Pada
tingkatan yang sangat umum, Power adalah kemampuan mempengaruhi perilaku
seseorang sesuai yang diinginkan orang tersebut. Ada beberapa cara dalam
mempengaruhi perilaku subjek lain:
- Memaksa dengan Ancaman
- Membujuknya dengan bayaran
- Membuatnya tertarik atau
bekerjasama dengan mereka
Hard
power, sebagai lawan kontras dari Soft Power merupakan cara mempengaruh
tindakan yang lain sesuai dengan keinginan yang menginginkannya dengan cara
memaksa atau kekerasan. Kekerasan akan menimbulkan kekerasan yang lain sehingga
hal ini akan menimbulkan konflik yang tak berujung. Untuk itulah dibutuhkan
pendekatan lain terhadap kepentingan ini. Agar kedua pihak tidak ada yang
merasa dirugikan, yakni Soft Power.
“Power”,
Menururt Josep S. Nye, adalah “kemampuan dalam mempengaruhi perilaku yang
lain”. Soft Power adalah kemampuan dalam menjadi “menarik”, sehingga bisa
bekerjasama dengan yang lain. Sumber Daya utama dari Soft Power adalah
kebijakan luar negeri, budaya dan nilai atau norma-norma. Soft Power
mempengaruhi sesorang secara tidak langsung tanpa disadari oleh subjek
tersebut. Perdana menteri India, Mnmohan Singh berkomentar: “Pengaruh India
telah melintasi asia melalui budaya, bahasa, agama, emikiran dan nilai-nilai,
bukan melalui pertumpahan darah”. Hal ini sudah menunjukan bahwa Soft-Power
sangat selaras dengan pemikiran Studi Hubungan Internasional, yakni interkasi
global yang tetap mengutamakan perdamaian sekalipun terdapat
kepentingan-kepentingan yang berbeda.
Penyebaran
Hinduism dan Budhism ke Asia Tenggara merupakan investasi emas India melalui Soft
Power yang sudah terjadi pada abad pertama. Sekarang, seolah merupakan momentum
bagi India untuk memanen keuntungan dari hal tersebut.
Seorang
eksekutif yang cerdas mengetahui bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang
bagaimana memerintah orang lain, tetapi juga memimpin dengan memberi contoh dan
membuat orang lain tertarik untuk melakukannya.
Dengan
mengkaji Soft Power Diplomasi Budaya ini, kita bisa mengetahui dan lebih
menyadari pentingnya langkah pendekatan ini untuk dilakukan. Hubungan
Internasional mengkaji hubungan antar negara dan sebisa mungkin menhindari
terjadinya konflik, atau bahkan perang. Padahal, diantara negara-negara tersebut
terdapat kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan negara lainnya. Yang mau
tidak mau, ia harus melakukan interaksi dengan negara tersebut untuk mencapai
keinginan dan kebutuhannya. Menurut perspektif Realis, Negara kuat bisa
melakukan apa yang mereka pantas lakukan terhadap negara lemah. Namun hal ini
tentu akan sangat rawan menimbukan konflik. Itulah yang berusaha dihindari oleh
Studi Hubungan Internasional dan seluruh masyarakat dunia.
Tidak
semua “Hard Power” segera mendatangkan apa yang dibutuhkan. Kadangkala Hard
power yang tidak mampu membuat lawannya menururti apa yang diinginkan malah
akan memperpanjang proses dalam mencapai kepentingan tersebut.
Untuk
itulah sekarang ini lebih gencar dipeomosikan diplomasi melalui budaya, ini
merupakan salah satu interaksi dengan menggunakan Soft Power. Seperti apa yang
dikatakan Perdana Menteri India, bahwa negaranya telah mempengaruhi asia
bahkan dunia melalui budayanya. Masyarakat dunia melihat budaya India, dari
berbagai fil nya yang melintasi batas negara. Atau seperti Jepang dengan
Kimono, bahasa bahkan manga (komik jepang) yang bahkan melahirkan “Otaku”,
yakni sebutan bagi orang-orang yang sangat ambisius dan tergila-gila dengan
budaya dan kebiasaan jepang.
Ketika
seseorang mengagumi bahkan tergila-gila dengan suatu budaya, ia bukan hanya
akan mencari tahu tentangnya, tapi bahkan akan menyebarluaskannya, sehingga
dikenal menjadi mode tersendiri bagi mereka. Budaya yang masuk akan dengan
mudah mempengaruhi orang yang terobsesi tersebut.
Dr.
Musni Umar, salah seorang anggota forum Eminet Person Group (EPG) mengatakan
pentingnya pendekatan Soft-power setidaknya dilandasi lima alasan.
- Pendekatan kekerasan (Hard Power)
tidak pernah bisa menyelesaikan suatu masalah, bahkan kekerasan cenderung
memicu terjadinya kekerasan lain.
- Pendekatan Soft-Power lebih mudah
dilakukan karena tidak ada yang tersinggung, dan tidak ada yang merasa
disakiti dan merasa dikalahkan.
- Pendekatan Soft-power akan
melahirkan persaudaraan sejati, yang sama-sama menenggang perasaan dan
tidak saling menyakiti.
- Pasti memberi manfaat yang lebih
besar daripada pendekatan Hard Power.
- Pendekatan Hard Power sebagai lawan
daripada pendekatan Soft Power, dapat memberi pelajaran pada kedua
bangsa, bahwa tidak ada yang untung kalau terjadi konfrontasi.
