Dalam sebuah negara dibutuhkan suatu kebijakan baik
dalam negeri maupun luar negeri yang berfungsi untuk mengatur bagaimana
jalannya sebuah negara tersebut. Kebijakan luar negeri diperlukan untuk menjaga
agar negara tersebut tetap dapat mencapai tujuan yang diinginkan seiring dengan
tetap menjaga agar kondisi wilyah negaranya tetap aman. Sehingga begitu
pentingnya keberadaan kebijakan luar negeri mendorong munculnya studi yang
mempelajari tentang kebijakan luar negeri. Studi mengenai kebijakan luar negeri
ini kemudian terus berkembang seiring berjalannya waktu yang memang merupakan
tuntutan mutlak dari perkembangan dunia. Oleh karena itu, studi kebijakan luar
negeri ini pun terus melakukan penambahan dan perkembangan guna mengahadapi
masalah negara yang kian kompleks.
Definisi dari kebijakan luar negeri ialah
seperangkat formula, nilai, arah serta sasaran untuk mempertahankan,
mengamankan dan memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan dunia
internasional. Namun secara umum, penulis berpendapat bahwa kebijakan luar
negeri ialah perpanjangan dari politik dalam negeri. Disisi lain, Plano dan
Olton (1999) mengungkapkan dalam Kamus Hubungan Internasional bahwa kebijakan
luar negeri merupakan suatu strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh
para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik
internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional
secara spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.
Beragamnya definisi mengenai kebijakan luar negeri tersebut pada akhirnya
menimbulkan perbedaan yang kemudian melahirkan ide untuk melakukan analisa
tentang kebijakan luar negeri dari berbagai macam prespektif di Hubungan
Internasional. Menurut penulis, kebijakan luar negeri merupakan hal yang sangat
kompleks sebab apapun keputusan yang terdapat didalamnya akan memiliki baik
manfaat maupun resiko yang apabila kebijakan tersebut salah penerapannya akan
dapat mempengaruhi interaksi negara pengambil kebijakan dengan negara lain,
bahkan kebijakan luar negeri juga mempengaruhi posisi suatu negara dalam suatu
kondisi atau masalah yang mereka hadapi. Oleh karena itu, proses pembuatan
kebijakan luar negeri sangatlah rumit dan melibatkan serta dipengaruhi oleh
beberapa unsur seperti identitas nasional, latar belakang pembuat keputusan,
kepentingan nasional, media masa dan masih banyak lagi.
Menurut Hudson (2007), tiap disiplin ilmu pada
dasarnya memiliki wilayah kajian masing-masing, tidak terkecuali Hubungan
Internasional yang bidang kajiannya adalah semua hal yang terjadi antara
negara-negara dan melintasi negara tersebut yang berkaitan dengan dimensi
kemanusiaan pembuat keputusan yang bertindak secara individu atau grup. Apabila
menurut Hudson (2007), kebijakan luar negeri dikatakan berkaitan dengan dimensi
kemanusiaan pembuat keputusan, maka penulis sepakat dengan pernyataan tersebut.
Menurut penulis, negara disini memiliki posisi sebagai institusi yang
dikendalikan oleh manusia. Selain itu, negara bukanlah sebuah agen melainkan
merupakan abstraksi dari ide yang dihasilkan oleh manusia. Selanjutnya, apabila
tidak memasukkan sisi “kemanusiaan” dalam proses pengambilan keputusan maka
negara akan terkesan kaku dan hanya berfungsi sama halnya seperti mesin yang
sama sekali tidak memiliki sisi human being. Oleh sebab itu, studi
Hubungan Internasional terutama studi mengenai pegambilan kebijakan luar negeri
haruslah melibatkan unsur kemanusiaan.
Studi mengenai analisis kebijakan luar negeri atau Foreign
Policy Analysis (FPA) ini muncul seiring perkembangan sejarah ketika
seseorang mulai mempertanyakan mengapa para pemimpin nasional mengambil pilihan
yang telah atau akan mereka ambil mengenai hubungan antar negara. Namun kajian
ini mulai masuk dalam bidang Hubungan Internasional pada akhir dekade 1950an
dan awal 1960an. Pada awal terbentuknya studin ini, terdapat tiga paradigma
utama yang mendasari Foreign Policy Analys. Pertama, decision
making yang oleh Snyder (dalam Hudson, 2007) dipandang sebagai
‘perilaku yang terorganisasi’. Oleh karena itu dibutuhkan pengamatan yang lebih
lanjut tentang aktor-aktor yang terlibat, aliran komunikasi dan informasi,
serta motivasi dari masing-masing aktor pembuat keputusan.
