Pengertian Ketahanan
Nasional
Ketahanan berasal dari asal kata
“tahan” ; tahan menderita, tabah kuat, dapat menguasai diri, tidak kenal
menyerah. Ketahanan berarti berbicara tentang peri hal kuat, keteguhan hati,
atau ketabahan. Jadi Ketahanan Nasional adalah peri hal kuat, teguh, dalam
rangka kesadaran, sedang pengertian nasional adalah penduduk yang tinggal
disuatu wilayah dan berdaulat. Dengan demikian istilah ketahanan nasional
adalah peri hal keteguhan hati untuk memperjuangkan kepentingan
nasional.Pengertian Ketahanan Nasional dalam bahasa Inggris yang mendekati
pengertian aslinya adalah national resilience yang mengandung pengertian
dinamis, dibandingkan pengertian resistence dan endurence.
Ketahanan nasional merupakan
kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar
dan dalam yang secara langsung dan tidak langsung membahayakan integritas,
identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar
Tujuan Nasionalnya.
Keadaan atau kondisi selalu
berkembang dan keadaan berubah-ubah, oleh karena itu ketahanan nasional harus
dikembangkan dan dibina agar memandai sesuai dengan perkembangan jaman.
Jika kita mengkaji Ketahanan
nsional secara luas kita akan mendapatkan tiga “wajah” Ketahanan Nasional,
walaupun ada persamaan tetapi ada perbedaan satu sama lain:
§ Ketahanan Nasional sebagai
kondisi dinamis mengacu keadaan “nyata riil” yang ada dalam masyarakat, dapat
diamati dengan pancaindra manusia. Sebagai kondisi dinamis maka yang menjadi
perhatian adalah ATHG disatu pihak dan adanya keuletan, ketangguhan, untuk
mengembangkan kekuatan nasional dalam mengatasi ancaman.
§ Ketahanan nasional sebagai
konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan negara diperlukan penataan hubungan
antara aspek kesejahteraan (IPOLEKSOSBUD) dan keamanan (Hankam). Dalam konsepsi
pengaturan ini dirumuskan ciri-ciri dan sifat-sifat ketahanan nasional, serta
tujuan ketahanan nasional.
§ Ketahanan Nasional sebagai metode
berfikir, ini berarti suatu pendekatan khas yang membedakan dengan metode
berfikir lainnya. Dalam ilmu pengetahuan dikenal dengan metode induktif dan
deduktif, hal ini juga dalam ketahanan nasional, dengan suatu tambahan yaitu
bahwa seluruh gatra dipandang sebagai satu kesatuan utuh menyeluruh.
Metode Astagatra
Dalam usaha mencapai tujuan
nasional senantiasa menghadapi ATHG sehingga diperlukan suatu ketahanan yang
mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nsional yang didasarkan pokok-pokok
pirkiran sebagai berikut:
Manusia berbudaya, sebagai
makhluk Tuhan pertama-tama berusaha mempertahanakan kelangsungan hidupnya.
Secara antropologis budaya manusia merupakan makhluk Tuhan paling sempurna
mempunyai akal budi sehingga lahir manusia berbudaya. Sebagai manusia berbudaya
mengadakan hubungan dengan alam sekitarnya dalam usaha mempertahankan eksistensinya
dan kelangsungan hidupnya. Kita mengenal hubungan-hubungan itu adalah:
§ Hubungan manusia dengan Tuhannya,
dinamakan “agama”
§ Hubungan manusia denggan
cita-citanya, dinamakan “ideologi”
§ Hubungan manusia dengan
kekuasaan, dinamakan “politik”
§ Hubungan manusia dengan
pemenuihan kebutuhan, dinamakan “ekonomi”
§ Hubungan manusia dengan manusia
lainnya, dinamakan “sosial”
§ Hubungan manusia dengan rasa
keindahan, dinamakan “seni/budaya”
§ Hubunggan manusia dengan
pemanfaatan alam, dinamakan “IPTEK’
§ Hubungan manusia dengan rasa
aman, dinamakan “Hankam”
Hubungan manusia dengan
lingkungannya pada hakekatnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
yaitu kesejahteraan dan keamanan. Untuk menjamin kelangsungan hidup suatu
bangsa diperlukan suatu konsep pangaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan
keamanan serasi dalam semua aspek kehidupan nasional.
Ketahanan Nasional pada
hakekatnya merupakan konsepsi dalam pengaturan dan penyelenggaraan
kesejahteraan dan keamanan dalam kehidupan nasional. Kehidupan nsional dapadt
dibagi dalam berbagai aspek sebaggai berikut:
l. Aspek Nasional meliputi Sikaya
Mampu:
a. Posisi lokasi geografi
b. Keadaan dan kekayaan alam
c. Kemampuan Penduduk
Aspek alamiah terdiri dari 3
aspek, maka dikenal dengan istilah “Trigatra”
2. Aspek sosial meliputi
IPOLEKSOSBUD-Hankam; yaitu a. Ideologi, b. Poliltik, c. . Sosial, d. Budaya dan
e. Hankam atau dikenal dengan istilah Pancagatra Kehiduapan nasional merupakan
gabungan antara Trigatra dan Pancagatra, maka disebut juga dengan istilah
Astagatra. Antara gatra satu dengan lainnya terdapt hubungantimbal balik
(korelasi) dan saling ketergantungan (interdependensi) antara satu dengan
lainnya. (Bandingkan dengan konsep Hans Morgenthau dalam Politik among Nations;
unsur-unsur kehidupan nasional terdiri dari; geografi, sumber alam, kapasits
industri, kesipaan militer, penduduk, karakter nasional, semangat nasional,
kualitas diplomasi, dan kualitas pemerintah).
Aspek Trigatra
1. Posisi dan Lokasi Geografi
Negara
Secra geografis wujud negara
dapat berupa:
a. Negara dikelilingi daratan
seperti Laos, Swis, Afganistan
b. Negara daratan dengan
sebagaian perairan laut, seperti Irak, Brunai Darusalam.
c. Negara pulau, seperti
Australia, Malagasi.
d. Negara kepulauan (Archipelagic
state), misalnya Indonesia.
Bentuk, keadaan dan lokasi
geografi suatu negara sangat mempengaruhi kehidupan bangsa yang mendiaminya,
dalam menyelenggarakan dan pengaturan kesejahteraan dan keamanan. Negara
kepulauan dalam membina ketahanan nasionalnya akan lebih banyak memanfatkan
potensi lautnya.
Posisi letak geografis suatu
negara akan sangat menentukan peran negara tersebut dalam percaturan lalu
lintas dunia, sehingga akan menghadapi bentuk-bentuk ancaman berbeda. Dapat
ditarik kesimpulan letak geografis suatu negara akan berpengaruh terhadap
ketahanan nasional suatu bangsa.
Pengaruh letak geografis terhadap
politik melahirkan geopolitik, geostrategi, sehingga dikenal dengan wawasan
nasional suatu bangsa yang tumbuh karena pengaruh tersebut. Pengaruh tersebut
dikenal dengan istilah Wawasan Benua, Samodra, atau kombinasi. Bangsa Indonesia
berpendapat bahwa wawasan-wawasan tersebut di atas bersifat rawan dan tidak
kekal. Namun justru pemanfaatan tanah, air, dan ruang yang diintegrasikan
dengan unsur-unsur sosial secara simultan didalam suasana yang serasi, seimbang
dan dinamis dapat menunjang penyelenggaraan dan peningkatan ketahanan nasional.
Dengan demikian setiap negara dapat mengembangkan wawasan nasionalnya sendiri-sendiri
sesuai dengan kondisi geografisnya.
2. Keadaan dan Kekayaan Alam
Kekayaan alam suatu negara adalah
segala sumber dan potensi alam yang didapatkan di bumi, di laut, di udara yang
berada di wilayah suatu negara, dan dapat dirinci sebagai berikut:
a. Kekayaan alam digolongkan
dalam; flora, fauna dan tambang
b. Sifat kekayaan alam; dapat
diperbaharuai dan tidak dapat diperbaharui.
c. Keberadaan kekayaan alam; di
atmosfir, di permukaan bumi, di dalam bumi.
