English School of Thougt atau yang biasanya disebut dengan rasionalisme
merupakan sebuah sudut pandang yang berfokus pada masyarakat internasional.
Terdapat dua versi yang diyakini sebagai sejarah kemunculan perspektif ini.
Versi pertama, rasionalisme didirikan atau diawali oleh kelompok studi di British
Community of International School pada tahun 1959 yang membahas
politik internasional dan mendapat bantuan keuangan dari yayasan Rockefeller
yang merupakan yayasan kemanusiaan di New York. Sedangkan versi kedua datang
dari C. A. Manning yang berasal dari London School of Economics,
dalam versi kedua asal muasal rasionalisme, Manning lebih berfokus pada kondisi
anarki dunia.
Sama halnya dengan teori-teori dalam hubungan internasional sebelumnya,
rasionalisme pun juga memiliki asumsi-asumsi dasar. Asumsi pertama, seperti
yang dikemukakan Wight (dalam Linklater dan Suganami, 2006) bahwa semua negara
memiliki kedudukan yang sama di level internasional. Wight menekankan bahwa
besar kecilnya negara tidak begitu penting karena tiap negara memiliki posisi
yang sama dengan negara lain dalam dunia internasional. Asumsi kedua menyatakan
bahwa terdapat anarki didalam sistem internasional, akan tetapi walaupun berada
dalam sistem anarki, tidak menutup kemungkinan perdamaian kolektif dapat
terwujud. Maksud dari anarki dalam konteks ini adalah masih terdapat high
level of order dan low level of violence. Akan
tetapi, tidak berarti rasionalime mengabaikan fenomena kekerasan dalam hubungan
antar negara dalam sistem internasional, melainkan menurut pandangan
rasionalis, hal ini masih dapat diminimalisir dan dikendalikan oleh hukum yang
berlaku.
Rasionalisme tidak berfokus pada sistem negara ataupun komunitas umat manusia,
tetapi pada apa yang dianggap pada sebagai realitas dasar yang diabaikan oleh
realisme dan liberalisme. Pada beberapa tingkatan, rasionalism tertarik ke arah
elemen-elemen realisme dan liberalisme, yang meski demikian menempati titik
tengah antara kedua kubu ekstrim ini. Rasionalisme, ungkap Wight (dalam
Burchill, 1996), adalah via media (media penengah) antara
realisme dan revosionalisme: istilah revosionalisme adalah ekspresi Wight untuk
jalan pemikiran liberalis atau kosmopolitan (Burchill dan Linklater, 1996:127).
Posisi yang didudukin oleh rasionalisme sebagai via media memunculkan
pertanyaan mengenai bagaimana tatanan dan perubahan dikonsepkan oleh para
rasionalis. Rasionalisme menyimpang dari realisme dengan berusaha menjelaskan
bagaimana negara mengatur pencarian kekuasaan dalam konteks anarki (Burchill
dan Linklater, 1996:128). Dibandingkan dengan realisme, rasionalisme kurang menaruh
perhatian pada masalah negara-negara yang berbuat curang, serta negara yang
mengatur dan mengalahkan negara lain.
Proyek utama kaum rasionalis adalah menjelaskan tingkat tatanan yang sangat
tinggi yang ada diantara kesatuan-kesatuan politik yang menolak untuk tunduk
kepada otoritas politik yang lebih tinggi. Bull (dalam Burchill dan Linklater,
1996) percaya bahwa suatu tatanan bisa muncul di antara negara yang tidak
merasa bahwa mereka masuk ke dalam peradaban yang sama. Terdapat tiga pemikiran
besar dalam memandang hubungan antar negara. Pertama, hobbesian atau realism
yang fokus terhadap sistem internasional berpikiran bahwa negara merupakan agen
kekuasaan yang mengejar kepentingannya sendiri. Kedua, Grotian atau
rasionalisme yang fokus terhadap masyarakat internasional yang berpikiran bahwa
negara merupakan organisasi hukum dan hubungan internasional sebagai aktifitas
aturan-perintah berdasarkan pada kekuasaan yang saling diakui dari negara
berdaulat. Ketiga, kantian atau revosionalisme yang fokus pada masyarakat dunia
dan menitikberatkan pada manusia yang membentuk komunitas dunia yang lebih
fundamental daripada masyarakat.
Seperti yang telah dituliskan pada paragraf sebelumnya, rasionalisme berfokus
pada masyarakat internasional. Untuk memahami konsep masyarakat internasional
terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan pluralis dan
grotian. Dalam pendekatan grotian, potensi solidaritas dari negara-negara yang
tergabung dalam masyarakat internasional yang menghormati pelaksanaan hukum
dengan pengaturan institusional untuk membentuk peraturan dan keadilan.
Sedangkan dalam pendekatan pluralis negara-negara mengikuti peraturan yang ada
disebabkan oleh kepentingan yang sama untuk menjaga tatanan, dan tatanan inilah
yang kemudian membentuk institusi.
Seperti halnya teori-teori hubungan internasional yang telah dibahas
sebelumnya, rasionalisme pun memiliki kekuatan dan kelemahan. Dengan
kekuatannya, rasionalisme menghindari apa yang oleh E.H. Carr (dalam Burchill
dan Linklater, 1996) disebut “sterilitas” realisme dan “kenaifan serta
kegembiraan” idealisme. Rasionalisme harus dibedakan dari realisme karena
menekankan pada bagaimana negara mempelajari kemampuan mengakomodasi
kepentingan pihak lain dan menciptakan ketertiban pihak sipil bahkan dalam
suasana anarki. Rasionalis giat menekankan pentingnya toleransi sebagai satu
prinsip hubungan internasional dan perlunya memahami bahwa preferensi moral dan
politik dari satu negara atau kelompok negara bisa membangkitkan sedikit
loyalitas dimana saja. Sedangkan kelemahannya adalah masih banyak aspek yang
belum dikaji dalam rasionalisme khususnya aspek historis dan pluralis. Lalu,
rasionalisme menolak nilai “bebas nilai” dengan melihat bahwasannya adanya
berbagai fenomena yang terjadi selalu menyelipkan unsur moralitas didalamnya.
Kenneth Waltz (dalam Linklater, 2006) menghargai adanya rasionalisme karena
menilai rasionalisme sebagai usaha yang berharga. Akan tetapi, rasionalisme
tidak dapat dikatakan sebagai teoti karena pengertiannya tidak akan diakui oleh
para penstudi. Rasionalisme adalah cabang teori hubungan internasional yang
berusha memahami bagaimana negara-negara yang berbeda kultur bisa mencapai
kesepakatan dalam hal prinsip-prinsip ketertiban dan keadilan internasional.
REFERENSI
Burchill, Scott & Andrew Linklater. 1996.
Theories of International Relation, New York : ST Martin’s Press, INC
Linklater, Andrew & Hidemi Suganami. 2006. The
English School of International Relations: A Contemporary Reassessment.
Cambridge University Press, pp1-116.
Wardhani, Baiq Lekar Sinayang. 2013. Rationalism
and English School of Thought, dalam Kuliah Teori-teori Hubungan
Internasional, Fisip Universitas Airlangga. Kamis, 5 April 2013.
No comments:
Post a Comment