Kondisi perpolitikan, ekonomi,
sosial, dan budaya di Meksiko maupun negara-negara Amerika Tengah lainnya pada
saat ini tak lepas dari adanya sejarah panjang yang dialaminya dengan
pergesekan berbagai bidang tersebut. Harris dan Needler (2005) memaparkan
sejarah panjang Meksiko dalam karyanya Mexico: A Revolution Laid to
Rest? sejak masa sebelum kedatangan bangsa Spanyol ke wilayah Amerika
Tengah hingga pada masa awal abad ke-21. Dalam sejarah panjang tersebut dapat
terlihat banyak sekali faktor pembentuk kondisi kontemporer di Meksiko. Selama
masa yang panjang tersebut banyak sekali tokoh-tokoh nasional bermunculan yang
kemudian berperan dalam menciptakan sejarah. Namun tidak semuanya dianggap
sebagai pahlawan dan diingat sepanjang masa. Masyarakat Meksiko tidak
menganggap semua tokoh penting tersebut berjasa dalam menciptakan kesejahteraan
bagi rakyat. Hanya beberapa diantaranya yang bahkan hingga saat ini dibuatkan
monumen khusus untuk mengenangnya, salah satunya adalah Benito Juarez, yang
akan dibahas lebih lanjut kemudian.
Sebelum bangsa Spanyol datang
ke wilayah Amerika Tengah, masyarakat lokal yaitu orang Indian telah membangun
peradaban di kota-kota, dimana hal tersebut juga dipengaruhi oleh kedatangan
orang-orang Aztec ke wilayah tersebut pada abad ke-13 (Harris&Needler,
2005:281). Dalam jangka waktu yang cukup lama mereka membangun peradaban hingga
muncullah kota-kota yang pada masa tersebut termasuk kota besar dan maju di
dunia, seperti Teotihuacan dan Tula. Moctezuma II menjadi pimpinan ibukota
Aztec, Tenochtitlan, salah satu kota terbesar pada awal abad ke-16 dengan
populasi yang mencapai 200.000 jiwa. Hingga kemudian bangsa Spanyol datang
dengan pasukan yang dipimpin oleh Hernan Cortes, tanpa bisa dihalangi oleh
Moctezuma II. Cortes mengacaubalaukan situasi politik dan sosial di Aztec
bahkan ia memenjarakan Moctezuma II dan menguasai seluruh wilayah lembah
Meksiko. Tidak hanya itu, kedatangan orang-orang Spanyol ini turut membawa
berbagai penyakit mulai dari pes, cacar, tipes, dan lain sebagainya.
Penyakit-penyakit pada masa itu belum ada obatnya, sehingga menyebabkan
kematian yang mencapai dua pertiga jumlah masyarakat lokal.
Dengan kekuasaan yang
dimilikinya, Cortes dan orang-orang Spanyol lainnya segera memperkaya diri dengan
memanfaatkan encomiendas–bahan tambang–dan mempekerjakan
orang-orang Indian. Sejak tahun-tahun awal kolonialisme Spanyol sudah
mengeksploitasi habis-habisan baik sumber daya alam maupun manusia yang ada di
lembah Meksiko (Harris&Needler, 2005:283). Pendidikan menjadi suatu yang
istimewa, dan bukan menjadi hak setiap orang. Banyak gereja mulai didirikan
oleh Gereja Katolik Roma, namun gereja-gereja tersebut menjadi pemilik tanah
dan mengeksploitasi pekerja Indian. Agama katolik mulai dianut, meski agama
asli Indian tetap bertahan.
Setelah tahun 1700an, mulai ada
pertumbuhan ekonomi oleh mestizos, keturunan Indian dan Eropa, criollos,
keturunan bangsa Spanyol yang menetap disana, dan juga peninsulares,
orang Spanyol yang lahir di Spanyol namun kemudian menetap disana. Akan tetapi
hal ini tidak berselang lama seiring terlibatnya Spanyol dalam sebuah perang di
Eropa yang kemudian memaksa masyarakat Meksiko untuk membayar pajak lebih
banyak, dan akhirnya menyebabkan instabilitas politik pula.
