1. Teori
Inokulasi (Innoculation Theory)
Teori inokulasi atau teori suntikan yang pada
mulanya ditampilkan oleh Mcguire ini mengambil analogi dari peristiwa medis.
Orang yang terserang penyakit cacar, polio disuntik. Diberi vaksin untuk
merangsang mekanisme daya tahan tubuhnya. Demikian pula halnya dengan orang yang
tidak memiliki informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi
mengenai hal tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau dibujuk.
Suatu cara untuk membuatnya agar tidak mudah kena pengaruh adalah
”menyuntiknya” dengan argumentasi balasan (counterarguments).
2. Teori
Analisis Transaksional
Teori analisis transaksional merupakan karya besar
Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah
seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Teori analisis
transaksional merupakan teori terapi yang sangat populer dan digunakan dalam
konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis
transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antarpribadi yang
mendasar.
Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran
dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang
dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis
transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses
transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang
dipertukarkan).
Dalam diri setiap manusia, seperti dikutip Collins
(1983), memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap
orangtua (Parent= P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic);
dan ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap
orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua).
3. Teori
Norma Budaya (Cultural Norms Theory)
Teori norma budaya menurut Melvin DeFleur hakikatnya
adalah bahwa media massa melalui penyajiannya yang selektif dan penekanannya
pada tema-tema tertentu, menciptakan kesan-kesan pada khalayak dimana
norma-norma budaya umum mengenai topik yang diberi bobot itu dibentuk dengan
cara-cara tertentu. Oleh karena itu perilaku individual biasanya dipandu oleh
norma-norma budaya mengenai suatu hal tertentu, amak media komunikasi secara
tidak langsung akan mempengaruhi perilaku.
4. Standpoint
Theory
Teori ini menjelaskan bahwa pengalaman individu,
pengetahuan, dan perilaku komunikasi sebagian besar dibentuk oleh kelompok
sosial dimana mereka aktif (Wood, J. T.,1982 dalam West, R., & Turner, L.
H., 2000). Dari sinilah kita dapat menarik kerangka tentang sistematika
pengaruh kekuatan pembentuk identitas.
Secara kultural, bangsa Indonesia sebelum
kemerdekaan dan masa awal kemerdekaan adalah bangsa yang guyub. Keguyuban ini
pun terbawa pada kolektif-kolektif komunitas Islam. Kita mengenal adanya
komunitas pesantren NU, dan Muhamadiyyah pada masa sebelum kemerdekaan. Setelah
kebijakan Soeharto di era tahun 1980-an yang lebih dekat dengan Islam, dan
komunitas kolektif Islam menjadi semakin menjamur. Dan semakin banyaknya
komunitas kolektif inilah yang kemudian banyak sekali mempengaruhi kehidupan
warga Indonesia yang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh media
global telah tereduksi oleh keberadaan dan pengaruh komunitas kolektif yang
memiliki high context culture.
5. Teori
Systematic Behavior (Hull)
Clark C Hull mengikuti jejak Thorndike dalam
usahanya mengembangkan teori belajar. Prinsip‑prinsip yang digunakanya mirip dengan apa yang
dikemukakan oleh para behavioris yaitu dasar stimulus‑respon dan adanya reinforcement.
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa
suatu kebutuhan atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi,
ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat
diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini efisiensi
belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang
menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon‑respon yang dibuat individu itu. Setiap obyek,
kejadian atau situasi dapat mempunyai nilai sebagai penguat apabila hal itu
dihubungkan dengan penurunan terhadap suatu keadaan deprivasi (kekurangan) pada
diri individu itu; yaitu jika obyek, kejadian atau situasi tadi dapat menjawab
suatu kebutuhan pada saat individu itu melakukan respon.
Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh
situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan
utama seseorang sampai pada hasil‑hasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang
(misalnya: uang, perhatian, afeksi, dan aspirasi sosial tingkat tinggi). Jadi,
prinsip yang utama adalah suatu kebutuhan atau motif harus ada pada seseorang
sebelum belajar itu terjadi; dan bahwa apa yang dipelajari itu harus diamati
oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang dapat mengurangi kekuatan
kebutuhannya atau memuaskan kebutuhannya.
No comments:
Post a Comment