Sifat kekayaan alam di bumi
didistribusikan tidak merata, tidak teratur sehingga ada negara kaya sumber
daya alam, dan miskin sumber daya alam. Hal demikian menyebabkan ketergantungan
antar negara yang dapat menimbulkan problem hubungan internasional yang
kompleks. Apabila kebutuhan suatu negara tidak terpenuihi, maka negara tersebut
dengan berbagai cara akan berusaha memenuhinya, sehingga dapat menimbulkan
masalah ekonomi, politik, sosial, budaya dan Hankam. Oleh karena itu kekayaan
alam sebagai kekuatan nasional harus dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk
menunjang pembangunan nasional. Agar dapat mengatasi kerawanan dan ancaman yang
mungkin timbul, maka diperlukan menejemen pengelolaan SDA yang berdasarkan asas
maksimal, lestari dan berdaya saing.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa faktor kekayaan alam apabila dikelola dengan baik, dapat meningkatkan
ketahanan nasional. Namun jika tidak dapat mengelolanya akan mengganggu
ketahanan nasional.
3. Keadaan dan Kemampuan Penduduk
Penduduk adalah manusia yang
mendiami suatu wilayah negara. Manusia adalah faktor penentu dalam melakukan
suatu tindakan, dengan demikian manusia menentukan apa yang harus dilakukan
untuk meningkatkan ketahanan nasional. Dalam arti bahwa pengusahaan
penyelenggaraan negara untuk kesejahteraan dan keamananan tergantung pada
manusia. Masalah yang terkait denggan kemampuan penduduk dalah:
a. Jumlah penduduk yang berubah
karena fertilitas, mortalitas dan migrasi.
b. Komposisi penduduk adalah
susunan penduduk menurut umur, dan jenis kelamin.
c. Persebaran penduduk yang
berpengaruh terhadap penyediaan tenaga kerja untuk mengelola kekayaan alam, dan
berpengaruh terhadap personal yang mampu mengelola Hankam. Oleh karena itu
perlu penyebaran penduduk merata, agar dapat menyelenggarakan kesejateraan dan
keamanan.
Segi positif dari pertumbuhan
penduduk adalah pertambahan angkatan kerja (man power) jadi juga bertambahnya
tenaga kerja (labour force) sebagai potensi peningkatan kapasitas produksi,
tetapi harus disertai dengan bertambahnya kesempatan kerja. Persoalan yang dihadapi
bangsa Indonesia tenaga kerja kita kurang berkualitas, berdasarkan Human
Development Index (HDI) pada tahun 2002 berada pada rengking 110 dan pada tahun
2003 berada posisi 112 dibawah Vitnam (109), Filipina (85), Thailand (74),
Brunai Darusalem (31), Korea Selatan (30), Singapura (28). Menurut Ibrahim
berdasarkan hasil penelitian oleh International Institute for Menegement
Development (IMD), yang berkedudukan di Lausanne Swiss menempatkan Indonesia
sebagai negara berdaya saing terendah dari 49 negara yang diteliti. Mengingat
posisi Indonesia tersebut kita dituntut untuk bekerja keras dalam pengembangan
SDM agar mampu bersaing (Noor Fitrihana, 2004: 21).
Pengembangan SDM merupakan kunci
dalam menghadapi globalisasi karena di satu sisi akan memberi peluang besar
jika kita mampu menyiapkan diri dengan baik, seperti diungkapkan oleh Beny
Sutrisno Direktur PT. Apac Inti Corpora “ SDM merupakan aset penting dalam
upaya meningkatkan daya saing yang semakin ketat. Kenyataan ini menuntut
program pembinaan SDM yang komperhensif dan holistik. Oleh karena itu
pengembangan SDM merupakan prioritas utama dalam menghadapi globalisasi. Dalam
era global terutama sektor ekonomi akan terjadi harga, kualitas dan pelayanan
tanpa batas negara, termasuk bidang tenaga kerja. Tenaga kerja inilah yang
menjadi sarana untuk menghasilkan nilai kompetitif dengan produktifitasnya
mengahasilkan barang jasa berkualitas, inovatif dengan ketrampilan (skills),
pengetauan dan memberikan pelayanan prima dengan sikapnya. Dengan demikian SDM
harus digarap secara serius agar memiliki daya saing.
Pertumbuhan penduduk yang cepat
bila tidak disertai dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menimbulkan
penggangguran. Pengangguran yang diakibatkan oleh krisis moneter dapat
menimbulkan dampak sosial ekonomi dan Hankam. Pertumbuhan penduduk yang tidak
disertai kualitas sumber daya manusia akan mengakibatkan ketimpangan sosial
ekonomi, akhirnya akan melemahkan ketahanan nasional. Oleh karena itu
diperlukan cam pur tangan pemerintah untuk meningkatkan keseimbangan
pertumbuhan, penyebaran penduduk. Pertumbuhan ekonomi yang seimbang dapat
meningkatkan ketahanan nasional.
Aspek Pancagatra
1. Aspek Ideologi
Pengertian ideologi diartikan
sebagai (guiding of principles) yang dijadikan dasar atau pemberi arah dan
tujuan yang hendak dicapai dalam melangsungkan dan mengembangkan hidup dan
kehidupan nsional suatu bangsa (negara). Ideologi adalah ilmu pengetahuan tentang
dasar atau dapat disamakan dengan cita-cita. Dengan lain perkataan bahwa
ideologi merupakan konsep yang mendalam mengenai kehidupan yang dicita-citakan
serta yang ingin diperjuangkan dalam kehidupan nyata (Endang Zaelani Sukaya,
200: 105).
Sesuai dengan kompleksitas
kehidupan manusia maka ideologi menjabarkan diri ke dalam sistem nilai. Sistem
nilai adalah serangkaian nilai yang tersusun secara sistematis dan merupakan
kebulatan ajaran dan doktrin.
Faktor yang mempengaruhi
ketahananideologi adalah nilai dan sistem nilai. Ideologi yang baik harus mampu
menampung aspirasi masyarakat baik secara individu dan makhluk sosial. Agar
dapat mencapai ketahanan nasional di bidang ideologi diperlukan penghayatan dan
pengamalan ideologi secara sungguh-sungguh.
Agar Bangsa Indonesia memiliki
ketahanan di bidang ideologi maka Pancasila harus dijadikan pandangan hidup
bangsa, dan diperlukan pengamalan Pancasila secara obyektif dan sobyektif.
Semakin tinggi kesadaran suatu bangsa untuk melaksanakan ideologi, maka akan
semakin tinggi ketahanan di bidang ideologi. Dalam strategi pembinaan ideologi
ada beberapa prinsip antara lain:
a. Ideologi harus
diaktualisasikan dalam bidang kenegaraan dan oleh WNI.
b. Ideologi sebagai perekat
pemersatu harus ditanamkan pada seluruh WNI.
c. Ideeologi harus dijadikan
panglima bukan sebaliknya (Abdulkadir Besar, l988).
d. Akatualisasi ideologi
dikembangkan ke arah keterbukaan dan kedinamisan.
e. Ideologi Pancasila mengakui
keanekaragaman dalam hidup berbangsa, dan dijadikan alat menyejaterakan,
mempersatukan masyarakat.
f. Kalangan elit eksekutif,
legeslatif, yudikatif, harus mewujudkan cita-cita bangsa dengan melaksanakan
GBHN, mengedepankan kepentingan bangsa.
g. Mensosialisasikan idologi
Pancasila sebagai ideologi humanis, religius, demokratis, nasionalis,
berkeadilan. Proses sosialisasi Pancasila secara obyektif, ilmiah bukan
doktriner, dengan metode sesuai dengan perkembangan jaman.
h. Tumbuhkan sikap positif
terhadap warga negara dengan meningkatkan motivasi untuk mewujukan cita-cita
bangsa. Perlunya perbaikan ekonomi untuk mengakhiri krisis moltidemesional
(Endang Zaelani Sukaya, 2000: 109).
2. Politik
a. Pengertian
Politik dalam hal ini diartikan
sebagai asas, halun, kebijaksanaan yang digunakan untuk mencapai tujuan dan kekuasaan.