Ratusan tahun dijajah
menyebabkan orang-orang Meksiko mulai membangkang dan melakukan pemberontakan.
Tak sedikit usaha untuk mengusir bangsa Spanyol dari lembah Meksiko, namun tak
sedikit pula yang akhirnya justru ditangkap dan dibunuh. Rupanya hal inilah
yang menjadi cerminan hampir setiap pemberontakan yang di kemudian hari terjadi
di sana. Hingga akhirnya pada tahun 1823, Agustin de Iturbide, seorangcriollos yang
mendapat dukungan dari gereja, mendeklarasikan kemerdekaan Meksiko tanpa
mengalami penangkapan dan pembunuhan seperti para pejuang sebelumnya
(Harris&Needler, 2005:284). Namun kekuasaannya tidak bertahan lama, salah
satu komandan militernya, Antonio Lopez de Santa Anna yang merupakan seorang criollo,
justru melakukan revolusi untuk menjatuhkan Iturbide dan mengusirnya ke Italia.
Santa Anna yang berbasis militer menjadi diktator dengan mengandalkan kekuatan
militer. Ia bahkan meminta agar dirinya dipanggil Your Serene Highness.
Pada masa kepemimpinannya, pasukan militer menjadi bertambah banyak dan kuat,
pajak dinaikkan, ekonomi stagnan, birokrasi menggembung, korupsi merajalela,
dan yang paling penting dan traumatis, banyak berkonflik dengan pemerintah
negara lain (Harris&Needler, 2005:285). Salah satu yang mencolok adalah
perang dengan Amerika Serikat, mengenai perebutan wilayah kekuasaan. Paham Manifest
Destiny,membuat masyarakat Amerika Serikat merasa berhak untuk memperluas
wilayahnya ke arah barat hingga mencapai Pasifik. Dimana pada tahun 1845
Amerika Serikat akhirnya menganeksasi wilayah Texas. Santa Anna dan pasukannya
tak kuasa untuk memperjuangkan. Kemudian pada tahun 1853 ketika Santa Anna
membutuhkan uang, ia lalu menjual wilayah Arizona dan New Mexico pada Amerika
Serikat seharga 10 juta dollar (Harris&Needler, 2005:287). Hal tersebut
sangat mengejutkan masyarakat Meksiko. Dan hingga saat ini tidak ada monumen
yang didirikan untuk mengenang Santa Anna.
Pada tahun 1855 terjadi La
Reforma atau reformasi, dimana akhirnya Santa Anna diasingkan. Pada masa
reformasi ini ditetapkan tiga hukum baru oleh Benito Juarez selaku Secretary
of Justice: (1) menghapuskan hak-hak pendeta dan orang-orang militer untuk
diadili oleh institusinya sendiri, (2) melarang gereja untuk memiliki hak atas
properti selain yang dibutuhkan oleh fungsinya sebagai gereja dan pemerintahan,
dan (3) masih untuk gereja untuk mengurusi pendataan kelahiran, kematian,
pernikahan, dan adopsi, memberikan urusan pemakaman pada otoritas sipil, dan
melarang pendeta untuk mematok harga yang tinggi atas administrasi sakramen
(Harris&Needler, 2005:287). Akan tetapi reformasi ini tidak serta merta
diterima, pihak gereja menolaknya dengan dalih kesetiaan pada Paus. Sehingga
terciptalah dua kubu, yakni kubu gereja yang berpusat di Mexico City dan kubu
Benito Juarez yang berpusat di Veracruz, kota asalnya memimpin. Seiring
berjalannya waktu isu yang diangkat Juarez menjadi kuat dan berujung pada
nasionalisasi aset-aset gereja, dan Juarez memimpin pada 1861.
Kepemimpinan Juarez mewarisi
hutang yang berlimpah pada Perancis, Spanyol, dan Inggris dan ketidakmampuan
untuk membayar. Perancis kemudian berniat untuk menaklukan Meksiko dan mendapat
dukungan dari para pendeta gereja. Pasukan Perancis mengalahkan pasukan Meksiko
di beberapa tempat. Hingga akhirnya Perancis mengutus Maximilian untuk
mengambil alih tempat Juarez dan menjalankan pemerintahan yang dibiayai oleh
Perancis. Di sisi lain berakhirnya perang sipil dengan Amerika Serikat di
perbatasan mengundang dukungan dan bantuan dari AS. Ia mendesak Perancis untuk
segera pergi dan tidak mengakui pemerintahan Maximilian, sehingga Juarez
kembali memimpin. Namun kepemimpinan Juarez pada akhirnya tidak bertahan lama.
