Geopolitik dan geostrategic
Eropa terlihat mengalami perubahan yang cukup signifikan ditandai dengan runtuhnya
tembok Berlin yang sekaligus mengawali reunifikasi Jerman. Sebagai organisasi
supranasional, Uni Eropa (EU, European Union) terdiri dari 27 negara anggota
yang berada di wilayah benua Eropa, di mana tujuan awal pembentukannya pasca
berakhirnya Perang Dunia II adalah untuk mewadahi negara-negara di Eropa untuk
menjalin kerjasama ekonomi, atau seringkali dianggap sebagai perpanjangan dari
Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC, Economic European Community),yang saat ini telah
berkembang dan menjangkau bidang lainnya, seperti politik, bantuan pembangunan,
bahkan lingkungan (http://europa.eu).
Dibentuknya Uni Eropa menyiratkan adanya peran baru dari negara kecil seperti
Polandia serta munculnya desentralisasi kekuatan pada wilayah tertentu sebagai
pusat geopolitik baru, dan peran identitas sebagai agen geopolitik di Eropa.
Dalam perspektif geopolitik saat ini, terdapat beberapa isu problematis yang
dihadapi oleh Uni Eropa, seperti munculnya aktor eksternal yang dianggap dapat menjadi
ancaman yakni “the rising of China and India” dalam hal ekonomi; wacana migrasi
baik antarnegara Eropa maupun non-Eropa sebagai imigran sebagai dampak
globalisasi; wacana reformasi Uni Eropa sebagai strategi dalam menghadapapi
kekuatan ekonomi eksternal, utamanya China; dan isu perluasan keanggotaan. Di
mana selayaknya kekuatan politik Uni Eropa merupakan hasil dari negosiasi
politik dari tiga negara dominan yaitu Inggris, Perancis, dan Jerman. Sementara
dalam hal ini Polandia dianggap dapat mendekatkan negara-negara Eropa Timur,
utamanya bekas Soviet, dalam sphere of influence Uni Eropa.
Polandia yang juga merupakan pintu gerbang ke wilayah Eropa Timur dianggap
sangat strategis untuk melakukan infiltrasi dalam rangka membentuk sebuah
identitas tunggal, yakni Europeans.
Rumitnya situasi politik dan
ekonomi di Uni Eropa mengesankan adanya kebutuhan akan sebuah rezim keamanan
regional. Konflik lokal tidak jarang juga dipengaruhi oleh adanya kekuatan
eksternal dalam geopolitik Eropa. Pasca Perang Dingin hal ini diimplementasikan
dalam rezim keamanan regional yaitu OSCE, Organization for Security and
Cooperation in Europe. Meski saling berpengaruh, tetap terdapat beberapa negara
yang menjadi dominan di antara yang lain bahkan dominan di seluruh dunia akibat
kekuatan yang dimilikinya dalam beberapa hal. Peran negara-negara dominan lebih
lanjut akan dibahas dalam tulisan ini.
Inggris, yang merupakan salah
satu anggota Uni Eropa, tidak menggabungkan dirinya dalam Eurozone, sehingga
tidak dapat ikut campur dlaam pengambilan keputusan dalam Uni Eropa. Di samping
itu Inggris juga tidak menggunakan mata uang bersama Uni Eropa, yakni Euro, dan
memilih untuk tetap menggunakan mata uangnya sendiri, yaitu Poundsterling.
Secara geografis wilayah Inggris berupa kepulauan yang sangat luas dan terpisah
dari daratan Eropa. Wilayah laut yang cukup luas menjadi salah satu kekuatan
yang diandalkan oleh Inggris yang tidak dimiliki oleh semua negara Uni Eropa
lainnya. Inggris membangun armada dan angkatan laut terkuat di seluruh
samudera. Jika dianalisis secara geopolitik, maka perilaku Inggris tersebut dapat
dilihat dalam teori Sea Power yang diungkapkan oleh Alferd T.
Mahan (1957), yang merupakan seorang Kapten Angkatan Laut Amerika Serikat.
Dalam hal ini Inggris menguasai dan melakukan ekspansi wilayah laut, di mana ia
menekankan pada bagaimana pentingnya bagi suatu negara kepulauan untuk dapat
menguasai laut sebagai instrumen pengamanan dan ketahanan negara dalam rangka
mengamankan kepentingan nasionalnya. Masih menurut Mahan (1957) kuat tidaknya
militer suatu negara bergantung pada kekuatan armada laut yang dimilikinya dan
sesuai dengan faktor geografisnya. Untuk itu penting bagi suatu negara
kepulauan untuk memahami pentingnya mengembangkan kekuatan laut sebagai bentuk
pertahanan negara pula. Selain laut, strategi geopolitik lain Inggris adalah
adanya niat untuk menanamkan demokrasi di Polandia dengan cara bekerjasama
dengan Amerika Serikat dan Perancis. Kecenderungan Inggris untuk selalu memihak
pada Amerika Serikat disebabkan oleh kedekatan politik keduanya.