Oleh karena itu masalah politik sering dihubungkan dengan masalah kekuasaan
dalam suatu negara yang berada ditangan pemerintah. Kehidupan politik dapat
dibagi ke dalam dua sektor:
1) Sektor masyarakat yang
berfungsi memberikan masukan (input), terwujud dalam pernyataan keinginan dan
tuntutan kebutuhan masyarakat.
2) Sektor pemerintahan berfungsi
sebagai keluaran (out-put) yang berupa kebijaksanan dan melahirkan peraturan
perundang-undangan, yang merupakan keputusan politik.
Sistem politik menentukan
kehidupan politik dilaksanakan sebagai pencerminan interaksi antara masukan dan
keluaran. Keseimbangan antara masukan dan keluaran selalu berubah-ubah secara
dinamis sesuai dengan tingkat stabilitas nasional. Upaya bangsa Indonesia untuk
meningkatkan ketahanan di bidang politik adalah upaya mencari keseimbangan dan
keserasian antara masukan dan keluaran berdasarkan Pancasila yang merupakan
pencerminan dari demokrasi Pancasila, dimana dalam penyelenggaraannya diatur
sebagai berikut:
1) Kebebasan individu tidak
bersifat mutlak, tetapi harus dilaksanakan secara bertanggungjawab, dan
kebebasan harus melekat pada kepentingan bersama.
2) Tidak akan terjadi “dominasi
mayoritas” sebab tidak selaras dengan semangat kekeluargaan yang mengutamakan
musyawarah untuk memperoleh mufakat.
b. Ketahanan Politik Dalam Negeri
Dalam rangka mewujudkan ketahanan
politik, diperlukan kehidupan politik bangsa yang sehat, dinamis, mempu
memelihara stabilitas politik berdasakan ideologi Pancasila, UUD l945 yang
menyangkut:
1) Sistem pemerintahan
berdasarkan hukum tidak berdasarkan kekuasaan bersifat absolut, dan kedaulatan
ditanggan rakyat.
2) Dalam kehidupan politik
dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, namun perbedaan tersebut bukan
menyangkut nilai dasar, sehingga tidak antagonis yang menjurus ke arah konflik.
3) Kepemimpinan nasional
diharapkan mampu mengakomodasikan aspirasi yang hidup dalam masyrakat, dengan
tetap memegang teguh nilai-nilai Pancasila.
4) Terjalin komunikasi timbal
balik antara pemerintah dan masyarakat, antara kelompok kepentingan dan
golongan-golongan untuk mewujudkan tujuan nasional.
c. Ketahanan Aspek Politik Luar
Negeri
1) Hubungan politik luar negeri
ditujukan untuk meningkatkan kerjasama internasional di berbagai bidang atas
dasar saling menguntungkan, dan meningkatkan citra politik Indonesia dan
memantabkan persatuan dan kesatuan.
2) Politik luar negeri
dikembambangkan berdasarkan skala prioritas dalam rangka meningkatkan
persahabatan dan kerjasama antar negara berkembang dan negara maju, sesuai
dengan kepentingan nasional. Kerja sama antara negara ASEAN dalam bidang
sosial, ekonomi dan budaya, Iptek dan kerjasama dengan negara Non Blok.
3) Citra positif bangsa Indonesia
perlu ditingkatkan melalui promosi, diplomasi, dan lobi internasional,
pertukaran pemuda dan kegiatan olah raga.
4) Perjuangagn Bangsa Indonesia
untuk meningkatkan keentingan nasional seperti melindungi kepentingan Indonesia
dari kegiatan diplomasi negatif negara lain, dan hak WNI di luar negeri perlu
ditingkatkan (Sumarsono, 2000: 116).
3. Aspek Ekonomi
Kegiatan ekonomi adalah seluruh
kegiatan pemerintah dan masyarakat dalam mengelola faktor produksi (SDA, tenaga
kerja, modal, teknologi, dan menejemen) dan distribusi barang serta jasa untuk
kesejahteraan rakyat. Upaya meningkatkan ketahanan ekonomi adalah upaya
meningkatkan kapasitas produksi dan kelancaran barang serta jasa secara merata
ke seluruh wilayah negara, Ketahan di bidang ekonomi sangat erat sekali dengan
ketahanan nasional.
Tekat bangsa Indonesia untuk
mewujudkan tujuan nasional yang termuat dalam Pembukaan UUD l945, dituangkan
dalam pembangunan nasional. Oleh karena pembangunan tidak dapat dilakukan
menyeluruh dalam waktu bersamaan, maka diperlukan pembangunan yang menitik
beratkan di bidang ekonomi dengan tidak mengabaikan bidang-bidang lainnya.
Dalam pembangunan ekonomi meningkatkan pendapatan nasional, namun harus
menjamin pemerataan dan keadilan. Hal ini berarti harus mencegah semakin
lebarnya jurang pemisah antara sikaya dan simiskin. Dampak pelaksanaan
pembangunan ekonomi diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan perluasan lapangan
kerja.
Dalam usaha mewujudkan ketahan
ekonomi bangsa diperlukan stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis, dan mampu
meciptakan kemandirian dengan daya saing tinggi serta muaranya untuk kemakmuran
rakyat yang adil dan merata. Pembangunan diharapkan memantabkan ketahanan
ekonomi, melalui iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan Iptek, tersedianya
barang dan jasa dan meningkatkan daya saing dalam lingkup perekonomian
global.
Agar dapat terciptanya ketahanan
ekonomi yang diinginkan perlu upaya pembinaan terhadap berbagai hal yang
menunjang antara lain:
1) Sistem ekonomi diarahkan untuk
kemakmuran rakya melalui ekonomi kerakyatan untuk menjamin kelangsungan hidup
bangsa.
2) Ekonomi kerakyatan harus
menghindari: a) free fight lieberalism yang menguntungkan pelaku ekonomi kuat,
b) sistem etatisme dimana negara berserta aparatur ekonomi negara bersifat
dominan serta mematikan potensi daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor
negara. c) tidak dibenarkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu
kelompok dalam bentuk monopoli yang bertentangan cita-cita keadilan.
3) Struktur ekonomi dimantapkan
secara seimbang dan saling menguntungkan dalam keselarasan, keterpaduan antar
sektor pertanian, industri dan jasa.
4) Pembangunan ekonomi
dilaksanakan sebagai usaha bersama atas dasar asas kekluargaan, serta mendorong
peran masyarakat secara aktif. Perlu diusahakan kemitraan antara pelaku ekonomi
dalam wadah kegiatan antara Pemerintah, BUMN, Koperasi, Badan Usaha Swasta,
Sektor Informal untuk mewujudkan pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas
ekonomi.
5) Pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya harus senantiasa dilaksanakan melalui keseimbangan dan
keselarasan pembangunan antar wilayah dan sektor.
6) Kemampuan bersaing harus
ditumbuhkan dalam meningkatkan kemandirian ekonomi dengan memanfaatkan sumber
daya nasional memakai sarana Ipteks dalam menghadapi setiap permasalahan serta
tetap memperhatikan kesempatan kerja (Sumarsono, 2000: 120).
Perlu disadari hubungan antara
Utara dan Selatan; Utara diwakili negara-negara maju sedang Selatan diwakili
negara-negara berkembang cenderung terjadi hubungan yang timpang. Bahan-bahan
baku milik negara Selatan atau negara barkembang cenderung dibeli dengan harga
murah, namun sesudah diolah menjadi barang jadi dijual ke selatan dengan harga
yang mahal. Jadi negara-negara Selatan cenderung dieksploitasi oleh negara maju
dan selalu dipihak yang kalah dalam posisi tawar.
Perlu diwaspadai New
Neokolonialisme baru, seperti diungkapkan Presiden Sukarno dan dikutip oleh
Mubyarto “ Colonialism has also its modern dress in the form of economic
control, intellectual control, (and) actual physical control by a small but
alien community with a nation” (Kolonialisme juga mempunyai pakaian yang baru
dalam bentuk penguasaan ekonomi, penguasaan intelektual, (dan) penguasaan fisik
oleh sekolompok kecil masyarakat dalam lingkup bangsa (sendiri) tetapi
terasing.
