Sunday, April 16, 2017

Masyarakat, Budaya, dan Politik di Meksiko dan Amerika Tengah

Kondisi perpolitikan, ekonomi, sosial, dan budaya di Meksiko maupun negara-negara Amerika Tengah lainnya pada saat ini tak lepas dari adanya sejarah panjang yang dialaminya dengan pergesekan berbagai bidang tersebut. Harris dan Needler (2005) memaparkan sejarah panjang Meksiko dalam karyanya Mexico: A Revolution Laid to Rest? sejak masa sebelum kedatangan bangsa Spanyol ke wilayah Amerika Tengah hingga pada masa awal abad ke-21. Dalam sejarah panjang tersebut dapat terlihat banyak sekali faktor pembentuk kondisi kontemporer di Meksiko. Selama masa yang panjang tersebut banyak sekali tokoh-tokoh nasional bermunculan yang kemudian berperan dalam menciptakan sejarah. Namun tidak semuanya dianggap sebagai pahlawan dan diingat sepanjang masa. Masyarakat Meksiko tidak menganggap semua tokoh penting tersebut berjasa dalam menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Hanya beberapa diantaranya yang bahkan hingga saat ini dibuatkan monumen khusus untuk mengenangnya, salah satunya adalah Benito Juarez, yang akan dibahas lebih lanjut kemudian.
Sebelum bangsa Spanyol datang ke wilayah Amerika Tengah, masyarakat lokal yaitu orang Indian telah membangun peradaban di kota-kota, dimana hal tersebut juga dipengaruhi oleh kedatangan orang-orang Aztec ke wilayah tersebut pada abad ke-13 (Harris&Needler, 2005:281). Dalam jangka waktu yang cukup lama mereka membangun peradaban hingga muncullah kota-kota yang pada masa tersebut termasuk kota besar dan maju di dunia, seperti Teotihuacan dan Tula. Moctezuma II menjadi pimpinan ibukota Aztec, Tenochtitlan, salah satu kota terbesar pada awal abad ke-16 dengan populasi yang mencapai 200.000 jiwa. Hingga kemudian bangsa Spanyol datang dengan pasukan yang dipimpin oleh Hernan Cortes, tanpa bisa dihalangi oleh Moctezuma II. Cortes mengacaubalaukan situasi politik dan sosial di Aztec bahkan ia memenjarakan Moctezuma II dan menguasai seluruh wilayah lembah Meksiko. Tidak hanya itu, kedatangan orang-orang Spanyol ini turut membawa berbagai penyakit mulai dari pes, cacar, tipes, dan lain sebagainya. Penyakit-penyakit pada masa itu belum ada obatnya, sehingga menyebabkan kematian yang mencapai dua pertiga jumlah masyarakat lokal.
Dengan kekuasaan yang dimilikinya, Cortes dan orang-orang Spanyol lainnya segera memperkaya diri dengan memanfaatkan encomiendas–bahan tambang–dan mempekerjakan orang-orang Indian. Sejak tahun-tahun awal kolonialisme Spanyol sudah mengeksploitasi habis-habisan baik sumber daya alam maupun manusia yang ada di lembah Meksiko (Harris&Needler, 2005:283). Pendidikan menjadi suatu yang istimewa, dan bukan menjadi hak setiap orang. Banyak gereja mulai didirikan oleh Gereja Katolik Roma, namun gereja-gereja tersebut menjadi pemilik tanah dan mengeksploitasi pekerja Indian. Agama katolik mulai dianut, meski agama asli Indian tetap bertahan.
Setelah tahun 1700an, mulai ada pertumbuhan ekonomi oleh mestizos, keturunan Indian dan Eropa, criollos, keturunan bangsa Spanyol yang menetap disana, dan juga peninsulares, orang Spanyol yang lahir di Spanyol namun kemudian menetap disana. Akan tetapi hal ini tidak berselang lama seiring terlibatnya Spanyol dalam sebuah perang di Eropa yang kemudian memaksa masyarakat Meksiko untuk membayar pajak lebih banyak, dan akhirnya menyebabkan instabilitas politik pula.
