BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyelenggaraan
pelayanan public merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Undang-undang Dasar 1945
mengamanatkan kepada Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara
demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat
ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan public. Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan
didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan public
dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kondisi
obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan public masih dihadapkan
pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber
daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya
keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media
massa, seperti prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu
penyelesaian, biaya yang terus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan,
sikap petugas yang kurang rsponsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra
yang kurang baik terhadap citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut
perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan public
secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan public yang prima.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia?
2. Bagaimana
Hubungan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia dengan Pelaksanaan
pelayanan Publik di Indonesia?
3. Bagaimana
Pelaksanaan Sistem Administrasi Negara Indonesia dalam Pelayanan Publik di
Indonesia (Permasalahan)?
4. Apa
saja solusi dalam mengatasi masalah-masalah pelaksanaan Sistem Administrasi
Negara Republik Indonesia?
1.3 Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut dapat disimpulkan tujuan penulisannya adalah sebagai
berikut:
1. Untuk
Mengetahui yang dimaksud dengan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia?
2. Untuk
Mengetahui Hubungan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia dengan Pelaksanaan
pelayanan Publik di Indonesia?
3. Untuk
Mengetahui Pelaksanaan Sistem Administrasi Negara Indonesia dalam Pelayanan
Publik di Indonesia (Permasalahan)?
4. Untuk
Mengetahui solusi dalam mengatasi masalah-masalah pelaksanaan Sistem Administrasi
Negara Republik Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
Sistem
Administrasi Negara adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah
Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan
aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional
dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan
dalam UUD 1945.
SANRI
secara luas memiliki arti sistem penyelenggaraan Negara Indonesia menurut UUD
1945, yang merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan Negara dan bangsa dalam
segala aspeknya, sedangkan dalam arti sempit SANRI adalah idiil pancasila,
konstitusional UUD 1945, operasional RPMJ nasional serta kebijakan-kebijakan
lainnya.
2.2
Hubungan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia dengan Pelayanan
Publik
Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia adalah keseluruhan penyelenggaraan
kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan
segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya
tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang
telah ditetapkan dalam UUD 1945. Maka dalam Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia, pelayanan public merupakan salah satu.
Pelayanan
public menurut Sinambela (2005:5) adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terlihat pada suatu produk secara fisik.
The
social administrator is confronted by innumerable blocks, by countless limits,
and by negative attitudes. The ability to perform well and wisely, to steer the
social agency constructively for humane purposes, is best acquired by
professional social work education and experience, combined with powerful
identification with social work values and ethics. The ability to pull it all
together is to be sought in the professional social worker rather than in the
professional administrator.
Definitions
and Functions
A
basic definition of administration is, “the universal process of efficiently
getting activities completed with and through other people.” The process of
administration includes such activities as leading, planning, organizing,
staffing, financing, coordinating, and evaluating. In any week’s schedule an
executive director may engage in some or all of these activities :
1. Meeting
with administrative staff to review organizational goals, quality of services,
activities of staff, and/or policies relating to services.
2. Reviewing
financial reports and checking out with financial officer the state of the
budget.
3. Meeting
with board president and executive committee (private agency with this
structure) to inform them re progress of agency toward goals, need to establish
long-range planning committee to reassess agency goals and services and
community needs.
4. Meet
with agency personnel committee (consisting of agency board members and
representatives of staff) to discuss need for changes in the compesantion plan.
5. Meet
with community council (consists of agency representatives, representatives of
business, civic, labor, and religious organizations) for sharing of information
about the community, its problems and services.
6. Meet
with agency public relations staff person and representatives of a television
station to explore public information program on needs for foster family homes.
7. Meet
with national association of social workers program committee to plan a spring
conference which would provide good staff development opportunities, as well as
to stimulate improved social services in the region.
8. Meet
with supervisory staff within the agency to consider problems of internal
communitication, also how to better coordinate services with other human
service agencies in the community.
Definisi
pelayanan public menurut Kepmen PAN nomor 25 tahun 2004 adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hubungan antara pelayanan public dan Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia sangat berhubungan, dimana
penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan
mendayagunakan segala kemampuan aparatur Negara serta segenap dana dan daya
demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik
Indonesia. Dan pelayanan public merupakan salah satu sistem administrasi Negara
Indonesia , dan merupakan hal sangat berkaitan dan dimana administrasi disini
mempunyai arti melayani , dan sistem administrasi Negara berarti pelayanan
mengenai terselenggaranya suatu kenegaraan, maka dalam hal ini banyak sekali
masalah-masalah mengenai sistem administrasi Negara , terutama dalam hal
pelayanan publik.
2.3 Pelaksanaan
Pelayanan Publik dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia
Penyelenggaraan
pelayanan public merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Kondisi obyektif
menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan public masih dihadapkan pada sistem
pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia
aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan
pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa,
seperti prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu
penyelesaian, biaya yang terus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan,
sikap petugas yang kurang responsif, dan lain-lain. Sehingga menimbulkan citra
yang kurang baik terhadap citra pemerintah. Untuk mengatasi kondisi tersebut
perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan public
secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan public yang prima.