Limapuluh tahun kemudian ramalan
Bung Karno ternyata terbukti, 26 Februari 2005, 3 hari menjelang pemerintah
menaikan harga BBM, 36 cendekiawan yang digiring Freedom Institue memasang iklan
1 halaman penuh mendukung kenaikan harga BBM. Cendekiawan itu menggunkan alasan
ilmiah “hasil penelitian”, yang segera dibantah oleh penelitian lain sebagai
hasil yang keliru. Hal ini berarti bahwa 36 cendekiawan “Freedom Institute”
telah mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan ekonomi asing yang tak
henti-hentinya menguasai ekonomi Indonesia. Inilah kolonialisme dengan baju
baru, yang justru diwakili oleh cendekiawan bangsa. Cendekiawan ini telah
terasing dari bangsanya sendiri.
Kondisi ekonomi dan poliltik
sekarang khsusunya Asia dan Afrika dikuasai oleh paham “Corporatocracy”, paham
penguasaan dunia melalui kegiatan-kegiatan korporat (usaha-usaha korporat). Dr.
Ruslan Abdulgani Sekjen Konfrensi Asia Afrika (AA) waktu itu mempertanyakan peringatan
50 tahun Konfrensi AA, karena tidak terlalu banyak dapat berharap untuk
memperbarui dan meningkatkan solidaritas negara-negara AA. Oleh karena
kepentingan mereka sudah menjadi sangat berbeda-beda dan kekuatan negara
kapitalis neoliberal sangat kuat, sedang negara AA hampir semua terjebak utang
luar negeri yang “tidak dapat dilunasi”.
Tebitnya buku “Confessions of an
Economic Hit Man” (Penggakuan dosa seorang penembak ekonomi) yang ditulis John
Parkins, dalam isi buku tersebut “agar negara-negara kaya sumber daya alam
seperti Indonesdia diberi hutang sebanyak-banyaknya, sampai negara itu tidak
dapat membayar utangnya. Negara pertama yang dijerat ekonominya masuk “Global
empire” Amerika yaitu Indonesia, pada awal pemerintahan ORBA 1971. Bahaya neokolonialisme
ini tidak diwaspadai bahkan dianggap sebagai “penyelamat” ekonomi kita dari
kemiskinan.
Tanda-tanda neokolonialisme di
Indonesia amat jelas, muncul ketika ORBA runtuh diganti Orde Reformasi yang
berkembang tidak terkendali. Dalam konstitusi terlihat jelas ketika pasal 33
UUD 1945 diangap perlu untuk diganti karena berbau sosialisme, pada hal paham
ini telah bangkrut dengan kemenangan kolonialisme yang dipimpin Amerika. Asas
ekonomi kekluargaan yang jelas-jelas merupakan ideologl nasional diancam
digusur dengan menggantikan asas pasar. Meskipun MPR memutuskan mempertahankan
asas kekluargaan, namun kemudian Mahkamah Konstitusi telah berhasil mengobrak
abrik lagi UUD 1945 dengan Amandemennya dan bersemangat menghapus asas
kekluargaan.
Peringatan 50 tahun Konfrensi
Asia Afrika (KAA) sangat memilukan karena segala bahaya kolonialisme waktu itu
, dianggap musuh telah “berbaju baru”. Cendekiawan dan Pengusaha saat ini
mendukung paham neokolonialisme dan liberalisme, dengan keserakahannya yang
tidak berubah tanpa disadari intelektual kita tidak membantu menyejahterakan
rakyat kecil, tetapi justru menyengsarakannya (Mubyarto, Kedaulatan Rakyat, 20
April 2005: 1 dan 20).
Semangat baru dalam membrantas
neokolonialisme khusunya di bidang ekonomi dan perdagangan harus degelorakan
bagi peserta KAA meskipun mempunyai kepentingan berbeda, tetapi dengan semangat
untuk maju bersama dan membangunan “networking” yang kuat antar negara peserta
KAA.
Indonesia sebagai tuan rumah
dapat mengambil keuntungan atas berlangsung KAA tersebut dengan mengusung
agenda kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan yang saling menguntungkan
dengan negara maju dan peserta konfrensi. Komoditas-komoditas unggulan seperti
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), tembaga, aluminium, batubara, semen, kertas,
produkuk kimia, dan produk hewan dapat dijadikan unggulan untuk masuk dalam
perdagangan Asia dan Afrika. Di masa dapan ekspor komoditas tersebut seharusnya
berkembang tidak hanya pasar tradisional ekspor ke AS tetapi menyebar ke pasar
potensial seperti Malaysia, Thailand, Hongkong, dan Taiwan. Apalagi mulai tahun
ini untuk pasar AS, komoditas TPT dudah dihapuskan kuota perdagangannya,
sehingga komoditas TPT Indonesia jika hanya mengandalkan pasar AS akan semakin
berat untuk diaraih.
Kemandegan investasi
infrastruktur di Indonesia selama ini terjadi dan sangat mengganggu sektort
riil kita, akan dapat dipecahkan jika KAA dapat dijadikan sarana menjual
potensi investasi kepada negara investor misalnya Jepang, Arab Saudi, China.
Beberapa Sektor ekonomi khususnya untuk pelayanan publik yaitu energi dan
transpotasi dapat ditawarkan kepada negara-negara potensial lainnya dalam
pertemuan tersebut.
Pemerintah dapat mendorong peran
swasta lebih tinggi dengan mengajak mereka masuk dalam aktivitas KAA untuk
langsung melakukan negosiasi bisnis dengan beberapa negara Asia dan Afrika
poensial. Namun demikian pemerintah tidak hanya memberikan kesempatan kepada
perusahaan swasta besar, tetapi juga memberi kesempatan bagi Usaha Mikro Kecil
Mengah (UMKM). UMKM harus dirangkul dan dibantu untuk dapat menjual
produk-produknya ke negara-negara tersebut. Segmen pasar yang berbeda dan
saling melengkapi antara pedangan besar, menengah dan kecil akan menjadi
potensi perdagangan yang ada dapat dijalan semakin luas dan besar.
Pemerintah juga harus mulai
memperhatikan dan menghentikan proses deindustrialisasi yang muncul di negara
ini. Majunya perdangangan seharusnya dapat menjadi ujung tombak majunya
industri-industri unggulan, bukan sebaliknya. Melalui perdagangan yang maju
akan meningkatkan permintaan terhadap produk, yang akhirnya akan mendorong
peneingkatan volume produksi dan penyerapan tenaga kerja. Jangan sampai terjadi
perdagangan yang maju hanya memunculkan pedagang-pedagang sebagai penjual
produk import, sedang industri dalam negeri justru mati karena produkny kalah
bersaing dengan produk import tersebut.
Grand design penataan industri
Indonesia harus segera dipikirkan, dirumuskann dan diimplementasikan oleh
pemerintah untuk menyelamatkan industri kita. Indostri unggulan yang didukung
dari hulu ke hilir harus diprioritaskan agar kemandirian dan daya saing yang
kuat dapat tercipta. Melalui 50 tahun KAA tersebut, akses perjanjian kerjasama
antar negara Asia Afrika semakin terbuka dan dapat dimanfaatkan setiap negara
peserta untuk saling membangun network yang saling menguntungkan. Bagi
Indonesia yang lebih penting dari kesuksesan penyelenggaraan 50 th. KAA adalah
realisasi peningkatan ekonomi perdagangan setelah KAA berakhir harus dapat
dirasakan oleh semua Stake holder negara kita. Keberhasilan ini bukan hanya
untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok saja yang mengatasnamakan
wakil Indonesia (Nur Feriyanto, Kedaulatan Rakyat, 23 April 2005: 1 dan
20).
Ketahanan di bidang ekonomi dapat
ditingkatkan melalui pembangunan nasional yang berhasil, namun tidak dapat
dilupakan faktor-faktor non teknis dapat mempengaruhi, karena saling terkait
dan berhubungan, misalnya stabilitas ekonomi. Jadi faktor-faktor yang terkait
dengan faktor-faktor non teknis harus diperhatikan.