Ratusan tahun dijajah menyebabkan orang-orang Meksiko mulai membangkang dan melakukan pemberontakan. Tak sedikit usaha untuk mengusir bangsa Spanyol dari lembah Meksiko, namun tak sedikit pula yang akhirnya justru ditangkap dan dibunuh. Rupanya hal inilah yang menjadi cerminan hampir setiap pemberontakan yang di kemudian hari terjadi di sana. Hingga akhirnya pada tahun 1823, Agustin de Iturbide, seorangcriollos yang mendapat dukungan dari gereja, mendeklarasikan kemerdekaan Meksiko tanpa mengalami penangkapan dan pembunuhan seperti para pejuang sebelumnya (Harris&Needler, 2005:284). Namun kekuasaannya tidak bertahan lama, salah satu komandan militernya, Antonio Lopez de Santa Anna yang merupakan seorang criollo, justru melakukan revolusi untuk menjatuhkan Iturbide dan mengusirnya ke Italia. Santa Anna yang berbasis militer menjadi diktator dengan mengandalkan kekuatan militer. Ia bahkan meminta agar dirinya dipanggil Your Serene Highness. Pada masa kepemimpinannya, pasukan militer menjadi bertambah banyak dan kuat, pajak dinaikkan, ekonomi stagnan, birokrasi menggembung, korupsi merajalela, dan yang paling penting dan traumatis, banyak berkonflik dengan pemerintah negara lain (Harris&Needler, 2005:285). Salah satu yang mencolok adalah perang dengan Amerika Serikat, mengenai perebutan wilayah kekuasaan. Paham Manifest Destiny,membuat masyarakat Amerika Serikat merasa berhak untuk memperluas wilayahnya ke arah barat hingga mencapai Pasifik. Dimana pada tahun 1845 Amerika Serikat akhirnya menganeksasi wilayah Texas. Santa Anna dan pasukannya tak kuasa untuk memperjuangkan. Kemudian pada tahun 1853 ketika Santa Anna membutuhkan uang, ia lalu menjual wilayah Arizona dan New Mexico pada Amerika Serikat seharga 10 juta dollar (Harris&Needler, 2005:287). Hal tersebut sangat mengejutkan masyarakat Meksiko. Dan hingga saat ini tidak ada monumen yang didirikan untuk mengenang Santa Anna.
Pada tahun 1855 terjadi La Reforma atau reformasi, dimana akhirnya Santa Anna diasingkan. Pada masa reformasi ini ditetapkan tiga hukum baru oleh Benito Juarez selaku Secretary of Justice: (1) menghapuskan hak-hak pendeta dan orang-orang militer untuk diadili oleh institusinya sendiri, (2) melarang gereja untuk memiliki hak atas properti selain yang dibutuhkan oleh fungsinya sebagai gereja dan pemerintahan, dan (3) masih untuk gereja untuk mengurusi pendataan kelahiran, kematian, pernikahan, dan adopsi, memberikan urusan pemakaman pada otoritas sipil, dan melarang pendeta untuk mematok harga yang tinggi atas administrasi sakramen (Harris&Needler, 2005:287). Akan tetapi reformasi ini tidak serta merta diterima, pihak gereja menolaknya dengan dalih kesetiaan pada Paus. Sehingga terciptalah dua kubu, yakni kubu gereja yang berpusat di Mexico City dan kubu Benito Juarez yang berpusat di Veracruz, kota asalnya memimpin. Seiring berjalannya waktu isu yang diangkat Juarez menjadi kuat dan berujung pada nasionalisasi aset-aset gereja, dan Juarez memimpin pada 1861.