Dalam
pelayanan public tentunya kita belajar mempelajari sistem administrasi public
yang dimana, sebagai sistem, administrasi public terbentuk karena jalinan hubungan
saling mempengaruhi antara administrasi public disatu pihak serta factor-faktor
internal dan eksternal dilain pihak. Sistem administrasi public dibentuk dengan
maksud untuk menanggulangi masalah-masalah administrasi public terutama dalam
pelayanan public. Masalah yang dihadapi administrasi public adalah
masalah-masalah yang dihadapi atau timbul terkait dengan usaha-usaha untuk
merealisasikan kebutuhan masyarakat dan tujuan Negara.
Untuk
memahami beberapa masalah yang sering menjadi keluhan public terkait pelayanan
birokrasi pemerintahan oleh aparat, diantaranya:
1. Memperlambat
proses penyelesaian pemberian izin
2. Mencari
berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan dokumen pendukung, keterlambatan
pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis
3. Alasan
kesibukan melaksanakan tugas lain
4. Senantiasa
memperlambat dengan menggunakan kata-kata “sedang diproses.”
Pembenahan
sistem pelayanan aparatur sekarang ini harus menjadi prioritas, bagaimana
pelayanan aparatur akan menentukan mati-hidupnya aktivitas public, karena
mereka harus melalui perizinan dan peraturan-peraturan pemerintahan. Utamanya
terkait kegiatan investasi.
Identifikasi
ini adalah sedikit dari banyak masalah dalam birokrasi pemerintahan dewasa ini.
Sebab selain masalah tersebut, juga persoalan birokrasi sangat terkait dengan
persoalan kelembagaan karena juga turut menyumbang pada terciptanya
kompleksitas dan kerumitan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
pemerintahan kepada masyarakat.
a) Masalah
dan Faktor Penyebab Buruknya Pelayanan Publik
Secara
umum, kualitas pelayanan public di Indonesia belum memberikan kepuasan bagi
masyarakat sebagai pengguna layanan. Andrinof Chaniago (2006) mengamati
berbagai persoalan seputar pelayanan public di Indonesia. Hasil pengamatannya
memperlihatkan berbagai persoalan tersebut diantaranya:
1. Hanya
sebagian kecil dari keseluruhan instansi yang wajib menyediakan pelayanan yang
memiliki prosedur yang jelas.
2. Banyak
instansi penanggungjawab dan pemberi pelayanan yang tidak memiliki prosedur
yang jelas dalam menyediakan pelayanan.
3. Tidak
banyaknya perubahan dalam waktu sekian tahun juga mengindikasikan tidak ada
sistem monitoring, evaluasi, dan perencanaan yang baik yang dilakukan oleh
instansi-instansi penanggungjawab dan penyedia pelayanan public.
Apabila
dicermati antara tugas Negara yang tercantum dalam berbagai peraturan
perundang-undangan jelas tergambar bahwa Negara ini lahir untuk memberikan
pelayanan kepada rakyatnya. Persoalan pelayanan public di Indonesia secara
singkat dapat dikelompokkan kedalam 3 hal, yaitu :
1. Paradigma
pelayanan public dan mentalitas aparat
Aturan
dan regulasi yang ada sebenarnya sudah meneguhkan tanggungjawab Negara dalam
memberi pelayanan, namun ironisnya banyak ditemukan kasus yang menggambarkan
buruknya pelayanan public di Indonesia. Selain itu, belum berubahnya sikap dan
paradigma dari aparat pemerintah dalam pemberian pelayanan yang masih
rules-driven atau berdasar perintah dan petunjuk atasan, namun bukan kepuasan
masyarakat. Setiap aparat harusnya memahami esensi dari pelaksanaan tugasnya
kepada masyarakat.
2. Kualitas
pelayanan tidak memadai dan masih diskriminatif
Jaminan
terhadap pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang tanpa diskriminasi belum
diberikan dengan kualitas yang memadai. Selain itu, pelayanan public yang
disediakan umumnya terbatas, misalnya jumlah, kualitas tenaga, fasilitas dan
sarana tidak memadai dan tidak merata. Umumnya ini disebabkan oleh keterbatasan
SDM serta alokasi anggaran yang kurang memadai dalam APBD. Disejumlah daerah,
APBD lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan rutin dibandingkan kegiatan
pembangunan.
3. Belum
ada regulasi yang memadai
Regulasi
yang ada belum mampu meyakinkan bahwa kewajiban Negara semestinya diiringi
dengan kemampuan member pelayanan yang terbaik kepada warganya. Selain itu,
partisipasi masyarakat dalam proses pemberian layanan belum optimal, meski
terdapat perangkat yang dapat mendukung upaya itu.
Pengaturan
tentang pentingnya pelayanan public mempunyai beberapa elemen penting yang
harus terpenuhi dan wajib diciptakan atau disediakan oleh setiap factor dalam
pelayanan public yang menunjukan perlunya pelayanan public yang menunjukan
perlunya pelayanan public adil dan berkualitas, yaitu :
a. Relasi
tanggung jawab dan paradigma pelayanan publik bagi penerima layanan.
