Tuesday, April 11, 2017

Teori - KONSTRUKTIVISME: SISTEM INTERNASIONAL HASIL KONSTRUKSI MANUSIA


 Konstruktivisme merupakan salah satu teori alternatif dalam hubungan internasional. Konstruktivisme muncul ketika tidak ada sudut pandang yang mampu menjelaskan keadaan suatu fenomena. Ketika perang dingin terjadi, tidak ada satu pun sudut pandang yang mampu menjelaskan bagaimana perang yang melibatkan dua negara super power ini dapat berakhir tanpa perang nuklir. Teori alternatif pun tidak mampu menjelaskan hal tersebut. Realisme misalnya, dengan tonggaknya yaitu kekuatan, tidak mampu menjelaskan mengapa perang dingin dapat berakhir. Begitu pula dengan sudut pandang liberalisme, dan yang lainnya. Dari situasi itulah muncul konstruktivisme yang merupakan pendekatan atau sudut pandang yang dapat memecahkan misteri berakhirnya perang dingin. Dalam hubungan internasional, terdapat beberapa tokoh dalam konstruktivisme. Mereka antara lain ialah Friedrich Kratochwill (1989), Nicholas Onuf (1989), Alexander Wendt (1992), dan John Ruggie (1998) (Jackson dan Sorensen, 2009:307).
             Para konstruktivis beranggapan bahwa dunia merupakan sesuatu yang intersubjektif yaitu bahwasanya dunia ini menjadi bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya, menciptakannya, dan memahaminya sebagai dunia mereka (Jackson dan Sorensen 2009, 307). Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa mereka-kaum konstruktivis, mempercayai bahwa ada keterlibatan dari pemikiran dan pengetahuan sehingga melahirkan dunia sosial. Selain itu, dalam konstruktivisme terdapat suatu pandangan bahwa sistem internasional merupakan satu “karya” atau konstruksi manusia, begitu pula dengan hubungan internasional. Alexander Wendt (1992) dalam Jackson dan Sorensen memaparkan bahwa bahwa “anarki adalah apa yang dibuat negara darinya.”. Negara-negara dalam hubungannya dengan negara lain membangun anarki internasional yang kemudian dapat menegaskan hubungan mereka (Jackson dan Sorensen 2009, 309).
            Tiap-tiap negara memiliki identitas yang mencirikan karakter mereka, seperti contohnya Amerika yang lebih khawatir akan ancaman lima nuklir dari Korea Utara dibandingkan dengan lima ratus nuklir dari Inggris. Hal tersebut terjadi karena menurut Amerika Serikat, Inggris merupakan kawan seperjuangan sedangkan Korea Utara merupakan lawan atau musuh mereka sehingga dibandingkan dengan lima ratus nuklir dari kawan, lima nuklir dari lawan terasa lebih mengancam. Dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa masalah keamanan negara dibangun dari konstruksi antara aktor sehingga dalam contoh diatas, masalah yang muncul bukan disebabkan dari nuklir itu sendiri melainkan dari hubungan yang terjalin antar aktor. Sudut pandang konstruktivisme memandang bahwa sistem internasional yang terjalin di dunia ini merupakan sesuatu yang dibuat, sesuatu hasil interaksi dan konstruksi manusia dan bukannya sesuatu yang sudah ada.
            Dalam tiap sudut pandang pasti terdapat kritik yang menyertainya. John Mearsheimer (dalam Jackson dan Sorensen 2009) mewakili kaum positivis, memberikan penolakan atas pernyataan kaum konstruktivis mengenai anarki merupakan hasil konstruksi manusia. Sementara itu, Steve Smith (dalam Jackson dan Sorensen 2009) mewakili kaum postpositivis, berpendapat bahwa konstruktivisme masih agak tradisional dan hanya memandang segala sesuatu dalam pembahasannya dari sudut pandang interaksi manusia, tidak ada tempat bagi struktur seperti kapitalisme dan patriarki. Akan tetapi, konstruktivisme menegaskan bahwa dalam konstruksi yang dibuat manusia di sistem internasional masih terdapat struktur material yang juga bereperan penting dalam sistem internasional. Sehingga sudut pandang konstruktivisme tidak semata-mata hanya dari konstruksi manusia melainkan juga terdapat struktur material di dalamnya.

REFERENSI
Jackson, Robert dan Georg Sorensen. 2009. “Masyarakat Internasional”, dalaPengantar Studi Hubungan Internasional. (diterjemahkan oleh: Dadan Suryadipura). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


No comments:

Post a Comment