Tuesday, April 11, 2017

Demokrasi beserta Akuntabilitas Negara dalam Globalisasi


Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang saat ini banyak diinginkan oleh berbagai negara. Banyaknya pemberontakan serta gejolak pada rakyat yang menentang sistem pemerintahan yang otoriter menurut penulis merupakan suatu bukti bahwa banyak negara yang menganggap bahwa sistem demokrasi merupakan yang terbaik sebab di dalamnya terdapat pemilu dan representatif rakyat dalam badan pemerintahan. Sehingga melalui representatif rakyat dalam badan pemerintahan tersebut, rakyat benar-benar bisa "memerintah negara". Seperti yang kita ketahui, demokrasi berasal dari bahasa yunani demos dan kratos yang artinya rakyat yang berkuasa. Namun, demokrasi berjalan berbeda di tiap-tiap negara yang menganutnya. Contohnya di Indonesia yang menganut sistem demokrasi, akan tetapi dengan adanya money politics dalam pemilu membuat demokrasi seakan hanya berjalan secara prosedural, sebab rakyat cenderung akan memilih calon pemimpin yang memberikan mereka "dana" dibandingkan dengan calon pemimpin yang benar-benar mampu mengusung dan memperjuangkan aspirasi rakyat.

Lalu, apa kaitan antara globalisasi dan demokrasi? Globalisasi banyak sekali memberikan hal-hal baru maupun perubahan dalam berbagai aspek, yang salah satunya adalah aspek keterbukaan sehingha globalisasi telah menghasilkan paham yang menandai adanya keterbukaan yaitu demokrasi. Pada era ini, globalisasi dan demokrasi merupakan fenomena yang tidak terpisahkan apabila dikaitkan dengan peran negara dengan kondisi dunia yang saat ini borderless. Keterbukaan yang diusung oleh globalisasi serta semakin mengendornya filtrasi membuat segala kebutuhan yang berkaitan dengan negara, termasuk dalam hal mengatasi krisis, menarik aktor-aktor yang dirasa mampu untuk memberikan perubahan yang signifikan. Oleh karena itu, peran negara menjadi tereduksi dalam menghadapi persoalan internal negara tersebut, seperti krisis ekonomi. Kemudian, organisasi transnasional pun masuk dan memiliki pengaruh yang besar terhadap pemerintah. Contohnya, bantuan WTO kepada Yunani saat mereka mengalami krisis finansial beberapa tahun yang lalu.

Menurut Held (1991), kaburnya otoritas negara sebenarnya mulai terlihat saat lahirnya rezim atau organisasi yang membentuk otoritas seperti European Community dan hal tersebut menjadi pintu masuk bagi semakin meluasnya makna dan implementasi demokrasi dalam negara sehingga demokrasi yang terbentuk berupa transparansi dalam kebijakan politik dan aspirasi kebutuhan masyarakat melalui aktor atau rezim tersebut. Organisasi semacam itu baik regional maupun supranasional lebih mendominasi proses penentuan kebijakan negara, bukan lagi pemerintah apalagi aspirasi rakyat. Keadaan tersebut ikut didukung dengan adanya interkoneksi regional dan global yang meliputi banyak bidang seperti ekonomi, keamanan dan politik. Interkoneksi yang seakan-akan menunjukkan ketergantungan negara terhadap komunitas menyebabkan konstruksi demokrasi negara mengalami perubahan. Negara beranggapan bahwa melalui kontribusi komunitas, keadaan negara akan lebih baik. Akan tetapi hal yang paling penting adalah terdapat pengakuan dari regional dan global yang juga berguna untuk mengatrol pamor serta posisi negara dalam konstelasi internasional. Menurut Held (1991), permasalahan demokrasi tersebut menuai kritik, bahwasanya konsep demokrasi yang demikian merefleksikan kurang responsifnya struktur negara terhadap masyarakat sebab dengan konsep demokrasi yang seperti itu, negara pasti mengalami permasalahan demokrasi dan akuntabilitas politiknya dalam menghadapi persoalan ataupun pembuatan kebijakan.