Pelayanan
public yang adil dan berkualitas merupakan dambaan masyarakat dimana harus
memenuhi standar minimum sesuai yang dirumuskan penyelenggara dan tidak
bertentangan dengan kontrak layanan yang merupakan hukum bagi pemberi dan penerima
layanan. Selain itu, pelayanan public juga harus adil, tidak hanya melayani
orang yang “mampu membayar” saja tetapi juga orang lain yang tidak mampu
membayar dan “kurang beruntung”. Karena pada prinsipnya, pelayanan public
terutama pelayanan hak-hak dasar merupakan hak public di satu sisi dan
kewajiban Negara di sisi lain.
b. Kualitas
Layanan bagi Pemberi layanan
Memberikan
pelayanan public yang adil dan berkualitas juga menjadi dambaan para pemberi
layanan Karena akan menaikkan citra dan kapabilitasnya sebagai pemberi layanan.
Buat mereka, aspek penting penilaina kinerja adalah kepuasan pelanggan atau
warga penerima layanan. Kepuasan merupakan bentuk keberhasilan dari pemberian
layanan.
c. Buah
Pelayanan Publik yang baik bagi Masyarakat
Karena
prinsip dari pelayanan hak-hak dasar adalah hak masyarakat dan kewajiban
Negara, maka semua orang tanpa kecuali akan mendapatkan layanan tersebut. Ini
tentu saja akan mengurangi kesenjangan social dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pelayanan yang adil member kesempatan setiap orang atau warga Negara untuk
menikmati jenis pelayanan yang terbaik untuk perbaikan kehidupannya. Bila
masyarakat telah mampu mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya, maka secara
tidak langsung akan member kesempatan dalam peningkatan taraf hidupnya dimasa
depan.
d. Fator
penyebab Pelayanan public yang buruk
Pelayanan
public yang tidak parsitisipatif dan akuntabel, tentu mengakibatkan buruknya
pelayanan public. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil survei yang dilakukan
oleh Yappika (2005). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Yappika
tentang keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan pelayanan,
mayoritas masyarakat menyatakan tidak dilibatkan. Bahkan di Makasar dan
Bulukumba hampir 90% responden menyatakan tidak terlibat dalam proses
penyusunan perbaikan pelayanan public. Kondisi fisik yang sering dikeluhkan
oleh masyarakat adalah dinding yang rusak, atap yang bocor, keberhasilan tidak
terjaga, fasilitas tidak terpenuhi. Sedangkan untuk besaran biaya pelayanan
pelayanan kesehatan dan kependudukan standar biaya pelayanan seringkali tidak
tercantum secara resmi dan berbeda-beda dari satu warga ke warga lain.
b) Buramnya
pelayanan publik selama ini dipengaruhi oleh berbagai macam factor :
1. Kebijakan
atau keputusan politik yang diambil oleh pemerintah.
Kebijakan
yang diambil seringkali tidak memihak kepada kepentingan masyarakat,dan
cenderung merugikan rakyat, para pengambil kebijakan lebih memikirkan
kepentingan orang-orang terdekat serta golongan mereka. Seringkali kebijakan
yang diambil tidak memberikan jaminan maupun perlindungan kepada rakyat. Tidak
adanya undang-undang yang memberikan jaminan kepada rakyat yang dirugikan oleh
Negara serta jaminan perlindungan rakyat melakukan pengaduan. Peraturan yang
ada hanya mengatur kewajiban rakyat saja tanpa mencantumkan kewajiban Negara
serta sanksinya bagi mereka yang lalai melaksanakan tugasnya. Pada saat pemberi
pelayanan lalai atau gagal pada saat menjalankan tugas rakyat tidak berdaya
untuk melakukan protes.
2. Manajemen
dari pelaksanaan pelayanan public.
Selama
ini pelaksanaan pelayanan public lebih bersifat state oriented tidak public
oriented. Dimana kepentingan Negara lebih menjadi prioritas, segala yang menyangkut
Negara akan mendapatkan porsi yang lebih dibandingkan dengan kepentingan
masyarakat.
Manajemen
pelayanan seringkali dirasakan lambat dan sangat birokratis. Hal tersebut
dikarenakan aparatur pelaksana tidak bisa mengambil keputusan sendiri tanpa adanya
persetujuan dari atasan mereka. Dalam birokrasi sendiri tingkat persaingan
perbaikan pelayanan (kinerja) hampir tidak ada, hal tersebut disebabkan
kenaikan pangkat tidak disesuaikan dengan prestasi kinerja birokrasi, kenaikan
pangkat menjadi pilihan. Manajemen yang kurang baik bisa dilihat dari seringnya
masyarakat kebingungan dalam mengurus pelayanan, seringkali mereka di pimpong
(dipermainkan) kesana-kemari tanpa mereka ketahui prosedur yang berlaku. Hal
tersebut dikarenakan pemerintah yang tidak melakukan sosialisasi prosedur
pelayanan secara signifikan kepada pengguna layanan. Sehingga seringkali
masyarakatyang akan mengurus sesuatu (pelayanan perijinan, kependudukan,
kesehatan) harus bolak-balik ke kantor pelayanan, hal tersebut snagat tidak efisien.
Padahal seharusnya model manajemen pelayanan public harus bertumpu pada
pengguna jasa layanan, baik dari sisi perangkat organisasi, perangkat sistem
layanan maupun kualitas SDM.