Dengan demikian ketahanan ekonomi
diharapkan mampu memelihara stabilitas ekomomi melalui keberhasilan
pembangunan, sehinga menghasilkan kemandirian perekonomian nasional dengan daya
saing yang tinggi.
4. Aspek Sosial Budaya
Ketahan sosial budaya diartikan
sebagai kondisi dinamik budaya bangsa yang berisi keuletan untuk mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG baik yang datang dari
dalam dan luar yang langsung dan tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup
sosial NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD l945.
Wujud ketahanan sosial budaya
tercermin dalam kondisi sosial budaya manusia yang dijiwai kepribadian nasional
berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kehidupan
sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, rukun bersatu, berkualitas, maju dan sejahtera, dalam
kehidupan selaras, serasi, seimbang serta kemampuan menangkal budaya asing yang
tidak sesuai budaya nasional. Esensi ketahan budaya adalah pengaturan dan
penyelenggaraan kehidupan sosial budaya, dengan demikian ketahanan budaya
merupakan pengembangan sosial budaya dimana setiap warga masyarakat dapat
mengembangkan kemampuan pribadi dengansegenap potensinya berdasarkan
nilai-nilai Pancasila (Sumarsono, 2000: 124). Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila akan diwujudkan sebagai aturan tuntutan sikap dan tingkah laku bangsa
dan akan memberikan landasan, semangat, jiwa secara khas yang merupakan ciri
pada elemen-elemen sosial budaya bangsa Indonesia.
Dalam negara berkembang, ada
fenomena perubahan sosial yang disebabkan adanya faktor-faktor fisik geografis,
bioleogis, teknologis dan kultural, terutama faktor teknologis kultural
memegang peranan penting untuk perubahan sosial.
Disadari atau tidak pengaruh
budaya luar pasti sulit ditolak, namun hal yang perlu diwaspadai adalah
pengaruh dampak negatif yang mungkin akan terjadi yang dapat membahayakan
kepribadian bangsa. Tidak menutup kemungkinan bahwa pihak luar sengaja
menyebarkan pengaruhnya melalui sarana teknologi kominikasi yang akan
menguntungkan bagi negaranya. Terhadap pengaruh semacam ini bangsa Indonesia
harus waspada dan memiliki daya tahan untuk menanggulanginya.
Dengan demikian persoalan yang
harus dipecahkan adalah bagaimana caranya mengarahkan perubahan sosial,
mengingat bahwa pengaruh kebudayaan asing tidak dapat dicegah sehingga tidak
merusak kehidupan masyarakat dan kepribadian bangsa Indonesia. Mengenai
perubahan sosial Lukman Sutrisno peranah menawarkan adanya Sosial Enggenering
yaitu konsep mesin sosial yang sangat berguna untuk meminimalisasi akibat
terjadinya perubahan sosial. Oleh karena perubahan sosial pasti terjadi seperti
akibat adanya globalisasi, pasar bebas, modernisasi, revolusi transpotasi,
revolusi komunikasi.
Dalam usaha meningkatkan
ketahanan sosial budaya perlu disosialisasikan pengembangan budaya lokal,
mengembangkan kehidupan beragama yang serasi, meningkatkan pendidikan
kepramukaan yang mencintai budaya nusantara, dan menolak budaya asing yang
bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa.
Mengenai budaya yang harus
dipertahanakan adalah menjaga harmoni dalam kehidupan sebagai nilai esensi manusia;
menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam, sesaman manusia (masyarakat),
Tuhan dan keseimbangan lahir, batin (fisik dn mental spiritual).
Faktor di atas bila dihubungkan
dengan ketahan budaya; pengaruh budaya luar yang negatif dapat membahayakan
kelangsungan hidup budaya nasional. Untuk mencegahnya diperlukan “filter”
dimana unsur-unsur tradisi bangsa, pendidikan nasional, kepribadian nasional,
memegang peranan penting dalam menepis ancaman tersebut.
Dalam pembangunan di bidang
ekonomi faktor non ekonomis dapat mempercepat pembangunan yang harus
dikembangkan. Menurut para ahli faktor non ekonomis itu mencakup: demografis,
struktur masyarakat, dan mental. Pembahasan sosial-budaya secara sempit, maka faktor
yang relevan adalah struktur masyarakat dan mental. Masyarakat Indonesia dapat
dibagi baik secara vertikal dan horisontal. Secara vertikal dapat menghasilkan
golongan sosial seperti golongan tani, buruh dan pegawai, sedang secara
horisontal disebut stratifikasi sosial yang menghasilkan lapisan bawah
(pedesaan), menengah dan tinggi. Pada masyarakat Eropa Barat ketika terjadi
“revolusi lndustri”, yang diawali dengan “revolusi hijau” peranan kelas
menengah sangat dominan untuk melakukan modernisasi sehingga menghasilkan
masyarakat Eropa yang maju.
Faktor mental bangsa sangat
mempengaruhi keberhasilan pembangunan. Menurut Koentjaraningrat, ciri mental
manusia Indonesia dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
- Ciri mental Asli (ciri mental
petani)
- Ciri mental yang berkembang
sejak zaman penjajahan ( cirri mental priyayi)
Menurut sarjana tersebut
mentalitas bangsa Indonesia belum memiliki mentalitas yang cocok untuk
pembangunan. Oleh karena itu tiga ciri mentalitas di atas harus ditinggalkan
dan diganti ciri mental baru yang dikemukakan oleh J. Tinbergen. Bangsa yang
ingin maju harus memiliki sifat-sifat:
1. Menaruh perhatian besar dan
menilai tinggi benda materi
2. Menilai tinggi tekonologi dan
berusaha untuk menguasainya
3. Berorientasi ke masa depan yang
lebih cerah
4. Berani mengambil resiko
5. Mempunyai jiwa yang tabah
dalam usaha
6. Mampu bekerjasama dengan
sesamanya secara berdisiplin dan bertanggung jawab.
Dengan memperhatikan kedua
sarjana tersebut, maka dapat disimpulkan jika bangsa Indonesia ingin maju maka
ciri mental yang lama harus ditinggalkan dan diganti dengan cirri mental yang
cocok namun tatap memiliki kepribadian bangsa (Lemhanas, 1988: 101).
Mengenai hakekat hidup ini
Koetjaraningrat berpendapat bahwa nilai yang paling cocok dalam pembangunan
adalah nilai yang memandang aktif terhadap hidup. Sedang mengenai hakekat karya
ada yang bertujuan bahwa karya untuk hidup, karya untuk mencapai kehidupan, dan
karya untuk menghasilkan karya lebih banyak lagi. Menurut Magnis Suseno (1978)
bangsa Indonesia telah memiliki etos kerja yang baik; kerja keras, efisien,
mengembangkan prestasi, rajin, rapi, sederhana, jujur, mengunakan rasio dalam
mengambil keputusan dan tindakan, bersedia melakukan perubahan, dapat melakukan
setiap kesempatan, bekerja mandiri, percaya pada kekuatan sendiri mau
bekerjasama yang saling menguntungkan. Namun etos kerja di atas hanya dimiliki
oleh kalangan elit saja. Kurang berkembangnya potensi yang sesuai dengan mental
pembangunan yang bermuara pada etos kerja itu dikarenakan perkejaan mereka
belum mendapatkan imbalan yang sepantasnya, kurangnya penghargaan dan
kesempatan untuk maju. Apabila manusia dihargai semestinya, mereka akan bekerja
dengan rajin, teliti, setia dan inovatif.
Dalam usaha mengadakan perombakan
mental bangsa, pendidikan memegang peran penting. Oleh karena fungsi pendidikan
bersifat mengubah secara tertib ke arah tujuan yang dikehendaki. Mendidik dalam
arti luas adalah mendewasakan manusia agar dapat berpartisipasi penuh dan
mengembangkan bakatnya menumbuhkan kehidupan sosial sesuai dengan tuntutan
jaman. Oleh karena itu diperlukan sistem pendidikan yang mempu membawa
masyarakat ketujuan nasionalnya.