Ia meninggal setelah terpilih dalam pemilu 1871. Dan posisinya digantikan oleh
Porfirio Diaz.
Diaz memimpin dengan
memanfaatkan basis militer yang dimilikinya, dan bertahan hingga 1911. Secara
umum, pada masa Porfiriato–sebutan untuk masa kepemimpinan Diaz—mengalami
pertumbuhan ekonomi serta stabilitas hukum, dengan membawa tema “peace,
order, and progress”. Pembangunan pun digalakkan, mulai dari pembangunan
rel kereta api, industrialisasi, dan pertambangan. Akan tetapi di sisi lain
masyarakatnya secara mayoritas hidup dalam kesengsaraan. Kualitas hidup
masyarakat terutama orang Indian menurun. Karena produksi hanya difokuskan pada
pertambangan, produksi makanan menurun tajam dibandingkan dekade-dekade
sebelumnya. Akibatnya Meksiko mengimpor bahan-bahan makanan dalam jumlah besar
untuk mencukupi kebutuhan. Pada akhirnya, para pekerja, penambang, dan buruh
menjadi sangat membenci para pemilik perusahaan, orang-orang asing yang
berinvestasi, dan bahkan pemerintahnya sendiri (Harris&Needler, 2005:290).
Di samping itu muncul pula kelas-kelas menengah. Dimana dari kelas menengah
inilah mulai timbul protes-protes atas ketidakadilan yang terjadi. Salah
satunya adalah Fransisco Ignacio Madero, yang menginginkan adanya reformasi
politik melalui tulisannya The Presidential Succession of 1910,
yang justru membuatnya diasingkan ke luar negeri, dan Diaz kembali terpilih.
Pada tahun 1911, Madero kembali
dan segera mengumpulkan kekuatan militer untuk melakukan revolusi. Selain
Madero, ada beberapa pemberontak lain, yaitu Fransisco Pancho Villa dan
Emiliano Zapata. Melihat hal ini Diaz menjadi sadar bahwa tigapuluhtahun kepemimpinannya
telah membuat legitimasinya berkurang dan yang paling penting, kontrol atas
negara (Harris&Needler, 2005:292). Ia akhirnya mengundurkan diri pada 1911.
Madero terpilih menjadi presiden selanjutnya. Ia membuat beberapa kesalahan
fatal yang membuat pemerintahannya rentan. Ia mengangkat jenderal pada masa
Porfiriato, Victoriano Huerta untuk mengepalai pasukan federal untuk menentang
pemberontakan yang dipimpin oleh Orozco dan Zapata, dan lain-lain. Namun
diam-diam Huerta mendapat dukungan dari duta besar Amerika Henry Lane Wilson
untuk merebut posisi Madero. Huerta berhasil dan Madero dibunuh. Masa Huerta
pun tidak lama. Ia menggunakan kekuatan militer untuk membunuh orang-orang
penting yang sekiranya dapat mengancam (Harris&Needler, 2005:293). Pada
akhirnya Huerta mundur pada 1914 dan meninggal di dalam sebuah penjara di texas
pada 1916.
Tahta presiden selanjutnya
dipegang oleh Venustiano Carranza, yang mengakomodasi pemberontak-pemberontak
pada masa Huerta yakni Carrancistas, Villistas, dan Zapatistas agar dapat
menyuarakan aspirasi. Namun Zapatistas membelot dan mengobarkan revolusi dan
mendapat dukungan dari Villas, dan akhirnya dapat diredam oleh Carranza.
Seiring berjalannya waktu, hampir sama dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya,
Carranza mulai tertarik untuk menambah harta kekayaan melalui kekuasaan yang
dimilikinya. Salah satu jenderalnya, Obregon melihat hal ini dan melakukan
revolusi. Revolusi yang dilakukan oleh Obregon pada tahun 1920 ini adalah
revolusi terakhir yang berhasil dilakukan di Meksiko untuk melawan pemerintah.
