap tempat yang baru.
Ketakutan ini menjadikan individu merasa canggung dalam menghadapi situasi yang
baru, tempat tinggal yang baru dan suasana yang baru. Akibat ketidak pahaman
mengenai pergaulan ini, individu juga akan merasa terasing dengan orang-orang
disekelilingnya yang dirasa baru baginya.
2)
Faktor teknologi
Dewasa ini perkembangan teknologi
semakin melaju pesat. Perkembangan teknologi yang semakin mutakhir ini
menyebabkan masyarakat harus selalu ingin berusaha untuk mengikuti perkembangan
teknologi agar mampu bersaing di dunia global. Teknologi juga merupakan faktor
penting dalam mempengaruhi timbulnya masalah culture shock. Individu merasa
takut tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi di tempat tinggal barunya
sehingga individu cenderung akan merasakan ketakutan. Individu disini dituntut
untuk berpikir keras bagaimana caranya untuk dapat mengikuti perkembangan
teknologi serta mampu mengaplikasikannya dikehidupannya.
3) Faktor
geografis
Faktor geografis identik dengan
keadaan geografis di daerah tersebut. Faktor geografis ini merupakan faktor
lingkungan secara fisik, misalnya perbedaan cuaca, perbedaan letak wilayah
seperti daerah pantai dengan daerah pegunungan. Hal ini akan menyebabkan
individu tersebut mengalami gangguan kesehatan.
4)
Faktor bahasa keseharian
Bahasa merupakan cerminan dari
sebuah kebudayaan yang beradab. Bahasa tidak bisa dianggap dengan sebelah mata
dewasa ini. Individu yang mengalami kekagetan terhadap budaya baru sering kali
dihubungkan dengan faktor bahasa sebagai salah satu ketakutan yang cukup besar
ketika akan menetap ditempat yang baru. Tidak menguasai atau bahkan tidak
mengerti sama sekali bahasa merupakan suatu hal yang wajar yang menyebabkan
timbulnya culture shock.
5)
Faktor ekonomi
Ketakutan terhadap biaya hidup yang
berbeda yang memiliki kemungkinan lebih tinggi merupakan salah satu faktor
penyebab timbulnya culture shock. Ini merupakan hal umum yang terjadi bahwa
setiap daerah di negara Indonesia memiliki kemampuan konsumsi yang
berbeda-beda. Perbedaan inilah yang menyebabkan individu guncang ketika
dihadapkan pada permasalahan tempat tinggal yang baru. Individu harus mulai
berusaha, bersiap serta berwaspada mengantisipasi agar mampu bertahan hidup
ditempat tinggal yang baru.
6)
Faktor adat istiadat
Faktor ini merujuk pada
tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat di setiap daerah yang
notebene memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Untuk itu
individu harus mampu beradaptasi dengan adat istiadat di daerahnya yang baru.
Namun beradaptasi dengan adat istiadat yang baru bukanlah hal yang mudah bagi
seorang pendatang, maka individu cenderung mengalami kekagetan budaya terutama
dalam hal adat istiadat tersebut.
7)
Faktor agama
Agama dianggap sebagai salah satu
penghambat individu dalam usahanya menyesuaikan di tempat tinggal yang baru.
Individu mengalami ketakutan tersendiri terhadap agama yang menjadi perbedaan
yang sangat rentan dan tidak bisa disatukan dengan mudahnya.
C. Solusi
Pemecahan Masalah Culture shock
Dari bebrapa faktor penyebab
terjadinya culture shock, kelompok merumuskan solusi untuk mengatasinya.
Antara lain yaitu :
1. Faktor
pergaulan
Individu harus belajar membiasakan
diri beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan barunya, dengan pembiasaan
ini akan menumbuhkan rasa percaya diri dari individu tersebut dalam
bersosialisasi dengan orang-orang dan lingkungan barunya tersebut. Pergaulan
yang baik akan membuat seseorang lebih mudah menjalani kehidupan sosialnya.
1. Faktor
teknologi
Dewasa ini teknologi semakin
berkembang pesat dikalangan orang banyak, semakin pesat teknologi berkembang
maka orang-orang dituntut untuk semakin keras mempelajari dan mengaplikasikan
teknologi yang ada dalam kehidupannya. Seorang individu yang berada di
lingkungan baru baginya pasti akan merasakan perbedaan teknologi yang
berkembang di lingkungan tersebut, terlebih lagi apabila individu yang berasal
dari daerah pelosok kemudian datang ke daerah yang cukup pesat perkembangan
teknologinya.