Menurut Ahmad Syafii Maarif Guru
Besar Filsafat Sejarah UNY (2004), Pendidikan yang diperlukan bangsa Indonesia
adalah Peningkatan moralitas bangsa. Hal ini diungkapkan karena Indonesia
mengalami bencana krisis moral dalam bidang ekonomi yang mengancam kepentingan
hidup orang banyak. Krisis ini semakin dahsyat tidak hanya akibat depresi
ekonomi. Wabah korupsi yang sudah demikian kronis akan berakibat kehancuran dan
kebangkrutan negara. Dengan demikian harus sesegera mungkin mengingatkan dan
menyadarkan para pejabat dari budaya korup. Akibat dari krisis moral adalah
budaya rakus, mereka akan menggunakan dan menghalalkan segala cara untuk
mengikuti nafsu hewani, demi tujua yang diinginkan.
Dalam usaha untuk mengatasinya
budaya KKN diperlukan kesabaran yang tinggi, tanpa kesabaran tidak mungkin ada
penyembuhan. Kombinasi tiga unsure yaitu; Ilmu, amal dan sabar, hal inilah yang
dapat menghapus sifat manusia. Tugas untuk pencerahan dan pencerdasan moral
adalah tanggung jawab Depdikbud, Depag, elit politik, dan setipa WNI karena
pendidikan yang langsung ditatap, diserap, ditiru dan selanjutnya kita tidak
boleh menyerah pada kepengapan dan keboborokan (A Syafii Maarif, 2004:
3).
Pembaruan di bidang pendidikan di
dasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia
pembangunan yang ber-pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat
jasmani dan rohani. Dalam hal ini perlu dikembangkan sistem pendidikan yang
cocok untuk keperluan pembangunan; sistem pendidikan yang dimaksudkan harus
dapat menghasilkan tenaga pembangunan yang trampil, menguasai IPTEKS, sekaligus
memilki pandangan hidup berdasarkan Pancasila serta kuat jasmani dan
rohani.
Dalam era reformasi bangsa kita
kurang memperhatikan ketahanan di bidang sosial budaya, hal ini dapat dilihat
adanya penafsiran keliru terhadap kebebasan yang justru mengakibatkan konflik
berbau SARA yang dahulu dikritik oleh ORBA dan LSM.
Dalam ketahanan di bidang budaya
harus diingat bahwa demokrasi harus menyentuh seluruh sendi-sendi kehidupan
masyarakat, tidak hanya di bidang politik saja, melainkan bidang ekonomi,
budaya dan agama. Oleh karena itu sudah saatnya kalangan intelektual kampus
mengembangkan ketahanan nasional bukan hanya untuk kepentingan kekuasaan,
sekelompok penguasa, namun untuk kepentingan keamanan dan kesejahteraan seluruh
bangsa agar dapat hidup aman dan damai yang mengedepankan nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
5. Aspek Pertahanan dan
Keamanan
a. Pegertian
Ketahanan Pertahanan dan Keamanan
diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan pertahan dan keamanan bangsa
Indonesia berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG yang datang dari luar dan
dalam, yang langsung dan tidak langsung membahayakan identitas, integritas, dan
kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD l945.
Ujud ketahanan dibidang keamanan
tercermin dalam kondisi daya tangkal bangsa Indonesia yang dilandasi bela
negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas
pertahanan dan keamanan negara yang dinamis, mengamankan pembangunan dan
hasil-hasilnya serta kemampuan mempertahanankan kedaulatan negara dan menangkal
segala bentuk ancaman (Sumarsono, 2000: 125).
Dengan demikian ketahanan di
bidang keamanan adalah keuletan dan ketangguhan bangsa dalam mewujudkan
kesiapsiagaan serta upaya bela negara atau suatu perjuangan rakyat semesta;
dimana seluruh kekuatan IPOLEKSOSBUD-HANKAM disusun, dikerahkan secara
terpimpin, terintegrasi, terkoordinasi, untuk menjamin penyelenggaraan Sistem
Ketahanan Nasional, menjamin kesinambungan pembangunan nasional dan kelangsungan
NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD l945 yang ditandai dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1) Bangsa Indonesia cinta damai
tetapi lebih cinta kemerdekaan, merupakan pilihan terakhir untuk mempertahankan
NKRI dan integrasi nasional.
2) Pertahanan Keamanan dilandasi
landasan ideal Pancasila, landasan konstitusional UUD l945, landasan visional
Wawasan Nusantara. Pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban
bangsa Indonesia untuk mewujudkannya.
3) Pertahanan keamanan negara
merupakan upaya terpadu yang melibatkan segenap potensi dan kekuatan nasional.
Setiap WNI wajib ikut bela negara, dilakukan dengan kesadaran dan tanggungjawab
rela berkorban, mengabdi kepada bangsa-negara, pantang menyerah.Upaya
pertahanan dan keamanan negara yang melibatkan kekuatan nasional dirumuskan
dalam doktrin pertahanan dan keamanan NKRI.
4) Pertahanan dan keamanan
diselenggarakan dengan Sishankamnas (Sishankamrata). Hal ini bersifat total,
kerakyatan, kewilayahan. Pendayagunaan dalam mengelola Pertahanan dan Keamanan
dilakukan secara optimal, terkoordinasi untuk mewujudkan kekuatan dan kemampuan
pertahanan dan keamanan negara dalam keseimbangan, keserasian, antara
kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
5) Segenap kekuatan dan kemampuan
pertahanan dan keamanan rakyat semesta, diorganisasikan ke dalam TNI dan Polri.
Pembangunan APRI yang jati dirinya sebagai tentara rakyat, tentara pejuang,
tentara nasional. Perannya tetap diabdikan untuk kepentingan bangsa Indonesia
dan keutuhan NKRI (Sumarsono, 2000: 127).
b. Postur Kekuatan Pertahanan dan
Keamanan
Postur kekuatan Hankam mencakup
struktur kekuatan, tingkat kemampuan dan gelar kekuatan. Dalam membangun
kekuatan Hankam terdapat empat pendekatan yaitu pendekatan ancaman, misi,
kewilayahan dan politik. Pada konteks ini perlu ada pembagian tugas dan fungsi
yang jelas antara masalah keamanan dan pertahanan. Pertahanan diserahkan kepada
TNI, sedang keamanan dalam negeri diserahkan kepada POLRI. TNI dapat dilibatkan
untuk menangani masalah dalam negeri jika POLRI tidak mampu karena eskalasi
ancaman yang meningkat ke keadaan darurat.
Pembangunan kekuatan Hankam harus
mengacu kepada konsep Wawasan Nusantara, dimana Hankam diarahkan untuk seluruh
wilyah RI disamping kekuatan Hankm harus mampu mengatisipasi prediksi ancaman
dari luar sejalan dengan kemajuan IPTEK militer, yang menghasilkan daya gempur
jarak jauh. Hakekat ancaman, rumusan hakekat ancaman akan mempengaruhi
kebijakan dan stategi kekuatan Hankam. Kesalahan dalam merumuskan hakekat
ancaman akan mengakibatkan postur kekuatan tidak efektif dalam menghadapi
gejolak dalam negeri. Dalam merumuskan hakekat ancaman perlu pertimbangan
konstelasi geografi dan kemajuan IPTEK. Musuh (ancaman) yang datang dari luar
akan menggunakan sarana laut, udara, karena Indonesia merupakan negara
kepulauan. Oleh karena itu perlu adanya pembangunan Hankam secara proporsional
dan seimbang antara AD, AL, dan AU serta keamanan POLRI. Pesatnya kemajuan
IPTEK perlu diantisipasi dan diwaspadai serangan langsung lewat udara oleh
kekautan asing yang memiliki kepentingan terhadap Indonesia. Sebagai contoh
isu-isu yang akan dilakukan Australia akan membangun pangkalan peluncuran
satelit di Pulau Chrismas sebelah selatan Pulau Jawa yang berjarak kurang 500
km, hal ini merupakan serangan potensial untuk meluncurkn rudal jarak menenggah
menghancurkan kota Jakarta.