Kepemimpinan Juarez mewarisi hutang yang berlimpah pada Perancis, Spanyol, dan Inggris dan ketidakmampuan untuk membayar. Perancis kemudian berniat untuk menaklukan Meksiko dan mendapat dukungan dari para pendeta gereja. Pasukan Perancis mengalahkan pasukan Meksiko di beberapa tempat. Hingga akhirnya Perancis mengutus Maximilian untuk mengambil alih tempat Juarez dan menjalankan pemerintahan yang dibiayai oleh Perancis. Di sisi lain berakhirnya perang sipil dengan Amerika Serikat di perbatasan mengundang dukungan dan bantuan dari AS. Ia mendesak Perancis untuk segera pergi dan tidak mengakui pemerintahan Maximilian, sehingga Juarez kembali memimpin. Namun kepemimpinan Juarez pada akhirnya tidak bertahan lama. Ia meninggal setelah terpilih dalam pemilu 1871. Dan posisinya digantikan oleh Porfirio Diaz.
Diaz memimpin dengan memanfaatkan basis militer yang dimilikinya, dan bertahan hingga 1911. Secara umum, pada masa Porfiriato–sebutan untuk masa kepemimpinan Diaz—mengalami pertumbuhan ekonomi serta stabilitas hukum, dengan membawa tema “peace, order, and progress”. Pembangunan pun digalakkan, mulai dari pembangunan rel kereta api, industrialisasi, dan pertambangan. Akan tetapi di sisi lain masyarakatnya secara mayoritas hidup dalam kesengsaraan. Kualitas hidup masyarakat terutama orang Indian menurun. Karena produksi hanya difokuskan pada pertambangan, produksi makanan menurun tajam dibandingkan dekade-dekade sebelumnya. Akibatnya Meksiko mengimpor bahan-bahan makanan dalam jumlah besar untuk mencukupi kebutuhan. Pada akhirnya, para pekerja, penambang, dan buruh menjadi sangat membenci para pemilik perusahaan, orang-orang asing yang berinvestasi, dan bahkan pemerintahnya sendiri (Harris&Needler, 2005:290). Di samping itu muncul pula kelas-kelas menengah. Dimana dari kelas menengah inilah mulai timbul protes-protes atas ketidakadilan yang terjadi. Salah satunya adalah Fransisco Ignacio Madero, yang menginginkan adanya reformasi politik melalui tulisannya The Presidential Succession of 1910, yang justru membuatnya diasingkan ke luar negeri, dan Diaz kembali terpilih.
Pada tahun 1911, Madero kembali dan segera mengumpulkan kekuatan militer untuk melakukan revolusi. Selain Madero, ada beberapa pemberontak lain, yaitu Fransisco Pancho Villa dan Emiliano Zapata. Melihat hal ini Diaz menjadi sadar bahwa tigapuluhtahun kepemimpinannya telah membuat legitimasinya berkurang dan yang paling penting, kontrol atas negara (Harris&Needler, 2005:292). Ia akhirnya mengundurkan diri pada 1911. Madero terpilih menjadi presiden selanjutnya. Ia membuat beberapa kesalahan fatal yang membuat pemerintahannya rentan. Ia mengangkat jenderal pada masa Porfiriato, Victoriano Huerta untuk mengepalai pasukan federal untuk menentang pemberontakan yang dipimpin oleh Orozco dan Zapata, dan lain-lain. Namun diam-diam Huerta mendapat dukungan dari duta besar Amerika Henry Lane Wilson untuk merebut posisi Madero. Huerta berhasil dan Madero dibunuh. Masa Huerta pun tidak lama. Ia menggunakan kekuatan militer untuk membunuh orang-orang penting yang sekiranya dapat mengancam (Harris&Needler, 2005:293). Pada akhirnya Huerta mundur pada 1914 dan meninggal di dalam sebuah penjara di texas pada 1916.
Tahta presiden selanjutnya dipegang oleh Venustiano Carranza, yang mengakomodasi pemberontak-pemberontak pada masa Huerta yakni Carrancistas, Villistas, dan Zapatistas agar dapat menyuarakan aspirasi. Namun Zapatistas membelot dan mengobarkan revolusi dan mendapat dukungan dari Villas, dan akhirnya dapat diredam oleh Carranza. Seiring berjalannya waktu, hampir sama dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya, Carranza mulai tertarik untuk menambah harta kekayaan melalui kekuasaan yang dimilikinya. Salah satu jenderalnya, Obregon melihat hal ini dan melakukan revolusi. Revolusi yang dilakukan oleh Obregon pada tahun 1920 ini adalah revolusi terakhir yang berhasil dilakukan di Meksiko untuk melawan pemerintah.
