Tuesday, April 11, 2017

Pancasila dalam Kehidupan Bernegara

Pancasila dalam Kehidupan Bernegara
            Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia yang kelima silanya mencerminkan ideologi bangsa Indonesia. Selain itu, pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sejak mengenyam pedidikan dasar, siswa-siswi di Indonesia telah diperkenalkan dengan ideologi bangsa ini, bahkan setiap paginya siswa-siswi secara bergiliran memempin teman-temannya yang lain untuk melafalkan kelima sila pancasila. Hal ini dimaksudkan untuk mengenalkan pancasila sedini mungkin. Bulir-bulir yang terkandung dalam tiap sila pada pancasila sejatinya mengandung pencitraan dari bangsa Indonesia itu sendiri.
            Pancasila muncul didasari atas ide dari bapak proklamator kita, Ir. Soekarno. Sebelumnya lahirnya pancasila, terdapat sebuah panitia yang disebut panitia sembilan yang bertanggung jawab untuk merumuskan dasar negara. Rumusan yang berhasil disusun oleh panitia sembilan disebut sebagai Piagam Jakarta. Dalam Piagam Jakarta, lima sila yang terdapat didalamnya dirasakan ada hal yang kurang pas dengan kondisi Indonesia. Sila pertama berbunya “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dirasa kurang pas untuk negara Indonesia yang memiliki keaneka ragaman, salah satunya dalam aspek agama. Mayoritas agama di Indonesia memang Islam, namun agama lain yang minoritas dirasa akan disihkan dengan bunyi sila pertama yang seperti itu sehingga pada akhirnya sila pertama diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila tersebut juga menyiratkan bahwa bangsa Indonesia, walaupun memiliki keanekaragaman agama, merupakan bangsa yang beragama dan mempercayai adanya Tuhan.
            Eksistensi pancasila juga mengalami cobaan dan tantangan pada masa perkembangannya, salah satunya adalah pada saat percobaan demokrasi di Indonesia. Pancasila dihadapkan pada tantangan saat tokoh-tokoh Islam nasionalis ingin mengubah sila pertama dari pancasila menjadi sila yang sebelumnya dirumuskan oleh panitia sembilan di Piagam Jakarta. Konflik ini akhirnya dibawa ke sidang konstituante agar dapat menemui titik terang dan kesepakatan mengenai dasar negara Indonesia, terutama mengenai sila pertamanya yang diperdebatkan. Setelah melalui tiga kali sidang, kelompok Islam nasionalis terbukti tidak dapat mempertahankan serta mempertanggung jawabkan argumennya dengan baik dan tegas sehingga mereka pun mengalami kekalahan dan kemenangan pun diraih oleh orang-orang yang menginginkan negara yang netral terhadap agama (Somantri, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa pancasila sudah cocok dengan Indonesia yang pluralisme. Dari perdebatan mengenai sila pertama, dapat dilihat bagaimana pendahulu kita berusaha menyusun pancasila dengan sedemikian rupa dan detail agar sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” juga merupakan nilai yang diharapkan dapat menyatukan Indonesia yang beragam, hal ini menunjukkan bahwa dalam diri Indonesia terdapat sifat nasionalisme yang walaupun dengan beratus-ratus suku, adat, dan budaya, tetap dapat disatukan melalui sila ketiga.
            Pada tahun 1965, pancasila kembali memperoleh cobaan yang lebih berat daripada sebelumnya. Apabila tantangan sebelumnya adalah mengubah ideologi Pancasila agar lebih menjurus ke agama Islam, kali ini ideologi kita berusaha diruntuhkan dan diganti dengan ideologi komunis. Pada masa itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) membuat Presiden Soekarno menerapkan sistem demokrasi terpimpin pada masa pemerintahannya. Hal tersebut dilakukan karena pancasila dirasa kurang untuk menjalankan sistem politiknya. Di masa pemerintahan Presiden Soeharto, pancasila juga disalah gunakan karena pada masa itu pancasila digunakan sebagai ideologi yang saklek atau kaku sehingga pancasila menjadi jauh dari pemaknaan yang telah diperjuangkan.
            Sesungguhnya pancasila merupakan inti dan cerminan dari bangsa Indonesia.  Pancasila digunakan sebagai pedoman untuk hidup berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai luhur dalam tiap silanya merupakan hasil dari pemikiran yang didasarkan oleh kondisi dan kepribadian Indonesia yang beragam namun menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan layaknya semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Hendaknya pancasila difungsikan sebagai identitas kepribadian bangsa Indonesia dan sebagai pedoman untuk hidup berbangsa dan bernegara sehingga bangsa ini dapat rukun dan bersatu dalam keanekaragaman.

REFERENSI
            Soekarno, Ir. 2007. “Lahirnya Pancasila: Pidato di Hadapan Sidang BPUPKI 1 Juni 1945”, dalam Revolusi Indonesia: Nasionalisme, Marhaen, dan Pancasila. Yogyakarta: Galang Press, pp 27-55.
            Van Der Kroef, Justus M. 1954. “Pantjasila the National Ideology of the New Indonesia” dalam Philosophy East and West, Vol. 4 No. 3, pp. 225-251
            Prawiranegara, Sjafruddin. 1984. “Pancasila as the Solely Foundation”, dalam Indonesia, Vol. 38, pp. 74-83
            Mulder, Niehls. 2005. “Pancasila Philosophy Society”, dalam Mystic in Jawa: Ideology in Idonesia. Yogyakarta: Kanisius, pp. 124-132.
            Somantri, Gumilar Rusliwa. 2006. “Pancasila dalam Perubahan Sosial-Politik Indonesia Modern”, dalam Restorasi Pancasila: Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas. Jakarta: Brighten Press, pp. 1-32.


No comments:

Post a Comment