Gejolak Dalam Negeri
Dalam masa globalisasi saat ini
kondisi dalam negeri yang kacau dapat mengundang campur tngan asing. Intervensi
pihak asing dapat berdalih untuk menegakkan nilai-nilai HAM, demokratisasi,
Penegakaan Hukum, dan Lingkunggan Hidup, namun semuanya itu dilakukan untuk
kepentingan nasional mereka. Situasi kacau dapat terjadi jika unsur utama
kekuatan Hankam dan kompunen bangsa tidak mampu mengatasi permasalahan dalam negeri.
Oleh karena itu perlu diwaspadai hubungan antara kekuatan dalam negeri dan
kemungkinan intervensi asing (Sumarsono, 2000: 129).
Dalam era sekarang telah terjadi
pergeseran geopolitik ke arah geoekonomi, hal ini akan terjadi perubahan dalam
penerapan kebijaksanaan dan strategi negara dalam mewujudkan kepentingan
nasional. Penerapan secara baru dalam penerapan kebijakan akan meningkatkan
eskalasi konflik regional dan konflik dalam negeri yang akan mendorong
keterlibatan super power di dalamnya. Oleh karena itu perlu membangun postur
kekuatan Hankam yang memiliki profesionalisme untuk melaksanakan: 1) Kegiatan
intel strategis dalam semua aspek kehidupan nasional. 2) Melaksanakan
pertahanan udara, darat dan laut. 3) Memelihara dan menegakkan keamanan dalam
negeri, 4) Membina potensi kekuatan wilayah dalam semua aspek kehidupan untuk
meningkatkan TANNAS. 5) Memelihara stabilititas nasional menyeluruh dan
berlanjut.
Dalam usaha untuk melindungi diri
sendiri dari ancaman luar dan dalam dengan anggaran sangat terbatas maka perlu
dikembangkan kekuatan Hankam yang meliputi: 1) Perlawanan bersenjata terdiri
dari bala nyata merupakan kekuatan TNI yang selalu siap dan dibina sebagai
kekuatan cadangan dan bala potensial yang terdiri atas POLRI dan RATIH sebagai fungsi
WANRA. 2) Perlawanan tidak bersenjata yang terdiri dari RATIH dengan fungsi
TIBUM, LINRA, KAMRA, dan LINMAS. 3) Kompunen pendukung perlawanan bersenjata
dan tidak bersenjata sesuai dengan bidang potensinya dengan pemanfaatan semua
sumber daya nasional, sarana dan prasaran serta perlindungan masyarakat
terhadap dan bencana lainnya. Dengan demikianketahan Pertahanan dan keamnan
yang diinginkan adalah kondisi daya tangkal bangsa dilandasi kesadaran bela
negara oleh seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas
pertahanan dan ketahanan yang dinamis, mengamankan pembangunan dan
hasil-hasilnya, mengamankan kedaulatan negara, menangkal segala bentuk
ancaman.
Kapita Selekta Kemanan Dalam
Negeri
Kebijakan politik untuk
mengamankan wilayah perbatasan belum seperti diharapkan, hal ini terbutkti
banyak walayah yang tidak dirurus oleh Jakarta sehingga diklaim oleh negara
tentangga seperti diungkapkan oleh Siswono (2005: 4) “ Tahun-tahun ini kita dirisaukan
oleh berita tentang rapuhnya batas-batas wilayah NKRI. Setelah Pulau Pasir di
Wilayah Timor diakui milik Austsralia dan kita menerimanya, Sipadan dan Ligitan
diputuskan Mahkamah Internasional menjadi milik Malaysia, tapal batas di
Kalimantan digeser hingga 800 meter, pekerja pembuat Mercusuar di Ambalat
diintimidasi polisi perairan Malaysia. Lalu lintas batas yang bebas,
nelayan-nelayan asing yang mencuri ikan hinggga merapat ke pantai-pantai
Sumatra (pulau-pulau Rondo di Aceh dan Sekatung di Riau). Semua itu menunjukkan
betapa lemahnya negara kita dalam menjaga batas luar wilayah NKRI” (Kompas, 20
April 2005: 4).
Pada tahun 2002 terpampang di
surat kabar kapal ikan asing yang meledak terbakar ditembak oleh kapal kita.
Mengingat setiap hari ribuan kapal asing mencuri ikan di wilayah RI ada baiknya
jika setiap bulan 10 kapal pencuri ikan ditembak meriam kapal patroli AL, agar
jera. Jikalau yang terjadi penyelesaian damai di laut, maka pencurian ikan akan
semakin hebat, dan penghormatan bangsa dan negara lain akan merosot.
Potensi desharmoni dengan negara
tetangga adalah masalah perbatasan, tentu tidak nyaman jika diperbatasan selalu
tegang. Oleh karena itu perlu penegasan batas wilayah agar saling menghormati
wilayah masing-masing negara. Suasana yang harmonis adalah kebutuhan hidup
bertetanngga dengan bangsa lain.
Kondisi disepanjang perbatasan
Kalimantan dengan kehidupan seberang perbatasan yang lebih makmur dapat
mengurangi kebanggaan warga di perbatasan pada negara kita. Pulau-pulau di
Kepulauan Riau yang ekonominya lebih berorientasi ke Singapura dengan menerima
dolar Singapura sebagai alat pembayaran juga dapat merapuhkan rasa kebangsaan
Indonesia pada para penghuni pulau tersebut. Perekonomian di Pulau Mianggas dan
Pulau Marampit lebih berorientasi ke Filipina Selatan akan melemahkan semangat
kebangsaan warganya.
Pengelolaan wilayah perbatasan
perlu segera ditingkatkan dengan membentuk “Kementriaan Perbatasan” yang
mengelola kehidupan masyarakat perbatasan agar lebih makmur dan mendapat kemudahan
agar dapat mengakses ke daerah lain di wilayah NKRI. Wilyan NKRI perlu dijaga
dengan penegasan secara defakto dengan menghadirkan penguasa local seperti
lurah, camat seperti polisi dan tentara sebagai simbul kedaulatan negara.
Meskipun memiliki ribuan pulau tetapi tidak boleh meremehkan eksistensi salah
satu pulau atau perairan yang sekecil apapun pulau atau daratan, dan bila itu
wilayah NKRI perlu dipertahankan dengan jiwa dan raga seluruh bangsa ini.
Masalah keamanan dalam negeri
yang cukup pelik adalah menangani Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang tidak kunjung
selesai karena perbedaan pandangan seperti yang kami kutip dalam kalimat ini:
“Persoalan yang menjadi masalah adalah terminologi self government yang
berbeda. Bagi Bangsa Indonesia self government adalah otonomi khusus yang cukup
luas, tetapi bagi GAM adalah state. Stete yang dimaksudkan adalah provinsi
dengan kewenangan luas, termasuk lagu kebangsaan, bendera, memiliki kewenangan
pendidikan, pelabuhan, pariwisata, anggota DPR asal aceh yang memiliki veto
masalah Aceh” (Kompas, Minggu 17 April 2005).
Proposal ini cukup berat,
sehingga sejak awal Menkoinfo yang ikut aktif berunding menyatakan ada proposal
GAM yang langsung disetujui dan ada yang perlu dirubah dan ada yang tidak bisa
diterima karena menyentuh konstitusi negara. Babak pembicraan mengenai self
government inilah yang menjadi fokus pembicaraan maraton antara delegasi RI
dengan delagasi GAM di Helsinki. Belajar mengenai perundingan di antara dua
delegasi yang berunding memang harus bekerja keras, saling memperlihatkan good
faith dan mendekatkan proposal masing-masing agar mendapatkan titik temu,
sehingga tercipta perdamaian abadi di bumi Aceh.
Kasus Ambalat; Bermula dengan
lepasnya Timor Timur 1999, kemudian kekalahan diplomasi kita di Mahkamah
Internasional dengan kasus Sipadan dan Ligitan , 2002 sehingga kedua pulau
tersebut menjadi miliki Malaysia. Lepasnya kedua pulau Sipadan dan Ligitan
dengan waktu reltif singkat membuat rakyat Indonesia menjadi trauma akan
lepasnya blok Ambalat yang kaya minyak ke tangan Malaysia. (Kompas, Kontruksi
bangunan teritorial kita silihat dari kepentingan nasional begitu rapauh dalam
beberapa tahun terakhir ini. Sengketa dua blok wilayah Malaysia dan Indonesia
kembali memanas. Masing-masing mengklaim sebagai wilayah mereka. Malaysia
memberi nama Wilayah ND6 dan ND7 dan Indonesia memberi nama blok Ambalat dan
Ambalat Timur (Rusman Ghazali, Kompas, 28 April 2005; 4).