3. Latar
belakang kultur layanan
Kultur
pelayanan yang berkembang masih feudal, pemberi layanan masih menggunakan
kultur peninggalan nenek moyang yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi
apabila diterapkan saat ini. Pada masa kerajaan rakyatlah yang mengabdi kepada
kerajaan dengan memberikan upeti, melayani dan melakukan apa saja yang menjadi
kehendak raja serta para pejabatnya. Pada jaman kerajaan birokrasi dibentuk
untuk mempertahankan kekuasaan (meneruskan jaman kerajaan bahkan menguatkan).
2.4
Penyelesaian Masalah Pelaksanaan Pelayanan Publik dalam Sistem Administrasi
Negara Indonesia
Konsep
pelayanan public yang diperkenalkan oleh David Obsorne dan Ted Gaebler dalam
bukunya “Reiventing Geovernment” (1995). Intinya adalah pentingnya peningkatan
pelayanan public oleh birokrasi pemerintah dengan cara memberi wewenang kepada
pihak swasta lebih banyak berpastisipasi sebagai pengelola pelayanan public.
Dalam
rangka perbaikan penerapan dan perbaikan sistem dalam kaitannya dengan
pelaksanaan pelayanan public, obsorne menyimpulkan 10 prinsip yang disebut
sebagai keputusan gaya baru. Salah satu prinsip penting dalam keputusannya
adalah sudah saatnya pemerintah berorientasi pasar untuk itu diperlukan
pendobrakan aturan agar lebih efektif dan efisien melalui pengendalian pasar
itu sendiri.
Kesepuluh
prinsip yang dimaksud Obsorne (1997), adalah sebagai berikut :
a) Pemerintah
kapitalis, mengarahkan ketimbang mengayuh
b) Pemerintahan
milik masyarakat, memberi wewenang ketimbang melayani
c) Pemerintah
yang kompetitif , menyuntikkan persaingan kedalam pemberian pelayanan
d) Pemerintahan
yang digalakkan oleh misi, mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
e) Pemerintah
yang berorientasi pada hasil, membiayai hasil, bukan masukan
f) Pemerintahan
berorientasi pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi
g) Pemerintahan
wirausaha, menghasilkan ketimbang mebelanjakan
h) Pemerintah
antisidatif, mencegah daripada mengobati
i) Pemerintahan
desentralisasi
j) Pemerintahan
birokrasi pasar, mendongkrak perubahan melalui pasar.
Untuk
mengatasi permasalahan pelayanan public dalam Sistem Administrasi Negara
Indonesia yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa permasalahan yang harus
diperbaiki agar pelaksanaan pelayanan public berjalan dengan baik diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan
Kelembagaan Birokrasi Pemerintah
Penyelenggaraan
pelayanan public merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Undang-undang Dasar 1945
mengamanatkan kepada Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara
demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat
ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan public. Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan
didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan public
dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kondisi
obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan public masih dihadapkan
pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber
daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya
keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media
massa, seperti diantaranya : Prosedur yang berbelit-belit, Tidak ada kepastian
jangka waktu penyelesaian , Biaya yang terus dikeluarkan , Persyaratan yang
tidak transparan, Sikap petugas yang kurang rsponsif, dan lain-lain. Sehingga
menimbulkan citra yang kurang baik terhadap citra pemerintah.
Untuk
mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas
penyelenggaraan pelayanan public secara berkesinambungan demi mewujudkan
pelayanan public yang prima. Upaya perbaikan kualitas pelayanan public
dilakukan melalui pembenahan sistem pelayanan public secara menyeluruh dan
terintegrasi yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam bentuk
undang-undang.
Dalam
penyelenggaraan pelayanan public dilakukan berdasarkan pada asas-asas umum
kepemerintahan yang baik, meliputi kepastian hukum, transparan, daya tanggap,
berkeadilan, efektif dan efisien, tanggung jawab, akuntabilitas, tidak
menyalahgunakan kewenangan.
Untuk
menyelenggarakan asas-asas umum kepemerintahan yang baik serta prinsip-prinsip
pelayanan public diperlukan upaya pengembangan kelembagaan birokrasi
pemerintah, SDM aparatur maupun kualitas proses penyelenggaraan pelayanan
public.
Pembaharuan
kelembagaan birokrasi pemerintah termasuk salah satu agenda reformasi
birokrasi. Sebagaimana dinyatakan oleh prof. Dr. M. Ryaas Rasyid bahwa
reformasi bermakna suatu langkah perubahan tanpa merusak atau perubahan seraya
memelihara yang diprakarsai oleh mereka yang memimpin suatu sistem, karena
sadar bahwa tanpa reformasi, sistem itu bisa ambruk (M. Ryaas Rasyid, 1998:10).
2. Identitas
Aparatur Pemerintah
Untuk
meningkatkan kualitas pelayanan public strategi yang selanjutnya adalah
pembaharuan sikap dan karakter aparatur birokrasi pemerintah, yaitu
melaksanakan pelayanan umum yang memuaskan pelanggan tanpa ada pembedaan
(equality). Perlakuan yang tidak membedakan pelanggan tidak cukup, diperlukan
adanya keadilan (equity) serta kejujuran atau keterbukaan (fairness) dalam
pelayanan. Pelayanan yang memuaskan dipengaruhi oleh kompetensi aparatur
birokrasi pemerintah. Untuk itu perlu adanya perubahan internal dilingkungan
birokrasi pemerintah.
