1. Teori
Conectionism (Thorndike)
Menurut teori trial and error (mencoba‑coba dan gagal) ini, setiap organisme jika
dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan‑tindakan yang sifatnya coba‑coba secara membabi buta jika dalam usaha mencoba‑coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang
dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan cocok itu
kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang
dipergunakan antuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien.
Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui
proses:
1 ) trial and error (mencoba‑coba dan mengalami kegagalan), dan
2) law of effect; Yang berarti bahwa segala tingkah
laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan
situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik‑baiknya. Sedangkan segala tingkah laku yang
berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan atau dilupakannya. Tingkah laku
ini terjadi secara otomatis. Otomatisme dalam belajar itu dapat dilatih dengan
syarat‑syarat tertentu,
pada binatang juga pada manusia.
Thorndike melihat bahwa organisme itu (juga manusia)
sebagai mekanismus; hanya bergerak atau bertindak jika ada perangsang yang
mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut Thorndike
disebabkan adanya law of effect itu. Dalam kehidupan sehari‑hari law of effect itu dapat terlihat dalam hal
memberi penghargaan atau ganjaran dan juga dalam hal memberi hukuman dalam
pendidikan. Akan tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan dalam
pendidikan ialah hal memberi penghargaan atau ganjaran dan itulah yang lebih
dianjurkan.
Karena adanya law of effect terjadilah hubungan
(connection) atau asosiasi antara tingkah laku reaksi yang dapat mendatangkan
sesuatu dengan hasil biaya (effect). Karena adanya koneksi antara reaksi dengan
hasilnya itu maka teori Thorndike disebut juga Connectionism.
2. Teori
administrasi
Teoritikus administrasi pertama dan paling
berpengaruh adalah industrialis berkebangsaan Perancis yaitu Henry Fayol pada
tahun 1916, Fayol mengidentifikasi beberapa prinsip manajemen. Prinsip-prinsip
tersebut telah diterapkan secara luas pada desain dan praktek organisasi dan
memberikan pengaruh kuat pada desain dan administrasi organisasi industri
modern.
Teori administrasi dikembangkan sebagai panduan
preskriptif bagi manajemen organisasi industri sesuai penggunaan kaidah dan
otoritas secara langsung. Di sini diperlihatkan kekuatan dan kelemahan dari
teori administrasi. Prinsip dasar preskriptif dari teori administrasi membuat
teori tersebut sangat pragmatis dan dapat diaplikasikan pada organisasi bisnis.
Sebelumnya, karena tidak ada prinsip manajemen universal yang dapat
diaplikasikan secara merata pada semua situasi organisasi, prinsip teori
administrasi dapat disalahartikan, bertentangan dan tidak sesuai dalam
penggunaannya ketika berhubungan dengan masalah-masalah organisasi yang
berbeda. Di samping itu, seperti yang akan kita bahas secara mendalam pada
bagian akhir bab ini, prinsip teori administrasi, seperti prinsip birokrasi,
sering dihubungkan sebagai bentuk yang kaku dan tidak peka terhadap kebutuhan
anggota organisasi.
3. Teori
Fungsional
Dengan munculnya kontruktivisme dalam dunia
psikologi, dalam tahun-tahun terakhir ini menjadi lebih jelas bahwa belajar
bahasa berkembang dengan baik di bawah gagasan kognitif dan struktur ingatan.
Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa bahasa
merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia,
untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri
sendirisebagai manusia. Lebih lagi kaedah generatif yang diusulkan di bawah
naungan nativisme itu bersifat abstrak, formal, eksplisit dan logis, meskipun
kaidah itu lebih mengutamakan pada bentuk bahasa dan tidak pada tataran
fungsional yang lebih dari makna yang dibentuk dari makna yang dibentuk dari
interaksi sosial.
a.
Kognisi dan perkembangan bahasa
Piaget menggambarkan penelitian itu sebagai
interaksi anak dengan lingkungannya dengan interaksi komplementer antara
perkembangan kapasitas kognitif perseptual dengan pengalaman bahasa mereka.
Penelitian itu berkaitan dengan hubungan antara perkembangan kognitif dengan
pemerolehan bahasa pertama. Slobin menyatakan bahwa dalam semua bahasa, belajar
makna bergantung pada perkembangan kognitif dan urutan perkembangannya lebih
ditentukan oleh kompleksitas makna itu dari pada kompleksitas bentuknya.
Menurut dia ada dua hal yang menentukan model:
1) Pada asas fungsional, perkembangan diikuti oleh
perkembangan kapasitas komunikatif dan konseptual yang beroperasi dalam
konjungsi dengan skema batin konjungsi.
2) Pada asas formal, perkembangan diikuti oleh
kapasitas perseptual dan pemerosesan informasi yang bekerja dalam konjungsi dan
skema batin tata bahasa.
b.
Interaksi Sosial dan Perkembangan Bahasa
Akhir-akhir ini semakin jelas bahwa fungsi bahasa
berkembang dengan baik di luar pikiran kognitif dan struktur memori. Di sini
tampak bahwa kontruktivis sosial menekankan prespektif fungsional. Bahasa pada
hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif. Oleh sebab itu kajian yang
cocok untuk itu adalah kajian tentang fungsi komunikatif bahasa, fungsi
pragmatik dan komunikatif dikaji dengan segala variabilitasnya.
4. Teori
Belajar Sosial (Bandura)
Teori belajar Bandura (Albert Bandura:1925) adalah
teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan
pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain.
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku
timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh
lingkungan. Factor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian,
mengingat, produksi motorik, motivasi.
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan
dengan pelaziman. Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning).
Ia mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum
behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada
maknanya, dipasangkan dengan lambak atau obyek yang punya makna (pelaziman
klasik).
5. Teori
Operant Conditioning (Skinner)
Skinner (1904-1990),
menganggap reward dan rierforcement merupakan factor penting dalan
belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol
tingkah laku. Pda teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi
sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant
conditioning. . Operans conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku
operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau
menghilang sesuai keinginan.
Operant conditing menjamin respon terhadap
stimuli.Bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa
untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan
mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Prinsip belajar Skinners adalah :
- Hasil belajar harus segera diberitahukan pada
siswa jika salah dibetulkan jika benar diberi penguat.
- Proses belajar harus mengikuti irama dari yang
belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
- Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan
aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah
untuk menghindari hukuman.
- Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi
hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio
reinforcer.
- Dalam pembelajaran digunakan shapping.
6. Teori
Classical Conditioning (Pavlov dan Watson)
Menurut teori conditioning (Ivan Petrovich
Pavlo:1849-1936), belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya syarat‑syarat
(conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan
seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat‑syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar
menurut teori conditioning ialah adanya latihan‑latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori
ini ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah
laku manusia. juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni hasil
daripada latihan‑latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap
syarat‑syarat/perangsang-perangsang
tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya.
Kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori
ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan
dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan
terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat
sesuatu, manusia tidak semata‑mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau
pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan
reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau
kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat
kita terima dalam hal‑hal belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar
yang mengenai skills (kecakapan-kecakapan) tertentu dan mengenai pembiasaan
pada anak‑anak kecil.
No comments:
Post a Comment