Menurut Prof. Azmi Hasan, ahli
strategi politik Malaysia, bantahan Indonesia sudah diatisipasi bahkan
pemerintah Malaysia sudah menyiapkan segala bantahan sengketa Ambalat.
Pemerintahan Malaysia tidak meragukan lagi kesahihan kepemilikan atas klaim ND6
dan ND7 sebagai bagian meilikinya atas dasar peta pantas benua 1979. Malaysia
melakukan bantahan atas konsesei ekplorasi minyak yang diberikan kepada
perusahaan ENI dan Unicoal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Bukan
hanya itu, dalam tulisannya Prof. Azmi membuat kalkulasi atas kekuatan militer
Indonesia jika harus berhadapan dengan kekuatan militer Malaysia. Bahwa TNI
tidak berada dalam keadaan optimal akibat embargo militer AS sejak beberapa
tahun yang lalu. Sebagai contoh hanya 40% Jet tempur yang dimiliki TNI AU dapat
digunakan, karena ketiadaan suku cadang untuk mengoperasikan kekuatan secara
penuh. Jet Sukoiw yang dimiliki Indonesia hanya mempunyai kemampuam radar,
tanpa dibantu kelengkapan persenjataan yang lebih canggih lainnya. Pendek kata
bahwa dalam sengketa ini kekuatan militer TNI juga telah diperhitungkan
kekuatannya oleh para ahli strategi di Malaysia sebagai refrensi pemerintah
Malaysia dalam menentukan sikap terhadap sengketa di wilayah Ambalat (Rusman
Gazali, 2005: 4).
Keberhasilan Ketahanan Nasional
Kondisi kehidupan nasional
merupakan pencerminan Ketahanan nasional yang mencakup aspek ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga ketahanan nasional
adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa, dan bernegara dalam wadah NKRI yang dilandasi Pancasila, UUD
l945, dan landasan visional Wawasan Nusantara. Dalam mewujudkan ketahanan
nasional diperlukan kesadaran setiap warga Indonesia yaitu:
1) Memiliki semangat perjuangan
non fisik berupa keuletan dan ketangguhan yang tidak mengenal menyerah yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam rangka menghadapi segala ATHG
baik yang datang dari luar dan dalam untuk menjamin identitas, integritas,
kelangsungagn hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan
nasional.
2) Sadar dan peduli terhadap
pengaruh yang timbul pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
Hankam, sehingga setiap WNI baik individu maupun kelompok dapat mengeliminir
pengaruh tersebut. Oleh karena bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta
kemerdekaan. Hal tersebut tercermin dalam kesadaran bela negara dan cinta tanah
air.
Apabila setiap WNI memiliki
semangat juang, sadar dan peduli terhadap pemngaruh yang timbul dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara serta mengeliminir pengaruh-pengaruh tersebut
maka akan tercermin keberhasilan Ketahanan Nasional Indonesia. Untuk mewujudkan
Ketahanan Nasional diperlukan suatu kebijakan umum dan pengambil kebijakan yang
disebut Polstranas (Sumarsono, 2000: 133)
Kedudukan Dan Fungsi Konsepsi
Ketahanan Nasional
l. Kedudukan Ketahanan Nasional
Konsepsi Ketahanan Nasional
merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia
serta merupakan cara terbaik yang perlu diimplementasikan dalam kehidupan
nasional yang ingin diwujudkan. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
merupakan landasan konseptual yang didasari oleh Pancasila dan UUD l945 sebagai
landasan ideal dan konstitusional.
2. Fungsi Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional berdasarkan
tuntutan penggunaannya berfungsi sebagai Doktrin Dasar Nasional atau sebagai
Metode Pembinaan Kehidupan Nasional dan sebagai pola dasar Pembangunan Nasional
antara lain:
a) Konsepsi Ketahan Nasional
dalam fungsi sebagai doktrin dasar nasional perlu dipahami untuk memimpin tetap
terjadinya pola pikir, pola sikap pola tindak dan pola kerja dalam menyatukan
langkah bangsa, baik yang bersifat inter regional (wilayah) inter sektoral
maupun multi disiplin. Konsep doktriner ini diperlukan supaya tidak ada cara berpikir
yang terkotak-kotak. Salah satu alasan yang lain adalah apabila terjadi
penyimpangan maka akan terjadi pemborosan waktu, tenaga dan sarana yang
berpotensi menjadi hambatan. Hal ini apabila dibiarkan akan dapat menyebabkan
penyimpngan dalam mencapai tujuan nasional.
b) Konsepsi Ketahanan Nasional
dalam fungsi sebagai pola dasar pembangunan, pada hakekatnya merupakan arah dan
pedoman dalam pelaksanaan Pembangunan Nasional di segala bidang secara terpadu
dan dilakukan sesuai rencana program.
c) Konsepsi Ketahan Nasional
dalam fungsi sebagai metode pembinaan kehidupan nasional pada hakekatnya
merupakan suatu mertode integral yang mencakup seluruh aspek yang terdiri dari
aspek alamiah (Sikaya Mampu) dan aspek sosial (IPOLEKSOSBUD-HANKAM) (Endang
Zelani Sukaya, 2000: 74-75)
Hakekat Ketahanan Nasional
Pada hakekatnya Ketahanan
Nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin
kelangsungan hidupnya. Penyelenggaraan Ketahanan Nasional dilakukan melalui
pendekatan keamanan dan kesejahteraan;
1. Kesejahteraan digunakan untuk
mewujudkan Ketahanan yang berbentuk kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai nasionalnya menjadi kemakmuran yang adil dan merata,
baik rohaniah dan jasmaniah.
2. Keamanan adalah kemampuan
dalam melindungi keberadaan bangsa, serta melindungi nilai-nilai luhur bangsa
terhadap segala ancaman dari dalam maupun dari luar.
3. Kedua Pendekatan keamanan dan
kesejateraan telah digunakan bersama-sama. Pendekatan mana yang ditekankan
tergantung pada kondisi dan situasi nasional dan internasional. Penyelenggaraan
kesejahteraan memerlukan tingkat keamanan tertentu, demikian juga sebaliknya.
Dengan demikian evaluasi penyelenggaraan Ketahanan Nasional sekaligus
memberikan gambaran tentang tingkat kesejahteraan dan keamanan suatu
bangsa.
4. Konsep Ketahanan dikembangkan
berdasarkan konsep Wawasan Nusantara sehingga konsep Ketahanan Nasional dapat
dipahami dengan baik apabila telah memhami Wawasan Nusantara. Dengan memiliki
konsep Ketahanan Nasional, maka keluaran yang hendak dicapai adalah:
a) Dari segi ideologi mampu
menetralisir pengaruh ideologi yang datang dari luar.
b) Dari segi politik mampu
memjabarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD l945, sehingga mewujudkan sistem
politik yang mampu menetralisir pengaruh negatif dari pengaruh lingkungan
strategis yang dihadapi.
c) Dari segi ekonomi mampu
mewujudkan segi ekonomi yang tidak mudah goyah oleh perkembangan-perkembangan
lingkungan strategis yang dihadapi.
d) Dari segi sosial budaya, mampu
mewujudkan sosial budaya yang tidak mudah terpengaruh budaya negatif yang
datang dari luar.
e) Dari segi Pertahanan, keamanan
mampu mewujudkan kekuatan pangkal dan penyangga, sehingga mampu mecegah
keinginan pihak lain yang secara fisik berusasha menggganggu integrasi nasional
bangsa Indonesia.
f) Dengan demikian diharapkan
kekuatan nasional mampu melakukan tindakan-tindakan represip terhadap
gangguan-gangguan yang terjadi.
No comments:
Post a Comment