Sunday, April 16, 2017

Geopolitik dan Geostrategi: Kekuatan Minyak dan Gas


Dalam dunia kontemporer, ketika dunia didominasi oleh neoliberalisasi ekonomi, banyak muncul kekuatan-kekuatan baru yang mulai menunjukkan pengaruhnya tidak hanya secara ekonomi namun juga politik. Di antaranya adalah Cina, India, dan Jepang, yang secara tidak langsung kemudian berpengaruh pada menurunnya pengaruh Amerika sebagai superpower. Pada pembahasan kali ini akan banyak dibicarakan mengenai hubungan negara-negara tersebut serta bagaimana geopolitik dan geostrategi ditempatkan dalam konteks kekuatan minyak dan gas. Dimana potensi minyak yang demikian besarnya sudah mulai nampak pada saat pertama kali ditemukannya mesin uap, yang lebih jauh pemanfaatannya semakin terasa pada saat terjadinya revolusi industri dan kemudian tak terelakkan minyak seolah menjadi kebutuhan pokok hampir seluruh negara di dunia.
Negara-negara dengan kekuatan baru tadi rupanya memanfaatkan minyak sebagai sarana dan prasarana dalam rangka pemenuhan kebutuhan industri mereka yang demikian pesat. Sehingga sebagai konsekuensi logis, perekonomian mereka pun tumbuh dengan cepat. Penggunaan minyak sebagai sumber tenaga atau bahan bakar industri ini terus menerus meningkat dalam jumlah yang semakin besar. Dan hal ini disadari oleh mereka, bahwa minyak bukan merupakan sumber daya yang dapat diperbarui dalam waktu singkat. Namun bagaimanapun minyak tetap merupakan kebutuhan pokok, yang harus tetap diperoleh demi keberlangsungan industri sebagai motor perekonomian. Oleh karena itu cara yang paling memungkinkan untuk dapat memperoleh minyak terus menerus adalah dengan berebut minyak pada negara-negara penghasil minyak.
Berakhirnya Perang Dingin menandai berakhirnya kuasa dua blok besar digantikan oleh industrialisasi secara masif di berbagai wilayah di dunia. Industri diyakini dapat mengontrol dunia (Tuathail dan Simon, 2008). Perlombaan akan perolehan minyak inidiibaratkan seperti perlombaan terhadap perolehan rempah-rempah pada masa kolonialisme. Pemetaan dunia mengenai sumber minyak di dunia mengerucut pada wilayah negara-negara di Timur Tengah.
Akibat menjadi sebuah komoditas yang sangat berharga dan diperebutkan membuatnya menjadi mahal dan mejadi salah satu faktor penentu kebijakan negara-negara di dunia. Sebagai contoh adalah apa yang terjadi di Indonesia beberapa waktu yang lalu, mengenai dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai naiknya harga bahan bakar minyak, sebagai bahan bakar transportasi, yang secara konstan memicu terjadinya demonstrasi di berbagai wilayah negara, yang mengakibatkan ditundanya realisasi atas kebijakan tersebut. Dari sini terlihat bahwa pentingnya minyak sebagai suatu komoditas tidak hanya mempengaruhi negara pada tingkat pemerintahan, namun juga masyarakat sipil. Sehingga dapat dikatakan bahwa minyak telah dapat mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah suatu negara.
Dalam konteks internasional terdapat beberapa kasus atau konflik yang diakibatkan oleh usaha perolehan minyak. Terlihat pada kasus penyerangan Irak oleh Amerika Serikat pada tahun 2003 dengan dalih penyebaran nilai-nilai demokrasi. Dimana seiring berjalannya waktu terlihat bahwa tujuan lain dari tindakan AS tersebut adalah untuk penguasaan kilang-kilang minyak di sana. Di samping dalih demokrasi, Amerika Serikat juga menggunakan adanya isu pengembangan senjata pemusnah massal atau nuklir yang didalangi oleh penguasa Irak kala itu, yaitu Saddam Hussein. Amerika Serikat kemudian beralasan bahwa gaya kepemimpinan Saddam Hussein yang diktator tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Masuknya AS menyebabkan ketidakstabilan utamanya dalam bidang politik di sana.
Kasus di atas dapat dikatakan seusai dengan pemikiran klasik Mackinder mengenai Heartland. Dimana dunia ini memiliki pusat atau jantung yang dengan kata lain adalah sumber kekayaan yang sangat besar. Dan dengan adanya hal ini, menurutnya siapapun yang mampu menguasai heartlandmaka ia akan dapat menguasai dunia (Short, 1993). Dan apabila memang benar, maka dalam hal ini yang menjadi heartland saat ini adalah wilayah Timur Tengah, yang tengah diperebutkan oleh para pengejar minyak. Dimana bahkan negara-negara pengekspor yang tergabung dalam organisasi pengekspor minyak OPEC (Organization of Petrolium Exporting Countries) tidak dapat menghasilkan minyak sebanyak negara-negara di Timur Tengah (www.oilcrash.com). Maka tidak heran bahwa Timur Tengah disebut-sebut sebagai jantung dunia sesuai dengan konsepsi Mackinder.
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa minyak menjadi komoditas yang sangat penting dan berpengaruh dalam dunia internasional. Ia berpengaruh tidak hanya pada bidang politik, namun juga meluas pada aspek lain yaitu ekonomi dan sosial. Penguasaan terhadap sumber-sumber minyak seolah menjadi tujuan utama negara-negara di dunia pada saat ini. Dimana dalam beberapa kasus usaha perolehan minyak bahkan menimbulkan konflik. Hal ini kemudian dapat dipahami, sebab keberadaan sumber minyak di Timur Tengah yang sangat melimpah membuatnya diindikasikan sebagai jantung dunia, yang mana menurut Mackinder barang siapa yang dapat menguasai jantung dunia ini akan mampu menguasai dunia.

Referensi
Buku:
Agnew, John 1998,Geopolitics :Re-visioning world politics Second edition, London:Routledge
Amirahmadi, Hooshang. 1996. World Oil and Geopolitics to the Year 2010. Dalam Journal of Energy and Development, Vol. 21, No. 1. International Research Center for Energy and Economic Development (ICEED).
Mackinder, H.J. (1904) ‘The geographical pivot of history’, Geographical Journal, 23: 421–44.
Le Billon, Phillippe. 2005. The Geopolitics of Resources Wars: Resources dependence, Governance and Violence.London: Frank Cass 
Internet:
Short, J.R.,1993,An Introduction to Political Geography,London:Routledge
www.oilcrash.com [diakses pada 12 April 2012]


No comments:

Post a Comment