Setidaknya
perubahan tingkah laku para pelaku birokrasi secara menyeluruh mulai dari yang
tertinggi hingga yang paling rendah dalam struktur birokrasi menuju birokrasi
pemerintah yang dicita-citakan sebagai langkah reformasi birokrasi pemerintah.
Produk
layanan yang dibutuhkan oleh public tentu didasarkan pada public interst maupun
public affairs dengan kualitas yang memuaskan atau tidak seadanya. Aparatur
pemerintah sebagai abdi masyarakat berarti memiliki kewajiban memberikan
pelayanan umum pada public yang pada dasarnya sangat kompleks dan
multidimensional disamping sebagai abdi Negara.
Dalam
pelaksanaan kewajiban memberikan pelayanan public ini, aparatur pemerintah
dituntut adanya kepekaan terhadap kepentingan public dan bertanggung jawab
dalam pelaksanaan tugas serta produk layanannya sesuai dengan tuntutan punblic.
Responsibilitas
dalam pelayanan public dimaksudkan pada aparatur pemerintah senantiasa dalam
pelaksanaan tugasnya bersumber pada adanya pengendalian dari luar, yaitu
senantiasa melandaskan diri pada pertimbangan-pertimbangan ekonomis, efisiensi,
dan efektivitas sebagai perwujudan responsibilitas obyektif. Disamping itu
produk pelayanannya dapat memenuhi nilai-nilai etis dan kemanusiaan sebagai
pengendalian subyektif yang bersumber dari subyektif individu aparatur , yaitu
perlakuan yang adil terhadap pelanggan , perlakuan yang sama atas setiap
pelanggan , dan jujur atau keterbukaan dalam pelayanan public sebagai
perwujudan responsibilitas subyektif.
Dalam
hubungan ini diperlukan perubahan sikap dan karakter aparatur birokrasi
pemerintah secara mendasar sebagaimana telah menjadi agenda reformasi yang
menuntut segera terselenggaranya kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan
pemerintah yang bersih ( Clean Governement). Penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik dan pemerintahan yang bersih diperlukan pelaku birokrasi pemerintah yang
professional, melaksanakan tugas dilandaskan pada landasan normative dan
kepatuhan sebagai etika yang mengendalikan setiap langkah pelaksanaan tugas,
wewenang maupun kekuasaan yang dipercayakan kepadanya. Terlebih lagi menghadapi
fenomena globalisasi menuntut perubahan mendasar aparatur pemerintah dalam
berbagai hal utama sikap dan prilaku dalam pelaksanaan tugas pekerjaan
mewujudkan visi dan misi pemerintah.
Berkaitan
dengan tuntutan terwujudnya aparatur terwujudnya pemerintah daerah yang
memiliki kemampuan (kompetensi) dalam pelaksanaan tugas pekerjaan dan
professional diperlukan pola pendidikan dan pelatihan pegawai yang mampu
mendorong terciptanya kualitas pengetahuan, sikap mental dan moral serta
prilaku aparatur pemerintah daerah dalam pelaksanaan misi pemerintah daerah.
Sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dinyatakan dalam
konsiderannya :
“ Bahwa
untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi
tersebut diperlukan peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan
kesetiaan pada perjuangan bangsa dan Negara, semangat kesatuan dan persatuan
dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil melalui pendidikan dan pelatihan
jabatan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan Pegawai
Negeri Sipil secara menyeluruh. “
3. Pengembangan
Kualitas Proses Pelayanan
Strategi
ketiga untuk meningkatkan kualitas pelayanan public yang memuaskan adalah
diperlukannya desain proses atau mekanisme pelaksanaannya secara tepat agar
dapat dihasilkan kualitas yang memuaskan.
Sebelumnya
telah dikemukakan strategi kualitas pelayanan public yang memuaskan adalah
dengan melakukan pengembangan kelembagaan organisasi pemerintah, melalui
perubahan sikap dan karakter para pelaku birokrasi sebagai identitas baru
aparatur pemerintah, dan mendesain proses pelaksanaan kewajiban pemerintah
yaitu dengan strategi pelaksanaan pelayanan, sebagai berikut :
a. Sederhanakan
birokrasi (Cutting Red Tape)
Menilik
peran birokrasi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan umum dituntut dapat memuaskan
masyarakat sebagai pelanggannya.
Kriteria
pelayanan yang memuaskan atau yang disebut dengan pelayanan prima, banyak
ragamnya menurut pakar. Namun esendi pelayanan prima pada dasarnya mencakup 4
prinsip, yaitu CETAK (Cepat, Tepat, Akurat, Berkualitas) :
a) Pelayanan
harus cepat
Dalam
hal ini pelanggan tidak membutuhkan waktu tunggu yang lama.
b) Pelayanan
harus tepat
Ketepatan
dalam berbagai aspek yaitu : aspek waktu, biaya, biaya prosedur, sasaran,
kualitas maupun kuantitas serta kompetensi petugas.
c) Pelayanan
harus akurat
Produk
pelayanan tidak boleh salah, harus ada kepastian, kekuatan hukum, tidak
meragukan keabsahannya.
d) Pelayanan
harus berkualitas
Produk
pelayanannya tidak seadanya, sesuai dengan keinginan pelanggan, memuaskan,
berpihak, dan untuk kepentingan pelanggan.