Soft
Power telah menjadi salahs atu kuci dalam kepemimpinan. Kemampuan untuk membuat
orang lain tertarik dan melakukan sesuai dengan apa yang kita inginkan tanpa
harus secara langsung memintanya, subjek tersebut akan melakukannya kendati itu
bukan keinginannya dan ia sesungguhnya tidak ingin lmelakukan hal yang demikian
itu.
Selama
ini baik presiden maupun Menlu sering mengatakan bahwa kita memiliki beberapa
asset yang bisa dipergunakan atau dimanfaatkan sebagai element dar Soft Power
Indonesia. Yang pertama adalah Demokrasi, Kedua, Islam Moderat dan Ketiga,
tingkat Pluralistik Indonesia yang sangat tinggi yang oleh karenanya di saat
yang bersamaan dapat menonjolkan the Ideology Of Tolerans.
Prosedur
Demokrasi kita dianggap sebagai yang terbaik ketiga di dunia, walaupun belum
melaksanakan Demokrasi sesuai nilai-nilai yang semestinya. Namun ini tetap
menjadi panutan bagi negara lain untuk menjalankan pemerintahanDemokrasi yang
lebih baik lagi.
Indonesia,
melalui kementrian luar negeri dan institusi pendidikan telah melakukan
beberapa langkah dalam melakukan diplomasi budaya tersebut. Seperti yang
pernah dikabarkan dalam Tabloid Diplomasi tahun 2009, “Duta Belia” melakukan
Diplomasi Angklung. Universitas Padjadjaran, misalnya, pernah mengirimkan
perwakilannya untuk membawakan tarian kebudayaan melalui kunjungan keluar
negeri. Tiap-tiap kedutaan besar di luar negeri bahkan mengadakan kegiatan
tahunan untuk melancarkan “serangan budaya” ini. Seperti yang dilaksanakan di
belanda. Mereka, kedutaan besar RI untuk Belanda, mengadakan kegiatan “Pasar
Malam” yang merupakan kebiasaan dari masyarakat Indonesia, juga tentunya
pameran-pameran kebudayaan di luar negeri. Yang memperlihatkan tarian-tarian
daerah serta hasil-hasil karya seni dari masing-masing daerah yang bahkan
menjadi Ikon diluar negeri, seperti keris dan batik misalnya.
Pernah
satu ketika saya menyaksikan sebuah tayangan dari MTV, yang memperlihatkan pahatan
asli dari indonesia. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh Indonesia telah sampai
jauh ke belahan dunia lain sana. Hasil hasil karya seni buatan tradisional
tersebut mungkin tidak sejelas pengaruh jepang terhadap “Otaku” nya, namun hal
ini merupakan proses panjang dimana Indonesia sendiri memiliki berbagai ragam
kebudayaan dan seni yang bisa dianggap sebagai “amunisi” negara dalam berperang
kebudayaan.
Bukan
hanya dikalangan akademis Universitas, bahkan di tingkat SMP dan SMA sudah ada
putra putri bangsa yang dikirim untuk membawakan tarian maupun kesenian daerah
lainnya ke luar negeri sebagai upaya mempromosikan budaya kita terhadap pihak
asing. Melihat hal ini, budaya bahkan menjadi rebutan bagi banyak pihak,
seperti kasus klaim malaysia terhadap beberapa kesenian milik Indonesia
beberapa waktu lampau.
Promosi
kebudayaan Indonesia bukan hanya dari pengiriman seniman daerah keluar negeri,
tapi bahkan pramugarI di maskapai Indonesia sudah dibiasakan untuk berseragam
Batik. Hal ini akan menjadi nilai tambah kita terhadap penumpang yang berasal
dari luar Indonesia. Budaya merupakan karakter bangsa, sehingga jika berhasil
menanamkan suatu kebudayaan kepada kebudayaan tertentu, hal ini akan
memeudahkan untuk negara tersebut mempengaruhi dan memasuki negara tersebut,
baik melalui sektor perdagangan maupun sektor-sektor lain yang potensial sesuai
budayanya tersebut.
Jika
Indonesia ingin mengikuti persaingan Soft Power ini, ia harus mencari
nilai-nilai yang menarik terhadap pasar di Asia. Kita harus menggali lagi apa yang
merupakan budaya kita.
Setidaknya
dalam perang kebudayaan ini, tidak terjadi pertumpahan darah, tidak ada yang
merasa dikalahkan dan kedua pihak mendapatkan apa yang menjadi kepentingannya.
Referensi
[1] Siswo Pramono. 2011. Resources of Indonesian Soft Power
Diplomacy. Jakarta: Jakarta Post. Diakses dari : http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/28/resources-indonesian-soft-power-diplomacy.html.
Pada 26 mei 2011, pukul 14:31 WIB.
[2] Siswo Pramono. 2011. Resources of Indonesian Soft Power
Diplomacy. Jakarta: Jakarta Post. Mengutip dari : www.pmindia.nic.in. Dikases dari :http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/28/resources-indonesian-soft-power-diplomacy.html.
Pada 26 mei 2011, pukul 14:31 WIB.
[3] Suryanto. 2011. Indonesia-Malaysia Perlu Diplomasi Soft
Power. (Antara News: Jakarta) diakses dari http://www.antaranews.com/news/248100/indonesia-malaysia-perlu-diplomasi-soft-power
Pada 26 Mei 2011, Pukul 14:05
[4] Rizal Sukma. 2009. Tabloid Diplomasi : Soft Power Tidak
Akan Berarti Jika Tidak Diimbangi Dengan Hard Power. Dikases Dari: http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/46-september-2008/336-soft-power-tidak-akan-berarti-jika-tidak-diimbangi-dengan-hard-power.html.
Pada tanggal 26 Mei 2011, Pukul 14:26 WIB.
No comments:
Post a Comment