Held (1991) dalam tulisannya yang berjudul democracy and globalization menyebutkan bahwa globalisasi dalam konteks demokrasi dan akuntabilitas juga identik dengan dua fenomena, yakni perubahan kontur ekonomi, politik, dan sosial-masyarakat dan integrasi negara dan masyarakat untuk membentuk masyarakat internasional. Selain itu, berkembangnya aspek-aspek pendukung sebagai dampak globalisasi juga sangat mempengaruhi, salah satu contohnya adalah aspek teknologi. Penemuan teknologi seperti satelit dan internet membuat segala informasi tersebar lebih cepat dan lebih luas dalam kurun waktu yang singkat ke seluruh penjuru dunia. Disisi lain, globalisasi ekonomi membuat perekonomian tidak lagi dibatasi oleh teritori, yang Berarti bahwa tiap-tiap negara bisa terhubung langsung dengan sangat mudah. Pengaruhnya pun tak hanya di bidang ekonomi akan tetapi juga meluas terutama menyangkut kebijakan politik sebagai konsekuensi hadirnya masyarakat global. Paham demokrasi yang sudah menghegemoni dunia membuat negara melalui masyarakat baik itu warga negaranya maupun masyarakat global didesak untuk menjalankan nilai-nilai dan kebijakan yang sesuai dengan kebaikan yang dijanjikan dalam demokrasi.

Datangnya globalisasi dengan konsep barunya tentang demokrasi tentu saja mengahdirkan sebuah persoalan. Persoalan yang muncul dari demokrasi sebagai produk dari globalisasi adalah legitimasi pemerintah dalam negara. Hal tersebut terjadi karena otoritas dalam menentukan kebijakan, regulasi dan hukum telah memudar jika dibandingkan dengan ketika globalisasi masih belum mengemuka. Sentralisasi dan desentralisasi merupakan dua hal yang sangat berbeda tetapi bisa pula sangat tipis perbedaannya. Sentralisasi tidak lagi krusial mengingat demokrasi telah menyentuh segala lapisan masyarakat. Namun sentralisasi tidak terelakkan lagi ketika dilihat bahwa dengan interkoneksi regional dan global, demokrasi menghasilkan pemusatan otoritas dari otoritas global, baik terlembaga maupun tidak termasuk otoritas oleh PBB dan rezim-rezim lain. Sehingga peran dari negara untuk mengatur kebijakannya menjadi tersamarkan oleh kehadiran organisasi supranasional dan rezim-rezim tersebut.

Dengan demikian, melalui beragam fenomena mengenai globalisasi, Held (1991) melihat bahwa perlu diadakannya pengkajian ulang mengenai demokrasi, terkait interkoneksi negara, struktur, dan agen utama dalam masyarakat internasional. Kontrol negara merupakan isu krusial, sebagaimana batasan otoritas negara baik berupa pemerintahan maupun teritorial dapat kembali dalam sistem akuntabilitas. Penulis disini pun setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh Held (1991), sebab demokrasi yang berjalan dengan tidak semestinya dapat menyebabkan negara yang terkena dampak dan dikhawatirkan mengalami kondisi maupun transisi yang tidak sesuai dengan koridor demokrasi itu sendiri, misalnya peristiwa Arab Spring yang sampai saat ini masih menimbulkan perdebatan. Tantangan juga muncul seiring dengan tumbuhnya integrasi masyarakat internasional. Dalam pandangan penulis, disini terdapat dua kemungkinan, bahwa demokrasi akan menjadi nyata dalam negara jika negara mempunyai filter yang kuat sehingga demokrasi yang masuk akan semakin memperkuat tatanan demokrasi internal negara. Akan tetapi di sisi lain, demokrasi yang masif dapat mengaburkan otoritas negara ketika negara menyerahkan dominasi pengaruh kebijakannya kepada institusi transnasional ataupun supranasional sehingga peran negara dalam membuat kebijakan dan mengatur regulasi akan tersamarkan dengan keberadaan kedua institusi tersebut.

REFERENSI
Held, David. 1991. "Democracy and Globalization", Alternatives, Vol. 16, No.2, pp.201-208


No comments:

Post a Comment