Perkembangan
Ideologi Bangsa
Pada masa lalu, Indonesia belum sestabil sekarang.
Banyak guncangan yang dialami oleh bangsa Indonesia di masa lalu. Terdapat
beberapa faktor yang meyebabkan Indonesia menjadi tidak stabil pada masa itu,
salah satunya adalah muculnya beberapa ideologi yang digagaskan oleh beberapa
kelompok yang memiliki kepentingan pribadi mengenai bentuk Indonesia di masa
mendatang. Pada saat itu, terdapat 3 ideologi yang berkembang di Indonesia,
antara lain nasionalisme, komunisme atau marxisme, dan islamisme. Masing-masing
ideologi tersebut memiliki perwakilan untuk merepresentasikan keberadaan
mereka. Partai Nasional Indonesia (PNI) merupakan perwakilan dari nasionalisme,
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan perwakilan dari komunisme atau
marxisme, dan Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU) merupakan perwakilan dari
islamisme. Meskipun perwakilan dari tiap ideologi ini berbeda jalur, akan
tetapi ketika demokrasi terpimpin mereka berkoalisi hingga akhirnya membentuk
sebuah partai yang kemudian dikenal sebagai NASAKOM (nasionalis, agama,
komunis).
Gagasan nasionalis lahir dari pemikiran gologan
terpelajar dan kaum cendekiawan yang berpikir kritis mengenai persatuan bangsa
Indonesia. Hingga pada tahun 19200-an, golongan terpelajar dan kaum cendekiawan
mulai angkat bicara tentang kemerdekaan Indoensia (Feith, 1970). Dari pemikiran
mengenai kemerdekaan Indonesia itulah akhirnya muncul pemikiran untuk
mempersatukan bangsa Indonesia dan bagaimana cara mempersatukannya. Pemikiran
inilah yang mendorong munculnya pergerakan nasional yang diharapkan mampu
menyatukan bangsa Indonesia melalui rasa nasionalisme dan menyingkirkan sikap
kedaerahan sehingga Indonesia dapat bersatu seutuhnya. Di lain pihak, munculnya
komunis dan islamis dilatarbelakangi oleh golongan tertentu yang mengingankan perubahan
ideologi bangsa. Mereka menginginkan agar bentuk negara Indonesia berubah
menjadi negara komunis atau negara islam.
Keempat partai yang berbeda aliran ini kemudian
bersaing, dan akhirnya terjadilah persaingan yang cukup sengit diantara
ketiganya. Ketika pemilihan umum, keempat partai ini lah yang mendominasi
jalannya pemilihan. Keempat partai tersebut antara lain adalah PNI, Masyumi,
PKI, dan NU. Walaupun satu aliran islamisme, akan tetapi NU dan Masyumi
sangatlah berbeda karena NU lebih bersifat tradisional dibandingkan dengan
Mayumi. Persaingan yang sengit diantara keempat partai pada akhirnya
mengakibatkan pemberontakan yang memakan banyak korban, pemberontakan ini
disebut G 30 SPKI yang didalangi oleh PKI. Namun, walaupun PKI menjadi otak dari
suatu pemberontakan, mereka justru memiliki peranan penting dan cukup berjaya
dibandingan ketiga partai yang menjadi saingannya pada saat itu. Selain tiga
ideologi yang berusaha menjadi “nomor satu” di Indonesia, terdapat dua
pemikiran lain dalam pemikiran politik Indonesia sehingga Herbert Feith (1970)
membedakannya menjadi lima aliran. Kelima aliran tersebut antara lain
nasionalisme radikal, tradisionalisme jawa, islam, demokratis, dan komunisme.
Dalam lima aliran yang dirumuskan oleh Herbert Feith (1970), PKI ditempatkan
pada urutan pertama karena kuatnya kesan golongan komunisme dibandingkan
degan golongan-golongan dari partai saingannya. Kemudian, tempat kedua diduduki
oleh sosialisme demokratis yang gagasannya dianggap kurang “menarik perhatian”
masa. Akan tetapi, sosialisme demokratis berhasil mempengaruhi pemimpin di
partai besar seperti PNI.
Seperti yang telah ditulis sebelumnya, NU dan
Masyumi memiliki perbedaan sehingga dalam hal ini islam dibagi menjadi dua
kelompok yaitu Masyumi dan NU. Masyumi merupakan partai atau kelompok yang
lebih bersifat reformis yang aktif dalam berpolitik, sedangkan NU merupakan
aliran yang bersifat konservatif dan seperti yang telah ditulis di paragraf
awal, NU lebih tradisional. Kemudian, tradisionalisme jawa yang dianggap
sebagai sesuatu yang kontroversial karena sedikit banyak mempengaruhi beberapa
periode dengan ide-idenya. Sementara itu, PNI memiliki porsi terbesar
dikalangan perpolitikan di Indonesia. Berbagai macam ideologi yang muncul di
Indonesia sejatinya telah mewarnai dan memberikan pandangan lain akan
ideologi-ideologi yang telah ada. Dari ideologi-ideologi tersebut, kita pada
akhirnya juga akan mengetahui ideologi apa yang tepat untuk bangsa Indonesia.
REFERENSI
Feith, Herbert dan L. Castles. Ed. 1988. “Pegantar”,
dalam Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, Jakarta: LP3ES, pp. xii-ixvii
Ir. Soekarno. 1964. "Nasionalisme, Islamisme
dan Marxisme", dalam Dibawah Bendera Revolusi, Jakarta:
Departemen Penerangan , pp. 1-23.
No comments:
Post a Comment