Dalam
pelaksanaan pelayanan, jangan membuat urusan, mekanisme atau prosedur yang
berbelit-belit, berikan kemudahan, prosedur yang jelas, dapat dipahami oleh
pelanggan sehingga pelanggan tidak merasakan kesulitan berhubungan dengan
pelaku birokrasi yang memberikan pelayanan. Ada kemungkina pelanggan merasakan
urusan menjadi berbelit-belit karena semata-mata tidak memahami prosedur, mekanisme
yang tidak jelas atau sebaliknya pelaku birokrasi yang membuat urusan menjadi
berbelit-belit tidak sesuai dengan yang seharusnya dengan motif tertentu atau
kepentingan pribadi.
Karena
itu birokrasi harus senantiasa berorientasi pada tata kerja yang
tidak berbelit-belit atau tidak dinilai berbelit-belit oleh pelanggan.
Mekanisme, tata kerja atau prosedur pelayanan harus berorientasi pada
kepentingan masyarakat, bukan kepentingan birokrasi. Birokrasi yang
berbelit-belit dapat diatasi dengan penerapan prinsip kerjasama dengan
mewujudkan tim kerja yang professional, misalnya pelayanan melalui satu pintu
(one door service) atau sistem administrasi satu atap (samsat) atau dengan
debirokratisasi yaitu upaya menyederhanakan prosedur atau mekanisme.
b. Mengutamakan
kepentingan masyarakat (Putiing Customers First)
Dalam
pelaksanaan pelayanan umum, birokrasi pemerintah harus senantiasa berorientasi
pada kepentingan pelanggannya yaitu masyarakat. Untuk ini birokrasi pemerintah
harus banyak mendengar (Listen to customers), apa kebutuhan, keinginan
masyarakat sebagai pelanggan dan ada pula yang tidak disukai masyarakat. Hal
ini dapat didukung dengan komunikasi yang sehat, kebebasan pers yang
bertanggung jawab kepada kepentingan umum.
Namun
demikian perlu disadari pula bahwa pemenuhan kebutuhan masyarakat tidak dapat
dilakukan sendiri oleh pemerintah, perlu adanya peran serta masyarakat sebagai
wujud pastisipasi social. Partisipasi masyarakat harus dibangun, karena itu
birokrasi pemerintah harus pula menjadi motivator atau pendorong tumbuhnya
partisipasi tersebut. Dalam hubungan ini perlu pemberdayaan masyarakat dalam
arti “energizing” sehingga dapat menumbuh kembangkan kemampuan sebagai
masyarakat madani, berikan kemudahan, kesempatan maupun kemampuan kepada masyarakat
secara obyektif untuk melayani sendiri kebutuhannya.
Perencanaan
pembangunan sejauh mungkin menerapkan prinsip bottom up planning, tidak
sentralistik begitu pula pelaksanaannya sejauh mungkin memanfaatkan potensi
masyarakat.
c. Pemanfaatan
dan pemberdayaan Bawahan (Empowering and Energazing Employes to Get Results)
Pelaku
birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya harus produktif,
tidak lamban. Untuk itu setiap pimpinan pada level apapun dalam birokrasi
pemerintah harus memnanfaatkan potensi personil/bawahan seoptimal mungkin,
pembagian tugas yang jelas dan merata dengan meningkatkan kompetensi petugas
melalui berbagai upaya yang tersu menerus untuk memberdayakan bawahan dengan
orientasi profesionalisme. Dan diharapkan tidak seorang aparatur pemerintah
yang melaksanakan tugas diluar tugas pokok dan fungsinya.
d. Kembali
kefungsi dasar pemerintah (Getting Back to Basic)
Fungsi
dasar pemerintah yang terpenting adalah mengayomi dan melayani masyarakat
termasuk menjamin tercapainya kesejahteraan umum masyarakat yang berarti
kesejahteraan di segala bidang kehidupan masyarakat. Pemerintah bukan tukang
memerintah, bukan penindas atau pemeras, pelaku birokrasi pada dasarnya yang
melayani masyarakat bukan sebaliknya minta dilayani.
Peran
birokrasi pemerintah sebagai pelayan masyarakat sekaligus pendorong bertumbuh
kembangnya partisipasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, mengingat tidak
mungkin dapat dipenuhi sendiri oleh birokrasi pemerintah.
Birokrasi
pemerintah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya tidak semata-mata bergerak
karena peraturan, tetapi didorong oleh adanya misi. Dengan terlaksananya fungsi
pemerintah sesuai dengan visi dan misi, maka diharapkan berkembangnya
kepemerintahan yang baik, pemerintah yang bersih dan tentu akan dapat
melestarikan kepercayaan rakyatnya.