Obregon menggantikan Carranza
pada 1920. Ia merupakan pemimpin yang kharismatik dan orator yang baik. Ia
membuat perdamaian dengan gereja dan musuh-musuh lama. Pembangunan yang
dilakukan cukup berhasil. Perekonomian pulih. Meksiko menjadi negara pengekspor
minyak ketiga terbesar setelah Arab Saudi dan Venezuela. Sistem pendidikan
nasional diperbaiki, sekolah-sekolah umum mulai dibangun.
Setelah Obregon, ada Calles
pada 1924 yang gaya kepemimpinannya mirip sekali dengan Diaz. Ia mengklaim
berbagai properti sebagai hak miliknya. Sehingga ia tidak lama bertahan dan
segera digantikan oleh Cardenas pada 1934. Cardenas benar-benar peduli akan
kemajuan Meksiko. Ia menerapkan pendidikan sosialis di sekolah-sekolah yang
kemudian meluas dan menjadi suatu hal yang umum. Menurutnya standard modern
menuntut adanya upah dan hak yang lebih besar bagi para buruhnya yang bekerja
untuk perusahaan asing. Namun AS dan Inggris menolak untuk memenuhi
permintaannya dan akhirnya mendirikan perusahaan umum sendiri di bidang
perminyakan Petroleos Mexicanos (PEMEX) untuk dikelola secara internal
(Harris&Needler, 2005:297). Pencapaiannya tersebut menjadikannya sebagai
salah satu pahlawan terbaik Meksiko. Bahkan hari dimana ia mengambil alih minyak
Meksiko kini diperingati sebagai hari libur nasional.
Cardenas yang menjabat hingga
1940, merupakan presiden terakhir yang beraliran kiri. Setelahnya presiden
berasal dari berbagai latar belakang. Avila Camacho (1940-1946) berbasis
militer, Miguel Aleman Valdes (1946-1952) berasal dari kalangan sipil, dan lain
sebagainya, hingga saat ini dipimpin oleh Felipe Calderon.
Uraian di atas menyiratkan
adanya sistem atau siklus yang tertancap pada politik pemerintahan. Yakni suatu
pemerintahan yang berjalan terlalu lama akan memicu timbulnya protes,
pemberontakan, dan bahkan revolusi dari kalangan masyarakat. Tanggapan
pemerintah bisa menjadi dua kemungkinan: mundur dari tahta atau merepresi para
pemberontak dengan kekerasan bahkan pembunuhan. Ketika revolusi berhasil dilakukan,
maka hampir dapat dipastikan bahwa yang akan menggantikan posisi presiden
sebelumnya adalah pemimpin revolusi tersebut. Dimana ketika ia menjabat dan
kemudian terlena dengan jabatan tersebut, ia lupa akan misi utama yang dulu
dibawanya saat melakukan revolusi. Akibatnya pemerintahannya pun ditentang oleh
banyak orang akibat terlalu lamanya ia menjabat dan pemerintahannya tidak lagi
sesuai dengan apa yang ia janjikan dulu. Jika ditarik lebih jauh ke belakang
lagi, hal ini diwarisi dari sistem yang digunakan oleh penjajah, yaitu Spanyol.
Dimana pada masa penjajahan. Para pemimpin menjarah kekayaan alam demi
kepentingan sendiri dan lalai akan rakyat yang dipimpinnya. Dimana kemudian ia
ditentang oleh bahkan orang Spanyol sendiri saat itu—Iturbide—yang
memerdekakan Meksiko yang kemudian juga memperkaya diri hingga akhirnya
dilakukan revolusi untuk menurunkannya. Tanpa disadari, tradisi untuk melakukan
revolusi atas diktatorship menjadi suatu kebiasaan atau bahkan stereotip bagi
masyarakat Meksiko sendiri.
Referensi:
Harris, Fred R, and Needler,
Martin C. 2005. “Mexico A Revolution Laid to Rest,” in Black, Jan Knippers.
2005. Latin America: Its problem and Its Promise, pp 280-310.
No comments:
Post a Comment