Kedua, Pre-Theories &Theoris yang
dibangun oleh James N. Rosenau (dalam Hudson, 2007). Menurut Rosenau, seperti
halnya ilmu sains (alam), negara juga memiliki beberapa genotipe yang berbeda
dan nantinya akan mendorong pada penjelasan akan model interaksinya, dengan itu
peneliti akan dapat memperkirakan kekuatannnya. Rosenau juga menganjurkan untuk
membedakan level analisis baik pemimpin individu maupun sistem internasional.
Ketiga, hipotesis mengenai Man-Milieu Relationship yang
dikemukakan oleh Harold dan Margaret Sprout (dalam Hudson, 2007). Sumbangan
yang diberikan oleh kedua tokoh tersebut adalah pemahaman mengenai hasil
kebijakan luar negeri yang diasosiasikan dengan analisis kapabilitas power
dalam sistem interstate (Hudson, 2007:14-16).
Selanjutnya studi Foreign Policy Analys ini
kemudian terus berkembang dan kemudian menghasilkan beberapa generasi. Generasi
yang pertama (1954-1973) dariForeign Policy Analys membuat kemajuan
yang sangat besar, sumbangan mereka yang terpenting terdapat dalam
konseptualisasi kebijakan luar negeri, yang kemudian juga sejalan dengan
koleksi data yang memadai serta peletakan metode eksperimen. Kemudian disusul
oleh Foreign Policy Analys generasi kedua (1974-1993) dimana
mereka banyak menyempurnakan dan turut membangun fondasi bagi studi Foreign
Policy Analys seperti pembentukan kerangka pemikiran dan penentuan
sampel yang representatif. Pada intinya kedua generasi ini berusaha untuk
mempelajari mengapa specific things dari sebuah negara dapat
menuntun pada perbedaan perilaku atau kebijakan luar negeri yang diambil
sehingga paling tidak penemuan mereka dapat digeneralisasikan dan dapat dipakai
antar-negara (Hudson, 2007:17).
Dari perkembangan studi Foreign Policy Analys tersebut, dapay diketahui bahwa
tidak hanya mempelajarinya, namun membandingkan kebijakan luar negeri juga
penting dan menguntungkan. Menurut Breuning (2007), terdapat keuntungan dari
mempelajari kebijakan luar negeri. Salah satunya adalah untuk
menggeneralisasikan pengetahuan yang dapat meningkatkan pengertian akan
persamaan dan perbedaan dari aspek-aspek kebijakan lur negeri. Hal tersebut
dapat menjadi panduan bagi pembuat kebijakan luar negeri sebuah negara agar
mereka tidak perlu terlibat dalam perang apabila mereka menginginkan sebuah
perdamaian. Sehingga mempelajari kebijakan luar negeri secara komparatif dan
sistematis memiliki potensi untuk mengingkatkan kemampuan dan membantu pembuat
keputusan untuk memberikan respon yang beragam dalam mengahadapi masalah-
masalah yang dihadapi negaranya (Breuning, 2007:17).
Dengan demikian, kebijakan luar negeri merupakan hal yang harus diperhatikan
dan dan dipelajari. Sebab kebijakan luar negeri merupakan hal yang krusial
karena berdampak pula pada hubungan suatu negara dengan negara lain. Selain
itu, kebijakan luar negeri akan terus berkembang seiring dengan dunia yang
terus berkembang bersama permasalahan yang kian rumit. Oleh karena itu,
dibutuhkan kemampuan untuk terus meningkatkan kemampuan dalam memahami
kebijakan luar negeri supaya dapat tetap eksis sebagai sebuah negara dan
melalui kebijakan luar negerinya, suatu negara dapat meraih tujuan nasionalnya.
REFERENSI
Breuning, Marijke. 2007. Foreign Policy
Analys: A Comparative Introducton. New York: Palgrave McMillan
Carlnaes, Walter. 2002. Foreign Policy dalam Walter
Carlnaes, Thomas Risse & Beth A. Simmons, Handbook of International
Relations. Sage
Hudson, Valerie M. 2007. Foreign Policy
Analys, Classic and Contemporary Theory. Rowman & Littlefield Publisher
Plano, J. C., & Olton, R. 1999. Kamus
Hubungan Internasional. Bandung: Abardin.
No comments:
Post a Comment