Pengembangan
proses dengan strategib tersebut diatas dan perlunya perubahan sikap prilaku
dan karakter para pelaku birokrasi pemerintah dapat dipastikan banyak kesulitan
atau membutuhkan waktu panjang. Hal ini disebabkan berbagai ketidakbenaran,
penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, penyelewengan sudah menambah kedalam
sudut-sudut terkecil dalam tatanan birokrasi maupun kedalam sendi-sendi
kehidupan masyarakat. Ini membutuhkan kesabaran, tetapi bukan berarti tidak
dapat diwujudkan. Salah satu caranya adalah antara lain setiap aparatur
pemerintah dalam unit organisasinya senantiasa mensosialisasikan
prinsip-prinsip dan strategi tersebut diatas, tentunya dengan pemahaman dan
pelaksanaan nyata, terutama oleh para pemimpin pada tingkatan apapun dalam
birokrasi pemerintah kepada bawahan dilingkungannya masing-masing. Dengan
menawarkan suatu idealism, maka idealism itu akan menjadi kendali bagi dirinya
sendiri yang mewartakan, sehingga apabila seluruh pelaku birokrasi telah
bersikap yang sama, persepsi yang sama, dan komitmen yang sama untuk merubah
dirinya menuju terlaksananya idealism tersebut, maka reformasi birokrasi
pemerintah dapat terwujud. Namun masih juga dibutuhkan komitmen masyarakat
disamping elemen-elemen lain yang ada dalam sistem kenegaraan.
Untuk
upaya peningkatan kualitas pelayanan dilakukan dengan
mengikuti Siklus Deming yang dinamakan Siklus PDCA dari Dr. W. Edwards Deming
(bapak TQM) yaitu meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap
perencanaan (Plan)
Dalam
tahap ini dilakukan hal-hal pokok sebagai berikut :
- Identifikasi
peluang dilakukannya perbaikan
- Dokumentasi
proses saat ini
- Menciptakan
visi proses yang perlu diperbaiki
- Menentukan
jangkauan usaha perbaikan.
b. Tahap
Pelaksanaan Bertahap (Do)
Setelah
perencanaan perbaikan telah disusun, langkah selanjutnya pelaksanaan
rencana perbaikan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan.
Pelaksanaan bertahap tersebut hendaknya dirancang sebelum
diproduksi/diimplementasikan secara penuh.
c. Tahap
pemeriksaan (Check)
Hasil
implementasi rencana diperiksa dan dicatat yang kemudian dijadikan dasar bagi
langkah penyesuaian dan perbaikan.
d. Pelaksanaan
(Action)
Tahap
ini merupakan pelaksanaan rencana secara penuh setelah dilakukan penyesuaian berdasarkan
komponen Check (pemeriksaan). Langkah selanjutnya adalah mengulang siklus untuk
rencana perbaikan selanjutnya secara berkesinambungan.
Dalam
penyelenggaraan pelayanan public diperlukan adanya pelaksanaan tugas dan
kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat mulai dari proses kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/ pengendaliannya, serta mudah diakses
oleh semua pihak yang membutuhkan informasi.
Transfaransi
dalam penyelenggaraan pelayanan public sebagaimana telah dimaksudkan dalam
keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004
tanggal 24 Februari 2004 tentang Petunjuk teknis Transfaransi dan Akuntabilitas
dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Utama meliputi :
1. Manajemen
dan penyelenggaraan Pelayanan public
Transfaransi
terhadap manjemen dan penyelenggaraan pelayanan public meliputi kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendalian oleh masyarakat. Kegiatan
tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.
2. Prosedur
Pelayanan
Prosedur
pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama
lain, sehingga menunjukan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara
yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu pelayanan.
Prosedur
pelayanan public harus sederhana, tidak berbelit-belit, mudah diahami, dan
mudah dilaksanakan, serta diwujudkan dalam bentuk Bagan Alir (Flow Chart) yang
dipampang dalam ruangan pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam
penyelenggaraan pelayanan public karena berfungsi sebagai :
a. Petunjuk
kerja bagi pelayanan
b. Informasi
bagi penerima layanan
c. Media
publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur
pelayanan kepada penerima layanan
d. Pendorong
terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien.
e. Pengendali
dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan
penilaian/pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja
3. Persayaratan
teknis dan Adminitratif Pelayanan
Untuk
memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenhui persyaratan yang telah
ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persayaratan teknis dan atau
persyaratan administrastif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam
menentukan persyaratan, baik teknis maupun administrative harus seminimal
mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis
pelayanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang
bersifat duplikasi dari instansi yang terkaitdengan proses pelayanan.
Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan didekat
loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak
pandang minimum 3 meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
4. Rincian
Biaya Pelayanan
Biaya
pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun
sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kepastian
dan rincian biaya pelayanan public harus di informasikan secara jelas
diletakkan didekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca
dalam jarak pandang minimum 3 meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
Transfaransi
mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara
personal antara pemohon/penerima layanan dengan memeberi pelayanan. Unit
pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari
penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas
mengelola keuangan/bank yang ditunjuk oleh pemerintah/unit pelayanan. Disamping
itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda
bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.
5. Waktu
penyelesaian pelayanan
Waktu
penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan public
mulai dari dilengkapinya/dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan
administrative sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan.
Unit
pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan harus berdasarkan
nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kali megajukan pelayanan
harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap
(melaksanakan azas First in First Out/FIFO).