Apabila dilihat dari perspektif
sejarah, Perancis selalu menjadi center countrydi Eropa. Dimana hal
ini masih terlihat hingga saat ini, yaitu pada kursi parlemen di Uni Eropa yang
cukup banyak dibandingkan dengan negara lainnya, yakni 72 kursi (Fontaine,
2010). Perancis juga merupakan salah satu negara pencetus dibentuknya Uni
Eropa, melalui Menteri Luar Negerinya pada saat itu Robert Schuman. Juga
kemudian dalam keterlibatannya dalam penandatangan Perjanjian Schengen pada 14
Juni 1985 di Luxemburg yang juga melibatkan 24 negara lainnya (www.axa-schengen.com). Perjanjian ini
memudahkan masyarakat di Eropa untuk berpergian ke negara-negara yang
menyepakatinya tanpa adanya kontrol perbatasan seperti urusan imigrasi
dan lain sebagainya. Akan tetapi adakalanya Perancis justru tidak sepandangan
dengan Uni Eropa, terlihat dari beberapa penolakannya terhadap gagasan Uni
Eropa seperti penolakannya terhadap Konstitusi Uni Eropa (bersama dengan
Belanda); penolakan Reformasi Uni Eropa dalam subsidi agrikultur; penolakanCommunity
cooperation; dan perekonomiannya yang cenderung proteksionis
(James&Lowe, 2006).
Sementara Jerman sendiri pada
awal dibentuknya Uni Eropa bukan merupakan aktor yang dominan. Akan tetapi
seiring dengan reunifikasinya pasca runtuhnya tembok Berlin membuat
perekonomiannya tumbuh pesat sehingga Jerman kemudian menjadi salah satu
kontributor terbesar bagi perekonomian Uni Eropa. Dengan demikian Jerman pun
memiliki kendali politis yang kuat atas Uni Eropa.
Hubungan ketiga negara di atas
cukup rumit dalam konstelasi politik Uni Eropa. Inggris meski tidak termasuk
dalam Eurozone namun tetap memainkan peran secara politis,
utamanya dalam mengkritisi kebijakan Uni Eropa. Perancis terkesan mulai menarik
diri, terlihat dari sikap skeptisnya terhadap beberapa kebijakan Uni Eropa,
seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Selanjutnya Polandia, negara
dengan sejarah yang cukup rumit dan kelam, yang berkutat dengan komunisme Eropa
Timur hingga akhirnya mencapai kedekatan dengan negara Eropa lainnya melalui
usaha demokratisasi. Kemudian adanya usaha privatisasi dan masuknya modal asing
mempercepat pertumbuhan ekonomi di Polandia, dan membuatnya menjadi negara
dengan peningkatan ekonomi tercepat di Eropa. Akan tetapi krisis identitas
tersebut juga menjadi perdebatan tersendiri. Di mana posisinya dalam konstelasi
politik Eropa terletak pada keinginannya untuk menarik negara-negara bekas
Soviet agar keluar dari pengaruh Rusia. Strategi ini sangat memungkinkan
mengingat letaknya yang seolah menjadi gerbang dari Eropa emnuju Eropa Timur.
Dan apabila strategi tersebut berhasil, maka posisi negara Eropa Timur dalam
Uni Eropa akan semakin didengar dan dapat memepengaruhi kebijakan Uni Eropa.
Namun yang menjadi tantangan adalah transisi dari komunis menuju dmokrasi itu
sendiri, yang cenderung sulit dan memakan waktu yang lama.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa perbedaan latar belakang dan kondisi yang juga dipengaruhi
oleh sejarah suatu negara juga menghasilkan kondisi dan situasi geopolitik
negara-negara tersebut saat ini. Dan hal ini tentu berpengaruh pada bagaimana
negara tersebut dapat memainkan perannya dalam konstelasi politik Uni Eropa
saat ini. Kerjasama yang ada tercipta karena adanya visi yang sama, dan juga
untuk menyelesaikan permasalahan bersama, antara lain avoid the role of
strong states; new role of small stares, new decentralization, new role of
regions, local identities; danconstruction of Europe of Nations and
Europe of local identities (Guttinger, 2012).
Referensi:
Buku:
Fontaine, Pascal. 2010. Europe
in 12 Lessons. EU Publications Office.
Guttinger, Anne F. 2012. Geostrategy
in Europe. Power Point Presentation pada kuliah Geopolitik dan Geostrategi
edisi tanggal 21 Mei 2012. Surabaya: Universitas Airlangga
James, Wil dan Gregory Lowe.
2006. How France has Underminde the European Union. Civitas
Review Agustus 2006, EU Special Edition.
Mahan, A. 1957. The
Influence of Seapower Upon History. New York: Hill and Wang.
Internet:
Basic Information on the
European Union. Tersedia padahttp://europa.eu/about-eu/countries/index_en.htm [diakses
pada 17 Juni 2012]
The Countries of the Schengen
Area. Tersedia pada http://www.axa-schengen.com/en/schengen-countries [diakses
pada 18 Juni 2012]
No comments:
Post a Comment