Obregon menggantikan Carranza pada 1920. Ia merupakan pemimpin yang kharismatik dan orator yang baik. Ia membuat perdamaian dengan gereja dan musuh-musuh lama. Pembangunan yang dilakukan cukup berhasil. Perekonomian pulih. Meksiko menjadi negara pengekspor minyak ketiga terbesar setelah Arab Saudi dan Venezuela. Sistem pendidikan nasional diperbaiki, sekolah-sekolah umum mulai dibangun.
Setelah Obregon, ada Calles pada 1924 yang gaya kepemimpinannya mirip sekali dengan Diaz. Ia mengklaim berbagai properti sebagai hak miliknya. Sehingga ia tidak lama bertahan dan segera digantikan oleh Cardenas pada 1934. Cardenas benar-benar peduli akan kemajuan Meksiko. Ia menerapkan pendidikan sosialis di sekolah-sekolah yang kemudian meluas dan menjadi suatu hal yang umum. Menurutnya standard modern menuntut adanya upah dan hak yang lebih besar bagi para buruhnya yang bekerja untuk perusahaan asing. Namun AS dan Inggris menolak untuk memenuhi permintaannya dan akhirnya mendirikan perusahaan umum sendiri di bidang perminyakan Petroleos Mexicanos (PEMEX) untuk dikelola secara internal (Harris&Needler, 2005:297). Pencapaiannya tersebut menjadikannya sebagai salah satu pahlawan terbaik Meksiko. Bahkan hari dimana ia mengambil alih minyak Meksiko kini diperingati sebagai hari libur nasional.
Cardenas yang menjabat hingga 1940, merupakan presiden terakhir yang beraliran kiri. Setelahnya presiden berasal dari berbagai latar belakang. Avila Camacho (1940-1946) berbasis militer, Miguel Aleman Valdes (1946-1952) berasal dari kalangan sipil, dan lain sebagainya, hingga saat ini dipimpin oleh Felipe Calderon.
Uraian di atas menyiratkan adanya sistem atau siklus yang tertancap pada politik pemerintahan. Yakni suatu pemerintahan yang berjalan terlalu lama akan memicu timbulnya protes, pemberontakan, dan bahkan revolusi dari kalangan masyarakat. Tanggapan pemerintah bisa menjadi dua kemungkinan: mundur dari tahta atau merepresi para pemberontak dengan kekerasan bahkan pembunuhan. Ketika revolusi berhasil dilakukan, maka hampir dapat dipastikan bahwa yang akan menggantikan posisi presiden sebelumnya adalah pemimpin revolusi tersebut. Dimana ketika ia menjabat dan kemudian terlena dengan jabatan tersebut, ia lupa akan misi utama yang dulu dibawanya saat melakukan revolusi. Akibatnya pemerintahannya pun ditentang oleh banyak orang akibat terlalu lamanya ia menjabat dan pemerintahannya tidak lagi sesuai dengan apa yang ia janjikan dulu. Jika ditarik lebih jauh ke belakang lagi, hal ini diwarisi dari sistem yang digunakan oleh penjajah, yaitu Spanyol. Dimana pada masa penjajahan. Para pemimpin menjarah kekayaan alam demi kepentingan sendiri dan lalai akan rakyat yang dipimpinnya. Dimana kemudian ia ditentang oleh bahkan orang Spanyol sendiri saat itu—Iturbide—yang  memerdekakan Meksiko yang kemudian juga memperkaya diri hingga akhirnya dilakukan revolusi untuk menurunkannya. Tanpa disadari, tradisi untuk melakukan revolusi atas diktatorship menjadi suatu kebiasaan atau bahkan stereotip bagi masyarakat Meksiko sendiri.

Referensi:
Harris, Fred R, and Needler, Martin C. 2005. “Mexico A Revolution Laid to Rest,” in Black, Jan Knippers. 2005. Latin America: Its problem and Its Promise, pp 280-310.


No comments:

Post a Comment