Kepastian
hukum kurun waktu penyelesaian pelayanan public harus diinformasikan secara
jelas dan diletakkan didepan loket palayanan, ditulis dengan huruf cetak dan
dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 meter atau disesuaikan dengan
kondisi ruangan.
6. Pejabat
yang berwenang dan bertanggungjawab
Pejabat
yang berwenang dan bertanggungjawab memberikan pelayanan atau menyelesaikan
keluhan/persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di
meja/tempat kerja petugas.
Pejabat/petugas
tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan surat keputusan/surat
penugasan dari pejabat yang berwenang. Pejabat dan petugas yang memberikan
pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif
terhadap penerima pelayanan dengan memperhatikan:
a. Aspek
psikologi dan komunikasi, serta prilaku melayani
b. Kemampuan
melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan, dan dapat merubah keluhan
penerima pelayanan menjadi senyuman.
c. Menyelaraskan
cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap
tubuh, mimic dan pandangan mata.
d. Mengenal
siapa dan apa yang menjadi kebutuhan penerima pelayanan.
e. Berada
ditempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.
7. Lokasi
pelayanan
Tempat
dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-pindah, mudah
dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang
cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekominikasi dan informatika
(telematika).
Untuk
memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan, dapat membentuk Unit
Pelayanan Terpadu atau pos-pos pelayanan di Kantor kelurahan/Desa/Kecamatan
serta di tempat-tempat strategis lainnya.
8. Janji
Pelayanan
Akta
atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja atau pelayanan
instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji
pelayanan tertulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya
hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk didalamnya mengenai
standar kualitas pelayanan.
Dapat
pula dibuat Motto Pelayanan, dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan
semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan. Akta/janji, motto
pelayanan tersebut harus diinformasikan dan ditulis dengan huruf cetak dan
dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 meter/ disesuaikan dengan kondisi
ruangan.
9. Standar
Pelayanan Publik
Setiap
unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun standar pelayanan masing-masing
sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat
sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.
Standar
pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan public yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau
penerima pelayanan.
Standar
pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa
janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para
pemberi dan penerima pelayanan.
10. Informasi
pelayanan
Untuk
memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan
instansi pemerintah wajib mepublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya,
waktu, standar, akta/janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang
berwenang dan bertanggungjawab sebagaimana telah diuraikan diatas.
Publikasi
dan atau sosialisai tersebut di atas memulai antara lain, media
cetak, media elektronik, media gambar dan atau penyuluhan secara langsung
kepada masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa :
1. Sistem
Administrasi Negara adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah
Negara Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan
aparatur Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional
dan terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia seperti yang telah ditetapkan
dalam UUD 1945.
2. Hubungan
antara pelayanan public dan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
sangat berhubungan, dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintah Negara
Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur
Negara serta segenap dana dan daya demi tercapainya tujuan nasional dan
terlaksananya tugas Negara Republik Indonesia. Dan pelayanan public merupakan
salah satu sistem administrasi Negara Indonesia , dan merupakan hal sangat
berkaitan dan dimana administrasi disini mempunyai arti melayani , dan sistem
administrasi Negara berarti pelayanan mengenai terselenggaranya suatu
kenegaraan, maka dalam hal ini banyak sekali masalah-masalah mengenai sistem
administrasi Negara , terutama dalam hal pelayanan publik.
3. Secara
umum, kualitas pelayanan public di Indonesia belum memberikan kepuasan bagi
masyarakat sebagai pengguna layanan. Andrinof Chaniago (2006) mengamati
berbagai persoalan seputar pelayanan public di Indonesia. Hasil pengamatannya
memperlihatkan berbagai persoalan tersebut diantaranya: Hanya sebagian kecil
dari keseluruhan instansi yang wajib menyediakan pelayanan yang memiliki
prosedur yang jelas, banyak instansi penanggungjawab dan pemberi pelayanan yang
tidak memiliki prosedur yang jelas dalam menyediakan pelayanan, tidak banyaknya
perubahan dalam waktu sekian tahun juga mengindikasikan tidak ada sistem
monitoring, evaluasi, dan perencanaan yang baik yang dilakukan oleh
instansi-instansi penanggungjawab dan penyedia pelayanan public.
4. Untuk
mengatasi permasalahan pelayanan public dalam Sistem Administrasi Negara
Indonesia yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa permasalahan yang harus
diperbaiki agar pelaksanaan pelayanan public berjalan dengan baik diantaranya :
Pengembangan kelembagaan birokrasi pemerintah, identitas aparatur pemerintah,
dan pengembangan kualitas proses pelayanan
3.2 Saran
Semoga
dengan selesai dibuatnya makalah ini, dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan umumnya bagi pembaca. Dan apabila ada kekurangan dari makalah
ini, kami selaku penulis mengharapkan adanya koreksi terhadap kekurangan
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Johnson,
Wayne H. 1986. The Social Services An Introduction.U.S.A: F.E Feacock Publisher
U.S.A
Pasolong,
Harbani. 2014. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Puspitosari,
Hesti dkk. 2012. Filosofi Pelayanan Publik. Malang: Setara Pers.
Surjadi,
H. 2009. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Syafri,
Wirman H. 2012. Studi Tentang Administrasi Publik. Jakarta:
Erlangga
Sinambela,
Lijan Poltak. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.