1. Faktor
geografis
Karena faktor geografis ini
berkaitan erat dengan kondisi fisik lingkungan maka hal ini dapat diatasi
dengan cara individu lebih menjaga kesehatan yang cenderung menurun ketika
individu tersebut tinggal di suatu tempat tinggal yang baru, yang tentunya jauh
berbeda dengan tempat tinggal semula. Pencegahan yang baik perlu dilakukan
secara terus menerus agar individu tetap berada di kondisi yang prima dalam
menjalani aktifitas sehari-hari.
1. Faktor
bahasa keseharian
Untuk mengatasinya kelompok
memberikan solusi diantaranya yaitu dengan menumbuhkan kemauan belajar bahasa
kepada setiap individu ketika tinggal ditempat yang baru. Kemauan belajar
bahasa tersebut bisa dilakukan dengan cara meminta bantuan kepada teman yang
memang berasal dari daerah tersebut untuk mengajarkan bahasa keseharian di
daerah tersebut.
1. Faktor
ekonomi
Faktor ekonomi ini dapat diatasi
dengan cara pengelolaan keuangan yang baik sesuai dengan kebutuhan
masing-masing individu, agar individu dapat menyesuaikan pemasukan keuangan
dengan pengeluarannya. Pada saat proses pendidikan alan lebih baiknya individu
juga melakukan program saving money, untuk mengatasi kebutuhan tidak terduga.
1. Faktor adat
istiadat
Pada dasarnya melekatnya kebudayaan
terhadap seorang individu membutuhkan proses dan waktu, semua tidak terjadi
begitu saja. Solusi menurut kelompok adalah individu harus lebih membuka
dirinya terhadap adat istiadat, kebiasaan, tingkah laku yang umumnya terjadi
dimasyarakat. Dengan cara tersebut diharapkan individu dapat lebih menghindari
terjadinya culture shock/gegar budaya.
1. Faktor agama
Solusinya yaitu individu harus lebih
meningkatkan sikap toleransinya antar umat beragama.
D. Masalah
Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Budaya
Penyesuaian
diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku
individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan
lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan
bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang
menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.
E. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri.
Secara keseluruhan kepribadian
mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti
faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses
penyesuaian diri. Penentu penyesuaian diri identik dengan faktor-faktor yang
mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap. Penentu-penentu
itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kondisi-kondisi
fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf,
kelenjar, dan system otot, kesehatan, penyakit, dsb.
2. Perkembangan
dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, social, moral, dan emosional.
3. Penentuan
psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian,
penentuan diri, frustasi, dan konflik.
4. Kondisi
lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
5. Penentuan
cultural termasuk agama..
1. F. Permasalahan-Permasalahan
Penyesuaian Diri Remaja.
Contoh :
Penyesuaian diri remaja dengan
kehidupan disekolah. Permasalahan penyesuaian diri di sekolah mungkin akan
timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, baik sekolah
lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami
permasalahan penyesuaian diri dengan guru- guru, teman, dan mata pelajaran.
Sebagai akibat antara lain adalah prestasi belajar menjadi menurun dibanding
dengan prestasi disekolah sebelumnya.
Persoalan-persoalan umum yang seringkali
dihadapi remaja antara lain memilih sekolah. Jika kita mengharapkan remaja
mempunyai penyesuaian diri yang baik, seyogyanya kita tidak mendikte mereka
agar memilih jenis sekolah tertentu sesuai keinginan kita. Orangtua / pendidik
hendaknya mengarahkan pilihan sekolah sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
sifat-sifat pribadinya. Tidak jarang terjadi anak tidak mau sekolah, tidak mau
belajar, suka membolos, dan sebagainya karena ia dipaksa oleh orangtuanya untuk
masuk sekolah yang tidak ia sukai.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
1. Menciptakan
situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “ betah” (at home) bagi anak-anak
didik , baik secara social , fisik maupun akademis.
2. Menciptakan
suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
3. Usaha
memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, social , maupun
seluruh aspek pribadinya.
4. Menggunakan
metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5. Menggunakan
prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6. Ruang kelas
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7. Peraturan /
tata tertib yamg jelas dan dapat dipahami oleh siswa.
8. Teladan dari
para guru dalam segi pendidikan.
9. Kerja sama
dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di
sekolah.
10. Pelaksanaan
program bimbingan dan penyuluhan yang sebaik-baiknya.
11. Situasi
kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid
maupun pada guru.
12. Hubungan
yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan
masyarakat
No comments:
Post a Comment